Daftar Isi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Wafat
1.3 Riwayat Keluarga
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
2.2 Guru-Guru Beliau
2.3 Mendirikani Pengasuh Pesantren
3. Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Jasa-jasa Beliau
4.2 Karier Beliau
5. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. Mastur Asnawi atau yang akrab disapa Mbah Yai Mastur lahir pada 3 Juli 1895. Ayah beliau merupakan seorang saudagar dengan latar belakang santri. Adapun ibundanya berasal dari keturunan Arab yang lama menetap di Solo, Jawa Tengah.
1.2 Wafat
Saat usianya mencapai 87 tahun, Kiai Mastur Asnawi sudah mulai sakit-sakitan hingga akhirnya wafat pada 2 Agustus 1982.
1.3 Riwayat Keluarga
Selama hidupnya, beliau ini menikah sebanyak empat kali. Namun, beliau tidak pernah melakukan poligami terhadap istri-istrinya. Pernikahan yang kedua dan berikutnya terjadi karena istri yang pertama (dan yang sebelum berikutnya) sudah lebih dahulu dipanggil oleh Allah.
Lengkapnya, keempat istrinya itu adalah Hj Juwariyah, Nyai Masturoh, Hj Latifah, dan Nyai Maskanah. Kiai Mastur memiliki tujuh anak saat menikah dengan Nyai Masturoh.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
Dari Pesantren Langitan, KH. Mastur Asnawi berkesempatan untuk pergi berhaji. Antara tahun 1912 dan 1919, dirinya menimba ilmu-ilmu agama di Tanah Suci.
2.2 Guru-Guru
KH. Khozin
2.3 Mendirikan Pondok Pesantren
Pengalaman cukup beragam selama tujuh tahun belajar di Masjidil Haram. Beliau juga menjalin persahabatan dengan sejumlah pelajar yang di kemudian hari menjadi tokoh-tokoh Islam yang terpengaruh. Sebut saja, KH. Mas Mansur dan KH. Abdul Wahab Chasbullah.
Dari Makkah, KH. Mastur Asnawi kembali pulang ke kampung halamannya. Di Lamongan, Jatim, masyarakat setempat sudah lama menanti-nantikan kedatangannya. Mereka ingin sang alim turut berperan dalam menyebarkan dakwah Islam, khususnya di daerah ini.
Sebagai seorang ulama, KH. Mastur Asnawi sangat berperan dalam pengembangan pendidikan. Pada 1919, ia mendirikan Tahfizul Quran. Melalui majelis taklim ini, alumnus Makkah itu menekankan pentingnya kajian belajar Alquran.
Langkah pertamanya ialah mewujudkan visi berantas buta huruf Alquran. Selain itu, jamaah juga mengasah kemampuannya terkait ilmu tajwid.
Aktivitas majelis ini diselenggarakan di sebuah mushala panggung atau langgar dhuwur. Tempat ibadah itu berlokasi di Jalan Kyai Amin Lamongan. Langgar tersebut didirikan oleh Kiai Mastur sekitar tahun 1920-an. Hingga saat ini, masjid kecil itu masih digunakan sebagai tempat pelbagai aktivitas keagamaan.
Dalam laporan penelitiannya yang diterbitkan UIN Sunan Ampel, Vony Mayanti mengungkapkan, KH. Mastur Asnawi turut mendirikan Pondok Pesantren al-Masturiyah di Kampung Kranggan pada 1942. Di sanalah, sang alim mengajarkan ilmu-ilmu agama. Pesantren al-Masturiyah setidaknya menggelar empat kali pengajian dalam sehari. Pada waktu pagi, KH. Mastur Asnawi biasanya mengadakan bimbingan langsung kepada keluarga dan anak cucunya.
Di atas pukul 22.00 malam, KH. Mastur Asnawi masih sempat untuk mengalokasikan waktunya guna mengajar para santri. Beliau sangat tekun dalam memberikan pengajian. Bahkan, terkadang proses belajar itu bisa berlangsung hingga pukul 03.00 dini hari.
Tidak hanya mendirikan pesantren, KH. Mastur Asnawi juga membangun beberapa madrasah Islam di bawah bendera NU. Misalnya, Madrasah Tsanawiyah Putra-Putri Lamongan dan Madrasah Aliyah Pembangunan Lamongan. Selain itu, beliau juga mendirikan Madrasah Ibtidaiyah yang sekarang menjadi SD NU Banat Banin di Jalan Kyai Amin, Lamongan.
Madrasah Tsanawiyah Putra Putri didirikan oleh V pada 1958. Dalam proses pembangunan itu, beliau dibantu para ulama Lamongan. Pusat pemerintahan itu di Jalan Lamongrejo, Kelurahan Jetis. Adapun Madrasah Aliyah Pembangunan didirikan pertama kali di Jalan KH. Ahmad Dahlan.
3. Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
KH. Mahbub Mastur
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Sebagai ulama, KH. Mastur Asnawi selalu mengutamakan sikap tawadhu. Meskipun memiliki ilmu yang tinggi, beliau tidak pernah merasa lebih tinggi daripada yang lain. Justru, ia selalu merasa rendah hati, pantang menunjukkan karakter sombong. Semua perbuatannya hanya diniatkan untuk mengabdi kepada Allah SWT.
Pada siang hari, Kiai Mastur memberikan kuliah untuk ibu-ibu. Pada malam hari, KH. Mastur Asnawi mengajarkan ilmu keislaman kepada bapak-bapak beserta warga umum sekitar pondok.
4.1 Jasa-jasa Beliau
KH. Mastur Asnawi juga berperan besar dalam pembangunan Masjid Agung Lamongan. Pada 1922, pemugaran masjid diserahkan sepenuhnya kepada sang kiai.
Adapun dalam bidang ekonomi, KH. Mastur Asnawi mendirikan Syirkah Tijaroh dalam bentuk koperasi berdasarkan syariat agama. Koperasi ini didirikan untuk membantu umat yang memerlukan modal. Namun, koperasi ini hanya mampu bertahan sampai 10 tahun.
4.3 Karier Beliau
Selain banyak mengisi pengajian, KH. Mastur Asnawi juga aktif di organisasi Nahdlatul Ulama (NU). Beliau bahkan sempat menjadi Rais Syuri’ah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Lamongan. Sang kiai juga terpilih dalam Konferensi Cabang NU Lamongan pertama yang diselenggarakan pada 1952 di Sendangduwur, Paciran, Lamongan.
5. Referensi
https://tanfirulghoyyi.com