Biografi Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat: Ulama Perempuan Pelopor Pendidikan Agama di Sekolah Umum

Daftar Isi Biografi Prof. Dr. Hj. Zakiah Daradjat

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
3.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1  Mengabdi Diri untuk Bangsa dan Agama
3.2  Sekilas Pemikiran Pendidikan dan Psikologi
3.3  Ulama Perempuan Pelopor Pendidikan Agama di Sekolah Umum
4.    Karya – Karya Beliau
5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga
Zakiah Daradjat merupakan salah seorang psikologi muslim. Selain itu, beliau memiliki perhatian yang luar biasaterhadap pendidikan Islam. Beliau adalah perempuan yang mendapatkan kesempatan untuk menempuh pendidikan hingga tingkat doktoral, bahkan beliau mendapat gelar profesor, pada saat perempuan segenerasi beliau belum banyak mendapatkan kesempatan menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

1.1 Lahir
Zakiah Daradjat lahir pada hari Rabu, 6 November 1929 M di Bukittinggi, Sumatra Barat. Di kampung Kotamerapak, Kecamatan Ampek Angkek. Beliau adalah anak sulung dari pasangan Daradjat Husain dan Raf’iah, kedua orang tua beliau dikenal aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial. Ayah beliau dikenal aktif di Muhammadiyah, sedangkan ibu beliau bagian dari Sarekat Islam. Aktivitas kedua orang tua beliau di dua organisasi tersebut telah memberikan arti penting pendidikan bagi siapa pun, termasuk dalam perkembangan kehidupan dalam diri Zakiah Daradjat.

1.2 Wafat
Zakiah Daradjat wafat di Jakarta dalam usia 83 tahun pada 15 Januari 2013 sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah disalatkan, beliau dimakamkan di Kompleks UIN Ciputat pada hari yang sama. Menjelang akhir hayat beliau, beliau masih aktif mengajar, memberikan ceramah, dan membuka konsultasi psikologi. Sebelum wafat, beliau sempat menjalani perawatan di Rumah Sakit Hermina, Jakarta Selatan pada pertengahan Desember 2012.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
Terlahir di Kampung dan keluarga yang religius, kehidupan Zakiah Daradjat sejak kecil senantiasa bernafaskan semangat keislaman. Sejak usia tujuh tahun, Zakiah Daradjat mulai memasuki sekolah. Pada pagi hari, beliau belajar di Standaardshool (sekolah dasar) Muhammadiyah, sementara pada sore hari mengikuti sekolah diniyah (sekolah dasar khusus agama) hal ini dilakukan karena beliau tidak ingin hanya menguasai pengetahuan umum, tetapi juga ingin mengerti masalah dan memahami ilmu-ilmu keislaman.

Hal tersebut beliau lakukan sampai tingkat SMA, beliau menyempatkan diri untuk mengikuti kursus calon mubalighah yang diadakan di kampung belau, dan lulus pada tahun 1927 M. Saat SMA beliau mengambil bagian B TDR (ilmu pengetahuan alam) pemuda, Bukittinggi, dan tamat tahun 1951. Setelah lulus SMA, Zakiah Daradjat bertekad meninggalkan kampung halaman. Beliau kemudian pergi merantau ke Yogyakarta untuk melanjutkan studi beliau ke perguruan tinggi. Pada saat itu anak perempuan yang melanjutkan pendidikan ke kota lain adalah sebual hal yang masih langka.

Saat di Yogyakarta, Zakiah Daradjat masuk di Fakultas Tarbiyah PTAIN Yogyakarta yang kini menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga. Selain di PTAIN, ia mengikuti kuliah di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta. Namun, di UII beliau harus berhenti di tengah jalan karena beberapa dosen beliau di PTAIN menyarankan supaya fokus belajar di PTAIN. Setelah keluar dari UII, beliau mencatatkan diri sebagai Mahasiswa Ikatan Dinas di PTAIN.

Setamat belajar di PTAIN Yogyakarta, Zakiah Daradjat mendapat tawaran untuk melanjutkan studi di Mesir. Pada tahun 1956. Beliau belajar ke Mesir dan masuk di peguruan tinggi yang bernama Universitas Ein Shams, Kairo, dan mengambil jurusan Special Diploma for Education dan lulus tahun 1958. Di Fakultas tersebut beliau mendapat gelar M.A dengan tesis berjudul “Problema Remaja di Indonesia” dengan spesialisasinya psycho-hygiene.

