Laduni.ID, Jakarta – Hari ini Senin, 18 Desember 2023 bertepatan dengan hari wafat KH. Sholeh Darat, dan KH. Muhammad Ilyas Ruhiat.
KH. Sholeh Darat
Muhammad Shalih bin Umar As-Samarani atau yang lebih akrab disapa dengan panggilan KH. Sholeh Darat lahir pada sekitar tahun 1820 M/1235 H. di Dukuh Kedung Jumbleng, Desa Ngroto Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara.
Nama Darat yang dipakai oleh KH. Sholeh berawal dari kehidupannya yang tinggal di kawasan dekat pantai utara Semarang yakni, tempat berlabuhnya (mendarat) orang-orang dari luar Jawa. Kini, nama Darat tetap lestari dan dijadikan prasasti nama kampung, Nipah Darat dan Darat Tirto. Saat ini kampung Darat masuk dalam wilayah Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara.
KH. Sholeh Darat merupakan sosok ulama yang memiliki andil besar dalam penyebaran Islam di Pantai Utara jawa Khususnnya di Semarang. Ayahnya yaitu KH. Umar, adalah ulama terkemuka yang dipercaya Pangeran Diponegoro dalam perang Jawa melawan Belanda di wilayah pesisir utara Jawa.
Setelah mendapat bekal ilmu agama dari ayahnya, Kyai Sholeh kecil mulai mengembara, belajar dari satu ulama ke ulama lain. Tercatat KH. Syahid Waturaja (belajar kitab fiqih, seperti Fath Al-Qarib, Fath Al Mu’in, Minhaj Al-Qawim, dan Syarb Al-Khatib).Berlanjut kepada KH. Ahmad Bafaqih Balawi demi mengkritisi kajian Jauharah At-Tauhid buah karya Syekh Ibrahim Al-Laqani dan Minhaj Al-Abidin karya Al-Ghazali.
Masih di kota lumpia, Semarang, Kitab Masa’il As-Sittin karya Abu Al-Abbas Ahmad Al-Misri, sebuah depiksi tentang ajaran dasar Islam populer di Jawa sekitar abad ke-19 dicernanya dengan tuntas dari Syekh Abdul Ghani.
Tak pernah puas, haus ilmu, itulah sifat setiap ulama. Demikian pula beliau, nyantri kepada KH. Syada’ dan KH. Murtadla pun dijalaninya yang kemudian menjadikannya sebagai menantu. Setelah menikah, KH. Sholeh Darat merantau ke Makkah, di tanah haram, Beliau berguru kepada ulama-ulama besar, antara lain: Syekh Muhammad Al-Muqri, Syekh Muhammad ibn Sulaiman Hasbullah Al-Makki, Sayyid Ahmad ibn Zaini Dahlan, Syekh Ahmad Nahrawi.
Selama hayatnya, KH. Sholeh Darat pernah menikah tiga kali. Pernikahannya yang pertama adalah ketika beliau masih berada di Makkah. Tidak diketahui siapa nama istrinya. Dari pernikahannya yang pertama ini, beliau dikarunia seorang anak yang diberi nama Ibrahim. Tatkala KH. Sholeh Darat pulang ke Jawa, istrinya telah meninggal dunia dan Ibrahim tidak ikut serta ke Jawa. Ibrahim ini tidak mempunyai keturunan. Untuk mengenang anaknya (Ibrahim) yang pertama ini, KH. Sholeh Darat menggunakan nama Abu Ibrahim dalam halaman sampul kitab tafsirnya, Faidh Al-Rahman.
Pernikahannya yang kedua dengan Nyai Sofiyah, putri KH. Murtadho teman karib ayahnya, Kyai Umar, setelah beliau kembali ke Semarang. Dari pernikahannya ini, dikarunia dua orang putra, yakni:
- Kyai Yahya,
- Kyai Khalil.
Dari kedua putranya ini, telah melahirkan beberapa anak dan keturunan yang bisa dijumpai hingga kini.
