Buletin Jumat Laduni.ID Edisi 84: Kebiasaan Tercela yang Harus Dihindari

Buletin Jumat Laduni.ID resmi untuk dicetak jarak jauh
Laduni.ID, Jakarta -“Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan kepadanya satu dinar, tidak dikembalikannya kepadamu kecuali jika kamu selalu menagihnya. yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta terhadap Allah, Padahal mereka mengetahui”. (QS. Ali Imran, 03:75).

Salah satu sikap yang tercela dari sebagian ahli kitab (Yahudi dan Nasrani), mereka enggan membayar hutang mereka atau menepati janji mereka. Hal ini terjadi biasanya pada hutang-hutang dalam jumlah yang kecil. Apabila hutang itu jumlahnya besar, mereka akan membayarnya, karena hal itu akan langsung berpengaruh pada kepercayaan orang lain terhadap mereka. Sebaliknya apabila hutangnya itu kecil, mereka merasa akan dapat dilupakan begitu saja. Sikap seperti ini mereka lakukan karena beranggapan bahwa bangsa-bangsa di luar Yahudi dianggap sebagai bangsa yang ummi (tidak pandai membaca dan menulis). Mereka menganggap orang-orang ummi yang tergolong bukan orang-orang Yahudi adalah orang-orang yang bodoh, orang-orang yang mudah dibohongi atau ditipu. Sikap seperti ini merupakan suatu pengkhianatan terhadap kebenaran ajaran agama yang diajarkan para Nabi dan Rasul melalui kitab sucinya.

Dalam ajaran agama ditetapkan agar setiap orang bersikap jujur, menepati janji, melaksanakan amanat, dan membayar segala jenis hutang yang dilakukan. Sikap ini harus dipraktikkan sama, baik kepada orang-orang yang seagama, atau yang berbeda agama. Demikian juga harus sama baik terhadap kelompok orang dalam satu bangsa, ataupun bangsa lain yang berbeda. Sebagian dari ahli kitab, menyampaikan kecurangan yang dilakukannya itu dengan alasan melaksanakan ajaran dari al-Kitab. Mereka berbuat dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui dan menyadarinya. Sikap ini akan menjauhkan mereka dari ajaran agama yang mereka peluk dan mengantarkan mereka pada kehidupan yang tercela, baik dalam kehidupan dunia, maupun dalam kehidupan akhirat.

Meskipun ayat ini ditujukan pada kaum Ahli Kitab, sesungguhnya memberikan pelajaran kepada kita umat Islam agar tidak melakukan hal seperti itu, karena sangat tercela dan dimurkai oleh Allah s.w.t.. Dalam kehidupan masyarakat banyak kita jumpai orang-orang yang meminjam harta orang lain dengan jumlah yang kecil, kemudian mereka tidak membayar, karena berhutang dalam jumlah yang kecil ini baisanya tidak disertai dengan transaksi yang tertulis, sehingga sulit membuktikannya. Orang-orang yang memiliki hati yang curang, memanfaatkan kelemahan itu sehingga mereka merasa tidak ada masalah apabila tidak membayar hutang, karena jumlahnya sedikit. Padahal, yang namanya hutang, banyak atau sedikit harus dibayar dengan lunas, tidak boleh diingkari atau dipungkiri.

Dalam ayat berikutnya ditegaskan bahwa sikap mereka itu sangat tercela dan dimurkai oleh Allah. Sebaliknya mereka yang menepati janji dan senantiasa bertakwa kepada Allah akan memperoleh kesuksesan.

بَلٰى مَنْ اَوْفٰى بِعَهْدِهٖ وَاتَّقٰى فَاِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِيْنَ (٧٦)

“(Bukan demikian), sebenarnya barang siapa yang menepati janji (yang dibuat) nya dan bertakwa, maka sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa”. (QS. Ali Imran, 03:76).

Ayat ini membantah segala kekeliruan mereka dan sekaligus meluruskan, bahwa barang siapa yang menepati janjinya, membayar hutangnya dengan baik, dan melaksanakan amanah dengan sempurna, mereka tergolong orang-orang yang bertakwa. Mereka yang bertakwa akan memperoleh keridhaan dan kasih sayang Allah s.w.t. dalam segala kehidupannya, baik pada masa kini, maupun pada masa yang akan datang.

Mereka yang menjual belikan ayat-ayat Allah atau menukarnya dengan harga yang murah, akan mendapatkan kemurkaan-Nya yang sangat berat. Mereka tidak akan memperoleh kebahagiaan di dunia maupun di akhirat, dijelaskan ayat berikutnya.

اِنَّ الَّذِيْنَ يَشْتَرُوْنَ بِعَهْدِ اللّٰهِ وَاَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيْلًا اُولٰۤىِٕكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللّٰهُ وَلَا يَنْظُرُ اِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَلَا يُزَكِّيْهِمْ ۖ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ (٧٧)
 

“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih.”. (QS. Ali Imran, 03:77).