Gelar itu beliau raih setelah setahun sebelum mendapat gelar diploma pascasarjana dengan spesialisasi pendidikan dari universitas yang sama. Selama menempuh program S-2 inilah, Zakiah Daradjat mulai mengenal klinik kejiwaan. Beliau juga sering membuka praktik konsultasi psikologi di klinik universitas. Setelah lulus S-2, Zakiah Daradjat tidak langsung pulang ke Indonesia, namun melanjutkan S-3 di kampus yang sama. Sambil kuliah, beliau mengajar di Sekolah Tinggi Bahasa untuk pelajaran bahasa Indonesia.

Berkat mengajar, beliau juga mampu membawa kedua orang tua beliau ke Mesir, dan kemudian menunaikan haji bersama.” Di tingkat doktoral (Ph.D), beliau mengambil jurusan spesialisasi psikoterapi, dan lulus pada tahun 1964 M. Setelah selesai menjalani jenjang studi S-3 tersebut, beliau baru kembali ke Indonesia untuk mengamalkan ilmu beliau.

3. Perjalanan Hidup dan Dakwah

3.1 Mengabdikan Diri untuk Bangsa dan Agama
Zakiah Daradjat tiba di tanah air saat Departemen Agama RI dipimpin oleh KH. Saefuddin Zuhri, yaitu pada dekade 1960-an. Situasi politik saat itu diwarnai dengan persaingan, bahkan konfrontasi, antara tiga golongan: golongan nasionalis, komunis, dan agama. Kondisi tersebut membuat KH. Saefuddin Zuhri merumuskan acuan operasional yang bersifat yuridis – formal tentang keberadaan dan fungsi Departemen Agama (Depag).

Tujuannya adalah untuk memperkokoh posisi Depag dalam percaturan politik di Indonesia. Beliau juga menaruh perhatian khusus pada perkembangan lembaga pendidikan Islam yang berada di bawah naungan Depag, seperti madrasah dan Institut Agama Islam Negeri (IAIN).

Sejak tiba di Indonesia dengan kondisi seperti itu, Zakiah Daradjat kemudian mengabdikan diri di Depag. Selama awal – awal pengabdian, beliau sempat membuka praktik sesuai bidang beliau, yaitu psikoterapi, terutama khusus karyawan Depag. Melalui beliau awal mula Depag mengenal dokter jiwa. Selama berada di lingkungan Depag,

Zakiah Daradjat pernah menjadi bagian dari pegawai Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur pada tahun 1964-1967 M. Pada tahun 1967-1972 M, beliau diangkat sebagai Kepala Dinas Penelitian dan Kurikulum di Direktorat Perguruan Tinggi Agama. Tahun 1972-1977 M, beliau menduduki posisi sebagai Direktur Direktorat Pendidikan Agama. beliau kemudian diangkat menjadi Direktur Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam pada tahun 1977-1984 M. Pada tahun 1983 M, beliau diangkat menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung R1.

Selain itu, Zakiah Daradjat juga menjadi dosen luar biasa di bidang studi kesehatan mental di beberapa kampus keislaman yang berada di bawah Depag, dari tahun 1965 hingga 1971 M. Di antara kampus tersebut adalah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, IAIN Ar-Raniry Banda Aceh, IAIN Imam Bonjol Padang, IAIN Raden Fatah Palembang, Universitas Islam Sumatera Utara Medan, dan Institut Teknologi Bandung. Pada periode 1966-1972 M,

3.2 Sekilas Pemikiran Pendidikan dan Psikologi Islam Zakiah Daradjat
Pendidikan Islam dalam pandangan Zakiah Daradjat merupakan hal yang mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya memperhatikan segi akidah saja, atau ibadah saja, atau akhlak saja, akan tetapi jauh lebih luas dan lebih dalam daripada itu. Dengan kata lain, pendidikan Islam harus mempunyai perhatian yang luas dari ketiga segi tersebut.” Menurut beliau, konsep pendidikan Islam harus mencakup beberapa lima hal berikut ini:

1. Pendidikan Islam harus mencakup semua dimensi manusia sebagaimana ditentukan dalam Islam,
2. Pendidikan Islam menjangkau kehidupan di dunia dan kehidupan di akhirat secara seimbang,
3. Pendidikan Islam memperhatikan manusia dalam semua gerak kegiatannya, serta mengembangkan padanya daya hubungan dengan orang lain,
4. Pendidikan Islam berlanjut sepanjang hayat, mulai manusia sebagai janin dalam kandungan ibunya sampai kepada berakhirnya hidup di dunia,
5. Kurikulum pendidikan Islam haruslah menghasilkan manusia yang memperoleh hak di dunia dan hak di akhirat nanti.

