Laduni.ID, Jakarta – Pada situasi tertentu harus diterima sebagai fakta ilmiah bahwa bumi ini memang datar (2D). Tukang bangunan memanfaatkan fenomena ini pada pekerjaannya sehari-hari dengan menggunakan selang berisi air. Dengan menarik benang dari ujung-ujung muka air dalam selang, tukang tersebut dapat memastikan bahwa batu-bata yang akan dipasang sudah lurus dan datar.
Para pelaut zaman dulu juga beranggapan bumi ini datar. Karena itu, mereka takut berlayar jauh-jauh. Takut jatuh di tepi dunia yang tidak diketahui. Tetapi ada persoalan yang mengganjal dalam pikiran mereka. Jarum kompas selalu menunjuk ke arah utara dan selatan. Mereka meyakini kutub Utara itu ada. Tetapi mereka tidak dapat membuktikan. Jadi keyakinan mereka tinggal keyakinan saja.
Para pemikir dan ilmuwan zaman dulu juga mengalami kesulitan dalam menjelaskan pergantian musim yang terjadi secara teratur di sepanjang tahun.
Saat diketahui bahwa bumi ini bulat (3D), berputar pada sumbunya dan sudut sumbu putar ini selalu berubah terhadap bidang orbit sambil mengitari matahari, persoalan-persoalan yang dulu tidak dapat dipahami, sekarang bisa dijelaskan secara gamblang dan sederhana. Hanya dengan menambahkan satu lagi dimensi spasial, semuanya jadi terang-benderang.
Mempersatukan hukum-hukum alam adalah obsesi para ilmuwan sepanjang masa tetapi juga beresiko memakan korban. Giardano Bruno dihukum bakar pada tiang pancang karena mengatakan matahari sebenarnya adalah sejenis bintang lain yang kebetulan berada paling dekat dengan bumi. Ia telah mempersatukan benda langit. Matahari dengan bintang. Pemikirannya itu dianggap sesat dan membuat ia dihukum mati oleh dewan gereja.
Galileo Galiliei adalah contoh lain. Pemikirannya yang menggeser sudut pandang paham Geosentris ke paham Heliosentris membuat dia dihukum tahanan rumah seumur hidup oleh dewan gereja. Gagasannya dianggap sesat. Ia membuat bumi bersama manusia penghuninya tidak lagi dianggap sebagai pusat perputaran semesta.
Usaha penyatuan hukum-hukum alam yang berhasil akan berdampak luas, cara kita memandang alam ini dan juga berpengaruh besar terhadap tatanan sosial, ekonomi suatu bangsa.
Mewujudkan penyatuan empat gaya dasar alam tidak hanya mengungkapkan banyak rahasia alam tetapi juga mengungkapkan revolusi ilmiah yang akan mengubah jalannya peradaban. Penyatuan 4 hukum alam ini disebut dengan teori medan terpadu atau teori segalanya (Theory of Everything).
Ketika Newton menulis hukum gerak dan gravitasi, dia telah meletakkan dasar-dasar Revolusi Industri. Saat Faraday dan Maxwell mempersatukan listrik dan magnet, hukum ini menggerakkan revolusi listrik. Ketika Einstein dan fisikawan kuantum mengungkapkan sifat relativistik dan probabilistik quantum, ini melahirkan revolusi teknologi.
Cita-cita fisikawan sedunia saat ini adalah mempersatukan empat gaya dasar alam. Gaya nuklir kuat, electromagnet, nuklir lemah dan gravitasi. Mempersatukan ke empat gaya ini sangat sulit dan butuh energi sangat besar. Mempersatukan ke empat entitas ini seperti berusaha menempatkan 4 ekor hewan spesies berbeda dalam satu kandang. Mereka tidak cocok satu sama lain. Gaya nuklir kuat dan nuklir lemah berurusan dengan partikel kecil seukuran inti atom. Gaya nuklir kuat bertanggung jawab agar inti atom tidak bubar karena muatan mereka yang sejenis. Sedangkan gaya nuklir lemah bertanggung jawab pada peluruhan radioaktif.
Gaya elektromagnet mempunyai sifat yang khas. Muatan/kutub sejenis akan tolak-menolak dan muatan/kutub berbeda akan tarik-menarik.
Gaya gravitasi lain lagi sifatnya. Semakin besar massa semakin besar tarikan gravitasi. Ini pandangan Newtonian. Menurut Einstein hadirnya gravitasi itu semata-mata karena geometri ruang-waktu yang melengkung. Materi memberitahu bagaimana ruang-waktu melengkung. Ruang-waktu lengkung memberitahu bagaimana materi bergerak. Einstein telah mempersatukan geometri dengan gravitasi.
Keempat gaya ini dahulu kala pernah bersatu padu kemudian bercerai-berai setelah terjadinya Big Bang. Masing-masing gaya berjalan dengan wataknya tersendiri.
Anggaplah kita akhirnya dapat mencapai teori ini dengan asumsi telah diuji ketat dan diterima secara universal oleh para ilmuwan. Apa dampaknya dalam kehidupan, pemikiran dan konsepsi kita tentang alam semesta?
Teori segalanya mencakup keseluruhan alam semesta. Energi yang dibutuhkan untuk membuktikan teori tersebut sangat besar sekali seukuran energi Planck, 1.22 x 10^19 GeV. Kuadriliun kali lebih besar dari energi yang dihasilkan oleh LHC. Skala energi ini menyangkut penciptaan alam semesta dan misteri lubang hitam.
Kenapa harus dipersatukan?
