Senin pagi kemarin kami ditemani oleh arkeolog asal Prancis, Alexandrine Guerin dan juga Deputi Direktur Museum Nasional Qatar, Tania Al-Majid mengunjungi sejumlah situs bersejarah di negeri Qatar.
Yang pertama kami kunjungi adalah situs Murwab. Situs ini menurut penuturan Guerin berdasarkan studi arkeologisnya berdiri di sekitar awal-awal Dinasti Abbasiyah (750-1258 M). Ia menaksir situs Murwab dibangun di akhir abad 8 sampai abad 9 Masehi.
Situs yang sementara ini dianggap paling tua di Qatar ini berada sekitar 10 KM dari pesisir pantai. Kami diajak menelusuri bekas bangunan-bangunan yang ada di situs ini. Di tempat ini terdapat bekas-bekas reruntuhan benteng, pemukiman wargau, masjid dan juga pemakaman.
Murwab sendiri pertama kali diekskavasi oleh pemerintah Qatar pada tahun 1959 M dan proses ekskavasinya masih terus berlangsung hingga sekarang. Benda-benda arkeologis yang ditemukan saat ekskavasi kini berada di Museum Nasional Qatar. Di antaranya adalah koin, gerabah, pecahan keramik, piring, hingga kendi yang dimungkinkan berasal dari kawasan Asia Tenggara.
Jamak diketahui bahwa hubungan dagang antara Abbasiyah dan Sriwijaya pernah berlangsung cukup intensif. Hal ini sebagaimana tergambar dalam disertasi di Harvard yang ditulis oleh Bryan D. Averbuch (2013).
Guerin menuturkan bahwa pusat perdagangan kala itu ada di Teluk Persia. Ia terhubung dengan pusat-pusat perdagangan di berbagai bandar dan pelabuhan lainnya seperti Muscat Oman, India, hingga kawasan Asia Tenggara (dia menyebut Indonesia secara sarih) dan juga Tiongkok.
“Karena kontur laut di wilayah Qatar ini dangkal, maka dari Pelabuhan Siraf barang dagangan diangkut menggunakan kapal-kapal kecil. Kapal besar tidak bisa melintas di sini,” terang Guerin.
Dari Murwab kami pindah mengunjungi situs Zubarah. Situs arkeologi Zubarah merupakan saksi sejarah perdagangan mutiara Qatar. Situs yang berada di dekat bibir pantai ini kini menjadi salah satu daftar warisan dunia oleh UNESCO.
Di situs kota kuno nelayan mutiara ini berdiri benteng, bekas masjid, pemukiman warga yang sangat luas dan madrasah, sejumlah bekas bangunan yang hingga saat kami kunjungi kemarin masih dalam proses ekskavasi. “Ya, ini masih diekskavasi karena sangat luas sekali. Mungkin sekitar 60 hektar luas wilayah ini,” tutur arkeolog perempuan asal Prancis ini.
Dari Zubarah kami pindah lagi untuk mengunjungi situs Ruwaidah. Seperti namanya yang merupakan bentuk “tashgir” dari Raudah yang bermakna kebun, situs ini mirip seperti perkebunan. Ia ditumbuhi oleh pepohonan bakau yang mengelilingi kawasan tersebut. Di sini, kami ditunjukkan sejumlah bekas bangunan seperti masjid, warung atau toko-toko yang berjejer, rumah warga, hingga area olahraga yang panjangnya sekitar 2,5 KM ini.
Cuaca panas yang terik tak sedikit pun mengurangi minat dan semangat kami menelusuri jejak perdagangan yang terekam dalam situs-situs bersejarah di Qatar ini. Terlebih melihat Alexandrine Gerin, arkeolog alumni Sorbonne ini dengan sangat antusias menemani dan menjelaskan detil-detilnya.
Doha, 3 September 2023
Baca Juga
https://alif.id/read/muhammad-idris/jejak-hubungan-dagang-abbasiyah-dengan-nusantara-b248370p/