Daftar Isi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Wafat
1.3 Riwayat Keluarga
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1 Mengembara Menuntut Ilmu
2.2 Guru-Guru Beliau
2.3 Mendirikan Pondok Pesantren
3. Penerus Beliau
3.1 Anak-anak Beliau
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Karier Beliau
4.2 Karya-karya Beliau
5. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. M. Ya’qub Husein lahir di Nggebang, Bulurejo, Diwek, Jombang. Nama asli beliau ketika kecil ialah Soedjoko, beliau berasal dari keluarga golongan yang tidak menjalankan syariat agama Islam dengan baik. Nama desa tempat lahir beliau adalah “Gebang” yang konon katanya masyarakat setempat artinya golongan abang (orang yang sangat awam dengan islam). Pada saat itu memang kondisi keagamaan masyarakat Indonsia ialah Islam Adat.
1.2 Wafat
KH. M. Ya’qub Husein wafat pada tanggal 23 Januari 1976. Beliau meninggalkan seorang istri yang bernama Hj. Muchsinah Ya’qub dan 10 orang putra. Adapun nama-nama putra beliau adalah:
1.3 Riwayat Keluarga
bernama Hj. Muchsinah Ya’qub dan 10 orang putra. Adapun nama-nama putra beliau adalah:
1. Drs. H. Muhammadu Ya’qub
2. Prof. Dra.Hj. Istibsyaroh, SH., M.Si
3. H. B. Ahmada Ya’qub, S.H., M.Si
4. Dr. Hj. Mihmidati al-Faizah Ya’qub., M.Pd.i
5. Dra. Hj. Chumaidah Syc., M.Pdi
6. Drs. Ahmad Sufiyaji, SQ, M.Si
7. Abah Drs. H. Muhammad Qoyyim Ya’qub
8. Drs. H. Nur Munir, MA., MTS
9. H. M. Basir baick, S. Ag., M.Fill.I
10. Siti Titim Matin, S.Ag., M.Hi16.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
KH.Hasyim Asy’ari merupakan pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama’(NU) yaitu sebuah organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia, yang salah satu cucu beliau mengikuti jejak kewaliannya serta menjadi Presiden RI ke-5 siapa lagi kalau bukan KH. Abdurrahman Wahid. Pondok Pesantren yang beliau gunakan untuk menimba ilmu berjara 3 km dari arah barat desa Bulurejo. Beliau tinggal di pondok pesantren tersebut hingga dewasa bahkan sampai menjadi mantri guru (kepala sekolah).
2.2 Guru-Guru Beliau
KH. Hasyim Asy’ari
2.3 Mendirikan Pondok Pesantren
Sekembalinya KH. M. Ya’qub Husein ke desa tempat kelahirannya, beliau mengadakan kegiatan pengajian al-Qur’an serta kitab-kitab kuning yang diselenggarakan di sebuah bangunan musholla yang terletak di depan rumahnya di Desa Bulurejo. Kemudian pada tahun 1955 Masehi, mushola tersebut beralih fungsi menjadi Masjid dan dijadikan sebagai tempat pelaksanaan Shalat Jum’at bagi warga desa setempat. Baru pada tahun 1965 Masehi, KH. M. Ya’qub Husein mulai mendirikan lembaga-lembaga pendidikan formal di sekitar bangunan Masjid, di antaranya Madrasah Ibtidaiyah (MI) al-Urwatul Wutsqo dengan jenjang pendidikan 6 tahun untuk pendidikan dasar.
Kemudian pada tahun 1969 Masehi beliau mendirikan Madrasah Muallimin dengan jenjang pendidikan 4 tahun yang dikenal sebagai Sekolah Guru, murid-murid yang melanjutkan ke jenjang pendidikan ini disiapkan untuk mengajar di sekolah-sekolah agama Islam. Dan pada tahun 1980 Masehi Madrasah Muallimin dengan jenjang pendidikan 4 tahun ini dirubah menjadi Madrasah Tsanawiyah (MTs) dengan jenjang pendidikan 3 tahun dan Madrasah Aliyah (MA) dengan jenjang pendidikan 3 tahun yang semuanya diasuh oleh KH. M. Ya’qub Husein di bawah naungan Yayasan Muhammad Ya’qub, sebagaimana nama pendirinya.
Dan pada tanggal 23 Januari 1976, K.H. M. Ya’qub Husein wafat di usia 60 tahun. Kemudian kepemimpinan berikutnya dilanjutkan oleh putra pertama beliau, yaitu KH. Drs. Muhammadu Ya’qub. Pada periode ini banyak diadakan pembangunan gedung-gedung sarana fisik pesantren, seperti lokal kelas madrasah, ruang-ruang pertemuan bagi guru, kamarkamar bagi santri yang mukim, serta meningkatkan aktivitas madrasah.
Namun pada tahun 1990, Drs. KH. Muhammadu Ya’qub yang juga memiliki jabatan sebagai Pengawas Madrasah di Kementerian Agama Kabupaten Jombang dipindatugaskan oleh pemerintah setempat untuk menjadi Pengawas Madrasah di Departemen Agama RI Kabupaten Lamongan, sehingga estafet kepemimpinan Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo dilanjutkan oleh putra KH. M. Ya’qub Husein yang ke-7, yaitu Gus Qoyim yang tak lain adalah adik kandung beliau.
Pada periode ini, Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo Jombang mengembangkan kegiatan formal serta non formal, kegiatan tarekat keislaman yang dilaksanakan di pesantren ini selanjutnya dikenal sebagai Tariqah Shadiliyyah alMas’udiyyah, pada periode ini pula Gus Qoyim melakukan perluasan pesantren dengan mendirikan unit pendidikan lain mulai jenjang awal seperti kelompok belajar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Primaganda, Taman Kanak-kanak (TK) Primaganda, Raudlatul Athfal al-Urwatul Wutsqo (RA-UW) 1, 2, dan 3.