Yang dimaksud menukar ayat-ayat Allah dengan harga yang murah adalah menukar kebenaran dengan kebatilan, dengan mengharap imbalan yang bersifat duniawi. Betapapun besarnya hitungan dari imbalan duniawi itu, tetap dianggap murah ataupun sedikit apabila dibandingkan dengan pentingnya menegakkan kebenaran. Dalam kehidupan masyarakat banyak kita jumpai orang-orang yang melakukan hal seperti ini. Mereka menukar kejujuran dengan dusta, menukar yang hak dengan yang batil, menukar hati nurani dengan kemauan hawa nafsu, dengan imbalan duniawi. Imbalan itu bisa berupa harta atau kedudukan yang ingin ia raih dalam kehidupan bermasyarakat. Orang yang melakukan hal ini tidak akan memperoleh kesuksesan.

Mereka yang menukar janji-janji Allah dengan harga yang murah, selain tidak akan meraih kesuksesaan di akhirat, mereka juga tidak akan memperoleh perhatian Allah s.w.t. di hari kiamat. Yang dimaksud dari tidak dilihat oleh Allah s.w.t. adalah tidak memperoleh kasih sayang-Nya di akhirat. Allah s.w.t. tidak akan mensucikan mereka dari kesalahan dan dosa mereka, karena itu mereka akan ditimpa azab yang menyakitkan. Allah s.w.t. memberikan rahmat dan kasih sayang-Nya kepada mereka yang membela kejujuran, yang melaksanakan amanat serta menunaikan janji dan hutang-hutang mereka kepada sesamanya. Dengan demikian mereka tidak tergolong orang-orang yang menjual agamanya dengan harga yang murah, karena ingin meraih kemewahan duniawi. Mereka yang melaksanakan amanah sebagaimana disebutkan di atas akan meraih ksesuksesan di dunia dan akhirat, serta mendapatkan naungan dari Allah s.w.t. dengan keridhaan-Nya.

Sebagian dari Ahli Kitab, terutama pada pendeta, rahib, dan tokoh-tokoh agamanya sering memutarbalikkan ayat-ayat dari kitab suci mereka, dengan tujuan memperoleh apa yang mereka harapkan dari kehidupan dunia. Sikap ini, merupakan aktivitas yang sangat tercela, karena mereka telah melakukan dusta terhadap Allah dan melakukan penipuan terhadap umatnya sendiri, disebutkan dalam ayat berikutnya:

“Sesungguhnya diantara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca al-Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari al-Kitab, padahal ia bukan dari al-Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui.”.

Dalam kehidupan Ahli Kitab, sering difatwakan agar orang-orang awam tidak diberikan kebebasan untuk mempelajari al-Kitab. Karena itu, hanya para tokoh agamanyalah, seperti pendeta, rahib yang memonopoli pemahaman terhadap al-Kitab tersebut. Karena pemahamannya dimonopoli oleh tokoh-tokoh agamanya saja, maka mereka bisa bersikap seenaknya untuk memutarbalikkan ayat-ayat dari kitab suci tersebut. Mereka sering menyebutkan ayat-ayat tertentu yang mereka buat sendiri dengan dikatakan berasal dari Allah. Selain dari mengubah teks-teks kitab suci, mereka juga memonopoli pemahaman dari teks-teks itu dan hal ini sering diplesetkan sehingga pemahamannya hanya menguntungkan tokoh-tokoh agamanya saja.

Langkah-langkah sebagaimana disebutkan di atas, merupakan tindakan dusta terhadap Allah dan membohongi jamaahnya sendiri. Ayat ini sekaligus memperingatkan kepada tokoh-tokoh agama secara umum supaya tidak melakukan hal seperti itu, karena di samping membahayakan dirinya, juga menyesatkan umatnya. Tokoh-tokoh agama yang tidak memegang amanah, sering menetapkan fatwa-fatwa keagamannya berdasarkan pesanan dari kelompok-kelompok tertentu untuk memberikan justifikasi terhadap tindakan-tindakan mereka yang memesan fatwa tersebut. Akibatnya fatwa itu tidak sesuai dengan kebenaran yang diajarkan agama, akhirnya menjadi sesat dan meyesatkan.

Sebagian orang-orang Yahudi, melakukan berbagai macam kecurangan terhadap bangsa-bangsa lain di luar bangsanya, hal ini terjadi karena mereka beranggapan bahwa berbuat curang terhadap bangsa-bangsa di luar Yahudi adalah tidak berdosa, ataupun kalau berdosa hanya sedikit saja. Dalam menetapkan perjanjian, mereka memilah dan memilih dengan siapa mereka bertransaksi. Apabila mereka bertransaksi dengan bangsanya sendiri, maka akan menunaikan perjanjian tersebut.

Apabila melakukan perjanjian dengan bangsa lain, mereka sering mengingkari. Mereka yang sengaja mengingkari perjanjian yang telah mereka tetapkan, mengkhianati amanah dan berdusta terhadap kebenaran akan mendapat kesulitan baik dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akhirat. Sebaliknya mereka yang menunaikan janji-janji yang telah ditetapkannya, melaksanakan amanah dengan jujur, dan membayar hutang-hutang mereka dengan baik, akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat disertai keridhaan Allah s.w.t..

 

Semoga bermanfaat

_______________________________________________________

Buletin Jum’at  laduni.ID edisi 84  file PDF bisa dibaca dan DOWNLOAD DI SINI
Simak Biografi KH. Hasan Bisri Syafi’i Karawang
Simak juga inovasi Laduni.ID dalam menampilkan grafis chart silsilah guru beliau Di SINI

https://www.laduni.id/post/read/518056/buletin-jumat-laduniid-edisi-84-kebiasaan-tercela-yang-harus-dihindari.html