Selain pandangan beliau tentang pendidikan Islam, Zakiah Daradjat juga mempunyai pandangan tentang peranan pendidikan Islam dalam kesehatan mental. Terkait hal ini, beliau mengemukakan bahwa pendidikan Islam haruslah memberikan bimbingan dalam kehidupan. Beliau mendasarkannya pada beberapa argumen.

Pertama, pendidikan Islam bisa menjadi pengendali utama dalam kehidupan manusia, yaitu kepribadian yang meliputi seluruh unsur pengalaman, pendidikan, dan keyakinan yang diperoleh beliau sejak kecil.

Kedua, pendidikan Islam bisa menjadi penolong kesukaran dan ketenangan batin seseorang Ketenangan batin seseorang akan membuatnya mampu menganalisis faktor-faktor penyebab kekecewaannya. Bahkan, pada gilirannya, beliau mampu menghindarkan diri dari gangguan perasaan yang merupakan efek dari kekecewaan tersebut sehingga beliau pun akan menjalani kehidupan dengan penuh perasaan optimis.

Ketiga, menenteramkan batin. Karena batin yang dalam keadaan resah, agama akan memberikan jalan dan siraman penyejuk hati. Tidak sedikit kita mendengar orang yang kebingungan dalam hidupnya selama ini karena belum matang beragama. Dan, setelah mulai mengenal dan melaksanakan ajaran agama, ketenteraman batin akan datang.

Keempat, pengendali moral. Zakiah Daradjat menyatakan, nilai moral dalam agama Islam diatur dan dijelaskan dalam bentuk perintah atau larangan Tuhan. Hal-hal yang diperintahkan oleh Tuhan merupakan nilai yang baik, dan yang dilarang-Nya merupakan nilai yang tidak baik. Ucapan, perbuatan, dan pola hidup setiap Muslim harus sesuai dengan nilai ajaran Islam tersebut.

Kelima, terapi terhadap gangguan mental. Zakiah Daradjat menegaskan bahwa dalam rangka mencari alternatif untuk menanggulangi kesusahan-kesusahan yang diderita manusia dalam masyarakat modern, beraneka ragam ilmu kemanusiaan berkembang cepat, terutama dalam abad modern ini, dan semua ini dapat dimanfaatkan untuk terapi terhadap gangguan mental yang melanda manusia modern.

3.3. Ulama Perempuan Pelopor Pendidikan Agama di Sekolah Umum
Zakiah Daradjat mempunyai jasa besar terhadap integrasi pendidikan agama di sekolah umum. Hal itu terjadi saat adanya usaha modernisasi madrasah yang dilakukan oleh pemerintah pada masa Orde Baru melalui Depag. Pada dasarnya, usaha modernisasi madrasah sudah dilakukan oleh pemerintah sejak Orde Lama dengan masalah pokok yang dihadapi oleh lembaga pendidikan Islam berupa legitimasi.

Pada waktu itu, pemerintah telah menempatkan agama pada posisi sentral dalam negara, dan berkeinginan agar pendidikan agama diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional. Namun, dalam pandangan pemerintah, persoalan pendidikan sebaiknya diurus dalam metode satu atap, yaitu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Usaha ini, sebagaimana dicatat oleh sejarah, mengalami kegagalan karena kegigihan kaum Muslim mempertahankan eksistensi madrasah di bawah Depag.

Meski demikian, pemerintah tetap memberi perhatian khusus kepada madrasah dalam bentuk bantuan yang bertujuan modernisasi madrasah. Selanjutnya, pengakuan lembaga pendidikan agama itu dituangkan dalam UU No. 4 Tahun 1950 tentang pokok – pokok Pendidikan dan Pengajaran. Di UU itu dijelaskan bahwa belajar di madrasah yang telah mendapat pengakuan Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.

Sebagai respons terhadap UU tersebut, pada 1963 M Depag menyelenggarakan MWB (Madrasah Wajib Belajar) atau lembaga pendidikan delapan tahun yang difungsikan untuk mendukung kemajuan ekonomi, industri, dan transmigrasi. Pendeknya, MWB adalah suatu program pendidikan yang menekankan keterampilan sehingga mampu mencetak tenaga yang siap diserap oleh pasar kerja. Dalam perkembangannya, MWB berubah menjadi kelas pembangunan menyesuaikan diri dengan nomenklatur Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal ini dikarenakan secara yuridis, pengelolaan madrasah hanya berdasarkan peraturan-peraturan Menteri Agama.”