Kemudian dilanjutkan ke jenjang sekolah menengah, antara lain Madrasah Tsanawiyah al-Urwatul Wutsqo (MTsUW), Madrasah Aliyah al-Urwatul Wutsqo (MA-UW), Sekolah Menengah Atas (SMA) Primaganda, termasuk mendirikan perguruan tinggi yang diberi nama Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) al-Urwatul Wutsqo, serta mengadakan kegiatan Kewirausahaan (yang dikenalkan oleh Gus Qoyim sebagai kegiatan‚ Amal Shaleh‛ kepada para santrinya) yang hasilnya memiliki nilai jual ekonomi di masyarakat untuk kemudian dapat dimanfaatkan oleh pesantren kembali sebagai bekal dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari para santri mengingat Pondok Pesantren al-Urwatul Wutsqo memang memiliki jargon ‚Pesantren Bebas Biaya‛ yang menjadikan kegiatan kewirausahaan tersebut sebagai salah satu kegiatan yang dapat membantu kebutuhan ekonomi pesantren.
Adapun karena memiliki nilai jual ekonomi, maka kemudian kegiatan Amal Shaleh yang dilaksanakan oleh para santri tersebut kemudian dikategorikan sebagai kegiatan wirausaha atau entrepreneurship, yang kegiatan pendidikannya dalam berwirausaha (yang akan dibahas pada bab selanjutnya) disebut sebagai edupreneurship (pendidikan kewirausahaan), karena hasil yang diperoleh dari kegiatan tersebut selain memiliki nilai ekonomi juga dilaksanakan sebagai bentuk pembelajaran kemandirian bagi para santri dalam menimba ilmu di Pesantren.
3. Penerus Beliau
3.1 Anak Beliau
- Drs. KH. Muhammadu Ya’qub, tahun 1976 hingga 1990
- Drs. KH. M. Qoyim Ya’qub, tahun 1990 hingga 2020
- Dra Hj. Chumaidah Syc
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Pada perkembangan selanjutnya, musholah yang didirikan beliau sangat banyak jama’ahnya, status awalnya adalah Musolah maka ditingkatkan menjadi Masjid jadi bisa di fungsikan untuk berjama’ah sholat jum’at. Bangunan masjid yang awalnya ramai menjadi berkurang dikarenakan selain merebilisasi serambi masjid juga terjadinya momentum G30S/PKI pada tahun 1995. Partai Komunis Indonesia (PKI) mempunyai misi merubah Indonesia menjadi negara anti Tuhan yakni dengan cara melakukan kekerasan, pembantaian, bahkan beberapa orang muslim sedang melaksanakan berjama’ah subuh dibunuh. Akan tetapi usaha mereka gagal sehingga PKI dinyatakan sebagai partai terlarang di Indonesia, dikarenakan terjadinya pembantaian massal secara nasional terhadap para antek partai terlarang tersebut.
Dari situasi yang mencekam tersebut, maka membludaklah orang yeng mencari perlindungan untuk menyelamatkan dirinya masing-masing. Tindakan yang mereka lakukan ialah dengan mendatangi masjid-masjid salah satunya masjid yang di dirikan oleh KH. M. Ya’qub Husein. Seperti penulis jelaskan diatas bahwa sebagian masyarakan ngebang ialah orang abangan yang banyak menjadi anggota PKI. Akibat dari peristiwa itu maka banyak sekali jam’ah yang melakukan sholat jum’at padahal ketika dulu mereka diajak sangat susah. Inilah momentum yang sangat tepat. Dengan adanya sholat jum’at selain terdapat khutbah yang mempunyai makna strategis dengan dakwah islamiyah, terdapat pula banyak pengikut jama’ah yang mau mengkuti ajaran yang di dakwahkan oleh beliau. Sejak itulah perjalanan dakwah dari dulu hingga sekarang berjalan dengan baik.
KH. M. Ya’qub Husein ialah orang yang senang menjalin silaturrahmi. Sering sekali beliau bersilaturrahim ke teman seperjuangannya dari berbagai desa untuk mengajak mendirikan masjid-masjid dengan arsitektur atau model yang sama dengan masjid yang beliau dirikan pertama kali. Masjid-masjid tersebut didirikan sebagai pusat dakwah Islam serta sebagai sarana lembaga pendidikan formal yaitu Madrasah Ibtidaiyah (MI).
KH. M.Ya’qub Husein merintis berdirinya lembaga pendidikan ma’arif tingkat kabupaten yang dibawah naungan Jam’iyah Nahdlatul Ulama’ (NU). Melalui LP Ma’arif NU ini beliau mengajak teman seperjuangannya untuk mendirikan Madsarah Ibtidaiyah (MI) disetiap desa, sebagai sarana awalnya ialah dengan menggunakan masjid ataupun rumah penduduk sebagai ruang kelas. Beliau mengupayakan para guru agama untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Adanya madrasah pada saat itu sangat penting dalam artian dapat mengkader da’i maupun mengisi momentum kemerdekaan Indonesia. Terlebih lagi, banyak sekali yang lulus jenjeng MI tersebut menjadi kyai dan mendirikan pondok peantren.
4.1 Karier Beliau
Pengasuh pesantren Al-Urwatul Wutsqo Jombang
5. Referensi
https://www.redaksippuw.eu.org/2023/10/profil-pondok-pesantren-al-urwatul.html