Dampak nyata teori tersebut pada kehidupan kita bersifat filosofis. Sebab dapat menjawab pertanyaan mendalam yang menghantui pemikir hebat selama beberapa generasi, seperti perjalanan lintas waktu, apa yang terjadi sebelum big bang, dan dari mana asal-muasal alam semesta?
Tapi ini masih menyisakan pertanyaan. Apa yang dikatakan teori ini tentang makna di alam semesta?
Sekretaris Einstein, Helen Dukas, pernah menyebut Einstein begitu kewalahan dengan surat yang dia terima yang memohon padanya untuk menjelaskan makna kehidupaan, dan menanyakan apakah dia percaya pada Tuhan. Dia begitu tidak berdaya menjawab semua pertanyaan tujuan alam semesta. Saat ini, pertanyaan makna alam semesta dan keberadaan pencipta masih mempesona masyarakat umum.
Pada tahun 2018, surat pribadi Einstein yang ditulis sebelum dia meninggal dilelang. Anehnya, pemenang lelang tentang surat Tuhan adalah $ 2,9 juta, yang melebihi harapan panitia lelang. Dalam surat ini, Einstein putus asa menjawab pertanyaan tentang makna kehidupan.
Dalam teori asli Einstein, alam semesta mengembang hampir seketika. Tetapi dalam teori multiverse alam semesta hanyalah sebuah gelembung yang hidup berdampingan dengan gelembung alam semesta lain yang tercipta di sepanjang waktu. Ini berarti waktu tidak muncul dari Big Bang tetapi waktu sudah ada sebelum munculnya alam semesta kita. Alam semesta setiap saat lahir dalam waktu singkat, tetapi secara keseluruhan alam semesta di multiverse bersifat abadi.
Fisikawan saat ini dapat memutar mundur rekaman video dan menunjukkan bahwa alam semesta berawal dari Big Bang. Untuk mundur ke masa sebelum Big Bang, kita harus menggunakan teori multiverse. Jika teori multiverse dapat menjelaskan dari mana Big Bang berawal, timbul pertanyaan lain, dari mana multiverse berasal?
Kemudian, jika kita mengatakan multiverse adalah konsekuensi logis teori segalanya, maka kita harus bertanya lagi, dari mana teori segalanya berasal? Pada titik ini fisika terhenti dan metafisika dimulai. Fisika tidak berkata apa-apa dari mana hukum fisika itu sendiri berawal.
Ciri utama teori segalanya adalah sifat simetri. Tapi dari mana simetri ini berawal? Simetri adalah efek samping dari kebenaran matematika yang mendalam. Dari mana datangnya matematika? Mengenai pertanyaan ini, teori segalanya kembali terdiam.
Dalam teori kuantum, tidak ada yang namanya tidak ada mutlak. Demikian pula, pada teori kuantum energi terendah bukanlah nol. Kita tidak dapat menjangkau nol mutlak, karena atom dalam keadaan energi kuantum terendah akan diam bergetar. Demikian pula, menurut mekanika kuantum, kita tidak dapat menjangkau kuantum energi nol secara mekanis. Kondisi pada getaran nol berarti melanggar prinsip ketidakpastian.
Jadi, dari mana asal mula Big Bang? Kemungkinan besar, dari fluktuasi kuantum dalam nothing. Bahkan nothing, atau ruang hampa murni, juga berbuihkan partikel materi dan antimateri yang terus-menerus melompat keluar kemudian runtuh kembali ke ruang hampa. Dari sinilah something yang berasal dari nothing itu.
Hawking, menyebutnya buih ruang-waktu — yaitu, buih gelembung alam semesta kecil yang terus bermunculan kemudian hilang kembali ke ruang hampa. Kita tidak pernah melihat buih ruang-waktu, karena ukurannya jauh lebih kecil dari atom apapun. Sesekali, satu gelembung ini tidak hilang tetapi terus mengembang dan menciptakan seluruh alam semesta.
Jadi mengapa ada something ketimbang nothing? Karena alam semesta kita awalnya berasal dari fluktuasi kuantum di dalam nothing. Alam semesta kita melompat keluar dari buih ruang-waktu dan terus berlanjut meluas.
Pencarian teori segalanya membawa kita untuk menemukan simetri pemersatu alam semesta. Simetri asli superforce terpecah saat terjadi Big Bang. Dan kita melihat sisa simetri asli itu dimana-mana yang kita kagumi keindahannya.
Untuk mewujudkan teori medan terpadu atau teori segalanya (Theory of Everything), saat ini muncul string theory atau dalam bentuk terbarunya M-theory. Untuk menjelaskan teori ini butuh dimensi ruang yang lebih banyak hingga 11 dimensi. Namun dimensi ruang yang lebih banyak ini tergulung atau terpilin menjadi sangat kecil sekali seukuran panjang Planck, 10^-35 meter. String atau benang-benang halus yang bergetar ini masih bersifat hipotetis. Belum dapat dibuktikan oleh teknologi yang ada sekarang.
Kita manusia sekarang hidup di dunia 3D. Kemana saja kita pergi, bayang-bayang kita yang nota bene 2D selalu mengikut. Barangkali di dunia 4D atau dimensi spasial lebih tinggi terdapat realitas lain sebagai tempat kehidupan “sebenarnya” dan kita ini hanyalah bayang-bayang saja dari realitas dimensi lebih tinggi itu. Kalau dengan suatu cara kita dapat berkelana ke alam dimensi lebih tinggi maka wawasan dan sudut pandang kita terhadap kebenaran hakiki dan fenomena alam akan menjadi lebih luas.
Karena itu, kita tidak seperti tukang bangunan yang beranggapan bumi ini datar dan bekerja dalam ruang hanya beberapa meter saja.
Sumber:
The God Equation. The Quest for Theory of Everything by Michio Kaku, 2021