Perubahan eksistensi itu kemudian baru terjadi setelah keluarnya Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri, yang berisi tentang kedudukan madrasah dalam sistem pendidikan nasional. Kurikulum madrasah tidak lagi 100 persen agama, tetapi berubah menjadi 70 persen pelajaran umum dan 30 persen pelajaran agama. Ijazah madrasah juga disetarakan dengan ijazah sekolah umum sesuai tingkatannya.

Dengan demikian, tamatan madrasah bisa melanjutkan ke sekolah umum, dan sebaliknya, tamatan sekolah umum mempunyai kesempatan melanjutkan ke madrasah, Pada awalnya, penerapan SKB tersebut banyak mendapatkan hambatan karena dianggap oleh sebagian kelompok sebagai upaya pemerintah untuk menghegemoni umat Islam dan menghambat kaderisasi ulama. Zakiah Daradjat berperan besar dalam mensosialisasikan kebijakan tersebut ke madrasah di seluruh Indonesia.

SKB Tiga Menteri adalah pembaruan yang monumental. Melalui Surat Keputusan SKB tersebut, Zakiah Daradjat kemudian menginginkan peningkatan penghargaan terhadap status madrasah, salah satunya dengan memberikan pengetahuan umum 70 persen dan pengetahuan agama 30 persen. Aturan yang dipakai hingga kini di sekolah-sekolah agama Indonesia ini memungkinkan lulusan madrasah diterima di perguruan tinggi umum.

Upaya lain yang dilakukan Zakiah Daradjat adalah peningkatan mutu administrasi dan akademik madrasah-madrasah yang ada di Indonesia. Sehingga, mulai muncul madrasah model. Program ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas madrasah secara keseluruhan. Implikasi keluarnya SKB Tiga Menteri adalah pembenahan kurikulum di sekolah-sekolah agama, dari mulai Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah, Pendidikan Guru Agama (PGA).

Periode 1976-1977 M, Depag di bawah koordinasi Direktorat Pendidikan Agama bekerja sama dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan berhasil menyusun buku pedoman pendidikan agama untuk sekolah umum, mulai dari SD sampai SMA. Dengan demikian, yang kemudian terjadi dengan adanya SKB Tiga Menteri bukanlah modernisasi pendidikan Islam saja, melainkan satu tahap menuju integrasi pendidikan Islam ke dalam sistem pendidikan nasional. Dan, Zakiah Daradjat mempunyai peran besar dalam program tersebut.

4. Karya – karya Beliau
Zakiah Daradjat adalah sosok ulama perempuan yang produktif. Beliau mempunyai banyak karya ilmiah yang berkaitan dengan psikologi Islam. Di antara karya-karyanya yang populer yakni:

  1. Psikologi Agama (1970),
  2. Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (1970),
  3. Problema Remaja di Indonesia (1974),
  4. Perawatan Jiwa untuk Anak-anak (1982),
  5. Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia (1971),
  6. Perkawinan yang Bertanggung Jawab (1975).

Dan lain sebagainya. Tercatat jumlah karya ilmiah yang ditulis oleh Zakiah Daradjat sebanyak 32 buku.”

Zakiah Daradjat tidak hanya dikenal sebagai psikolog dan dosen, tetapi juga mubaligh dan tokoh masyarakat. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat, menyebut Zakiah Daradjat sebagai pelopor psikologi Islam di Indonesia. Sementara itu, Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mencatat bahwa Zakiah Daradjat adalah sosok yang bisa diterima dengan baik oleh semua kalangan.

Nasaruddin Umar menambahkan, sosok Zakiah Daradjat seperti sosok Buya Hamka dalam versi Muslimah. Hal tersebut dibuktikan dengan kegiatannya yang sering memberikan kuliah subuh di RRI Jakarta sejak tahun 1969 M sampai dekade 2000-an. Beliau kerap pula diminta mengisi siaran Mimbar Agama Islam di TVRI Jakarta. Pada 19 Agustus 1999 M, Zakiah Daradjat memperoleh Bintang Jasa Maha Putera Utama dari Pemerintah Republik Indonesia.

4.    Referensi

Nur Hasan, Khazanah Ulama Perempuan Nusantara, editor, Muhammad Ali Fakih. IRCiSoD, Yogyakarta 2023

https://www.laduni.id/post/read/517722/biografi-prof-dr-hj-zakiah-daradjat-ulama-perempuan-pelopor-pendidikan-agama-di-sekolah-umum.html