Sedangkan pernikahannya yang ketiga dengan Nyai Aminah, putri Bupati Bulus, Purworejo, keturunan Arab. Dari pernikahannya ini, beliau dikaruniai anak. Salah satu keturunannya adalah Nyai Siti Zahrah. Nyai Siti Zahrah dijodohkan dengan KH. Dahlan santri KH. Sholeh Darat dari Tremas, Pacitan.
Dari pernikahannya ini melahirkan dua orang anak, masing masing Kyai Rahmad dan Aisyah. KH. Dahlan meninggal di Makkah, kemudian Siti Zahrah dijodohkan dengan KH. Amir, juga santri sendiri asal Pekalongan. Pernikahannya yang kedua Siti Zahrah tidak melahirkan keturunan.
KH. Sholeh Darat wafat di Semarang pada hari Jum’at Wage, 28 Ramadan 1321 H atau pada 18 Desember 1903 M. dalam usia 83 tahun. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Bergota Semarang. Setelah beliau wafat, setiap tanggal 10 Syawal, masyarakat dari berbagai penjuru kota berziarah untuk menghadiri haul beliau.
Simak Biografi Selengkapnya di; Biografi KH. Sholeh Darat
Simak Chart Silsilah Sanad Guru dan Murid
KH. Muhammad Ilyas Ruhiat
KH. Muhammad Ilyas Ruhiat lahir pada 31 Januari 1934 M. di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau putra pasangan KH. Ruhiat dan Nyai Hj. Siti Aisyah
KH. Muhammad Ilyas Ruhiat tak pernah nyantri di pesantren manapun selain dengan ayahnya sendiri. Kepada ayahnya, belajar beberapa kitab klasik seperti Jurumiyah, Alfiyyah, dan masih banyak lagi. Tak berhenti sampai disitu, kemudian mengambil kursus bahasa asing yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris. Pada umur 9 tahun, sudah menguasai kitab Jurumiyah dan pada usia 15 tahun sudah mampu menghafal dan menguasai kitab Alfiyyah Ibnu Malik. Oleh karenanya, diusia 15 tahun, telah dipercaya menggantikan ayahnya untuk mengajar di Cipasung.
KH. Muhammad Ilyas Ruhiat memulai pendidikannya dengan belajar di HIS Banjar (1940 – 1943), lalu melanjutkan lagi di Madrasah Diniyah Cipasung (1943 – 1946), kemudian di SPI Cipasung (1950 – 1953).
Ketika memasuki sekolah menengah, beliau melanjutkan pendidikannya dengan belajar di Madrasah Aliyah Persamaan (1968). Setelah selesai sekolah menengah, beliau kembali melanjutkan studinya dengan belajar di Universitas Madjapahit Jakarta, lalu di Universitas Islam Syekh Yusuf Jakarta, dan terakhir di Institut Islam Siliwangi Bandung. Namun semuanya tidak sampai tamat. Juga pemah mengikuti kursus kader mubaligh Pesantren Cipasung tahun 1954 M.
KH. Muhammad Ilyas Ruhiat menikah dengan Nyai Hj. Dedeh Tsamrotul Fuadah, dari pernikahan beliau dikaruniai tiga orang anak di antaranya:
- Gus Acep Zamzam Noor,
- Neng Ida Nurhalida,
- Neng Enung Nursaidah Rahayu.
KH. Muhammad Ilyas Ruhiat wafat pada 18 Desember 2007 di rumahnya, di Cipasung, Tasikmalaya.
Simak Biografi Lengkapnya di: Biografi KH. Muhammad Ilyas Ruhiat
Simak Chart Silsilah Sanad Guru dan Murid
Mari kita sejenak mendoakan beliau, semoga apa yang beliau kerjakan menjadi amal baik yang tak akan pernah terputus dan Allah senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau.
Semoga kita sebagai murid, santri, dan muhibbin beliau mendapat keberkahan dari semua yang beliau tinggalkan.
https://www.laduni.id/post/read/518017/info-harian-laduniid-18-desember-2023.html