Pesan Monogami dalam Islam

Sebelum Islam datang, sistem patriarki dijunjung tinggi dan dianut oleh masyarakat. Poligami pun dipraktikkan dalam kehidupan rumah tangga. Pada masa jahiliyah itu,  poligami dimaknai tanpa arah dan kemaslahatan yang jelas.

Poligami kerap dilakukan dengan jumlah yang tidak terbatas. Maksudnya, praktik poligami dilakukan oleh laki-laki dengan menikahi sebanyak-banyaknya wanita yang dikehendaki.

Selama ini kita sering mendengar bahwa ungkapan poligami sebagai sunnah Nabi. Poligami dalam kehidupan Islam dikenal melalui dalil-dalil Al-Qur’an dan Hadis yang ada. Sejauh mana elaborasinya?

Iklan – Lanjutkan Membaca Di Bawah Ini

Ketika Islam hadir, Nabi Muhammad Saw membatasi poligami maksimal empat wanita. Namun banyak para ulama yang berpendapat dan menganjurkan bahwa menikah dibatasi maksimal satu orang wanita saja atau istilahnya monogami.

Hal ini disampaikan penulis buku “Sunnah Monogami: Mengaji Al-Qur’an dan Hadis”, Dr. Faqihuddin Abdul Qodir, MA  dalam kajian Lingkar Ngaji KGI (Keadilan Gender Islam) bertajuk ‘Pesan Monogami Islam’ secara daring melalui Zoom, Jumat (11/6/2021). Kiai Faqih didampingi oleh pengampu Lingkar Ngaji KGI,  dosen Pascasarjana Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an yang juga aktivis gender Islam, Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm. Screenshot 20210611 183102 Instagram

Di dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 3, Allah SWT berfirman, yang artinya, “Dan jika kamu takut tidak akan berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.

Baca juga:  NU Care Jajaki Kerja Sama dengan Lembaga Sosial di Bosnia

Bukan Anjuran Poligami

Ustaz Faqihuddin menjelaskan bahwa ayat tersebut bukanlah anjuran untuk berpoligami. Masyarakat harus memaknai ayat tersebut secara menyeluruh. Baik secara ashabun nuzul, konteks ayat tersebut, serta bahasa yang terkandung dalam ayat itu.

Saat seseorang memutuskan untuk berpoligami, syarat utamanya ia harus bisa bersikap adil. Tapi, keadilan seperti apa yang bisa diberikan oleh suami terhadap istrinya. Apakah keadilan tersebut berbentuk nafkah, kasih sayang, atau lainnya.

Ustad Faqihuddin menjelaskan, monogami merupakan satu cara untuk mendapatkan pernikahan yang menimbulkan kemaslahatan dalam kehidupan. Kemaslahatan itulah yang dapat menegakkan keadilan.

Tujuan perkawinan dalam Islam adalah monogami, menciptakan kehidupan yang sakinah, mawaddah, dan rahmah bagi suami dan istri.

Monogami merupakan sistem sekaligus pintu utama untuk mewujudkan tujuan perkawinan yang adil, penuh rahmat, dan penuh ketenangan jiwa bagi pasangan suami istri. Hal ini disampaikan juga oleh Ustazah Nur Rofiah.

Nur Rofiah menjelaskan bahwa poligami bukan tradisi Islam dan tradisi ini telah muncul sejak zaman sebelum Islam. Dalam ayat Al-Qur’an itu, diatur untuk mengatasi problem poligami.

Banyak kaum laki-laki yang salah mengartikan dalil-dalil Al-Qur’an, bahwa poligami merupakan sunnah Nabi yang dianjurkan untuk dilakukan.

Dalam berpoligami, Rasulullah saw. memberikan contoh bagaimana berlaku adil terhadap keluarga. Inti ajaran Islam dalam kehidupan perkawinan adalah keadilan dalam berkeluarga, bukan mengenai kuantitatif dalam perkawinan yang selama ini dipahami oleh masyarakat.

Baca juga:  Hikayat Soetedja, Wajah Muram Dunia Musik Indonesia

Nur Rofiah menjelaskan konteks dalam ayat yang sering digunakan sebagai acuan berpoligami,  Surat An-Nisa ayat 3. Di sana dinyatakan,  dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil. Dari situ dapat dilihat bahwa poligami sudah berpotensi menimbulkan ketidakadilan yang tinggi dalam kehidupan berkeluarga.

Proses menuju Monogami

Proses menuju monogami dalam kehidupan berkeluarga ada tiga tahapan.

Pertama titik terendah. Perkawinan merupakan anugerah yang hanya dapat dirasakan oleh suami. Hal ini memberikan lampu untuk berpoligami tanpa batas dan syarat. Ini sangat sering terjadi sebelum Islam berkembang.

Kedua, titik menengah, merupakan target antara perkawinan yang menjadi anugerah terutama bagi suami. Proses ini menjelaskan poligami maksimal empat dengan syarat adil.

Ketiga, titik tertinggi, merupakan tujuan final sebuah perkawinan yang menjadi anugerah bagi suami dan istri, yaitu monogami yang adil.

Indonesia, menurut Nur Rofiah, menganut sistem monogami yang tercantum dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur syarat berpoligami.

Ia menjelaskan dalam pasal 3 ayat 1, “Pada Asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang istri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami”

Pengaturan mengenai poligami tidak hanya diatur di Indonesia, namun di negara lain juga, seperti Turki yang melarang keras poligami secara mutlak (UU Perdata Turki 16 Tahun 1926 pasal 93). Somalia memperbolehkan poligami,  dengan persyaratan ketat dan dibuktikan oleh lembaga terkait.

Baca juga:  Memahami Poligami secara Arif: Lora Fadil di Mata Santrinya

Adapun Mesir melalui UU (Amandement Law) No. 100 Tahun 1985 menjelaskan, poligami dapat menjadi alasan perceraian bagi istri. Alasannya, poligami mengakibatkan kesusahan ekonomi, baik dicantumkan dalam taklik talak maupun tidak. Wajib diinfokan dengan sanksi penjara, atau denda, atau kedua-duanya.

“Pernikahan poligami merupakan sasaran antara untuk menuju pernikahan monogami yang dapat menjaga kemaslahatan umat Islam dan adil. Poligami merupakan “pintu darurat” dalam sebuah pernikahan dan bukanlah pintu utama dalam kehidupan perkawinan, karena poligami akan sulit untuk dilakukan walaupun kita sebagai manusia dapat berlaku adil,” papar Nur Rofiah.

“Dalam memahami tafsiran surat An-Nisa ayat 3, poligami adalah proses sementara untuk menuju pernikahan yang yang adil, yaitu pernikahan monogami sebagai tujuan akhir,” imbuh Nur Rofiah.

Tafsiran dalil-dalil mengenai poligami adalah bentuk usaha Islam untuk menhapuskan perbudakan  dan mensejahterahkan kehidupan pernikahan, perempuan sebagai tujuan utama.

Monogami adalah tujuan akhir dalam sebuah kehidupan pernikahan yang adil dan bentuk pengakuan Islam atas keberadaan dan kesetaraan untuk perempuan. (Perwita Fitri Amalia,  mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Islam Malang)

https://alif.id/read/redaksi/pesan-monogami-dalam-islam-b238358p/