Biografi Syekh Tolhah Kalisapu, Cirebon

Daftar Isi:

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1  Pendidikan
2.2  Guru-Guru

3.    Penerus
3.1  Murid-Murid

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Menjadi Mursyid Tarekat
4.2  Mendirikan Pesantren
4.3  Menjadi Penasehat

5.    Referensi

1. Riwayat Hidup dan Keluarga

1.1 Lahir
Syekh Tolhah bin Tolabuddin lahir di Desa Trusmi, Weru, Cirebon sekitar tahun 1825 M. beliau merupakan putra dari KH. Tolabuddin bin KH. Saidin bin Kyai Rafiuddin atau Kyai Asasudin. Melalui jalur nasab ini, Syekh Tolhah merupakan keturunan Sunan Gunung Jati melalui Pangeran Trusmi.

1.3 Wafat
Syekh Tolhah wafat pada tahun 1935 M, dan dimakamkan di kompleks pemakaman Gunung Jati

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.1 Pendidikan
Lahir dari keluarga yang kental dengan ilmu agama. Kyai Tolhah muda tentunya menikmati perjalanan intelektualnya yang luar biasa. Beliau tercatat pernah berguru kepada Kyai Adzro’i di Pesantren Babakan Ciwaringin sebelum mengembara ke Jawa Timur untuk belajar di Pesantren Gebang Tinatar di bawah bimbingan Kyai Kasan Besari dan di Pesantren Gresik.

Ketika sedang belajar ilmu di Pesantren Gresik diminta pulang oleh ayahnya yang sudah sepuh untuk membantu mengurus Pesantren Rancang yang awalnya dibangun oleh kakek buyutnya, Kyai Rafi’udin. Tapi tidak lama, beliau memutuskan untuk pergi belajar ilmu Islam ke Haramain.

Selama berada di Haramain, Syekh Tolhah berguru dengan ulama Nusantara seperti Syekh Nawawi Al-Bantani dan Syekh Khalil Bangkalan Madura. Selain melaksanakan ibadah haji, beliau juga bermukim di Makkah.

Di sana, beliau mempelajari Ilmu Tasawuf dan Tarekat dari Syekh Ahmad Khatib Sambas bin Abdul Ghafar khusus tentang TQN (Tarekat Qodiriyah wa Naqsyabandiyah) hingga mencapai kedudukan sebagai Wakil Talqin dan membantu Syekh Ahmad Khatib Sambas beberapa tahun lamanya.

Pada usia 43 tahun, beliau baru kembali ke Cirebon dan telah ditetapkan sebagai khalifah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah. Melihat riwayat pendidikan di atas, Syekh Tolhah bisa dikatakan sebagai sosok yang berhasil membangun jaringan ulama Cirebon dengan Timur Tengah.

2.2 Guru-Guru

  1. KH. Tolabuddin (ayah),
  2. KH. Adzro’i, di Pesantren Babakan Ciwaringin,
  3. KH. Hasan Besari, di Pesantren Gebang Tinatar,
  4. Syekh Nawawi Al-Bantani,
  5. Syekh Khalil Bangkalan Madura,
  6. Syekh Ahmad Khatib Sambas.

3, Penerus

3.1 Murid Beliau

  1. Syekh Malawi (anak),
  2. Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad (Abah Sepuh),
  3. KH. Zaenal Abidin,

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Menjadi Mursyid Tarekat
Syekh Tolhah dikenal sebagai tokoh tarekat. beliau bahkan tidak hanya mengamalkan satu tarekat saja. Selain Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah, Syekh Tolhah juga menggeluti Tarekat Khalwatiyah. Namun ijazah mursyidnya, beliau dapatkan dari Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Hal itu berbeda dengan ayahnya, KH. Tolabuddin, yang tercatat sebagai pengamal Tarekat Syathariyah. KH. Tolabudin merupakan murid Syekh Muji atau Buyut Muji yang dikenal sebagai guru para tokoh Perang Kedondong.

Sebagai wakil di Cirebon yang merupakan bagian dari wilayah Jawa Barat, Syekh Tolhah berusaha keras agar Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dapat berkembang dengan lancar. Sayangnya, situasi yang masih dalam masa penjajahan Belanda, terlebih Belanda menyatakan bahwa tarekat adalah musuh nomor satu dan menetapkan strategi untuk mengikis habis tarekat, mengakibatkan perkembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah tidak berjalan maksimal.

4.2 Mendirikan Pesantren
Akhirnya, Syekh Tolhah meminta izin kepada ayahnya untuk membuka pesantren di tempat lain yang lebih aman dari incaran keamanan Belanda yang mulai mengetahui identitas syekh Tolhah sebagai seorang tokoh ulama tarekat yang baru kembali dari Makkah.

Lokasi pesantren yang dianggap aman dan memenuhi beberapa aspek kepentingan menurut Syekh Tolhah adalah daerah Begong (Termasuk ke wilayah desa Kalisapu Kecamatan Cirebon Utara). Pada kondisi lingkungan seperti itulah Pesantren Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah pertama kali dibangun di Jawa Barat secara mandiri, sekitar tahun 1879 M oleh Syekh Tolhah.

Beberapa tahun kemudian Syekh Tolhah memindahkan kembali Aktivitas Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ke Trusmi dikarenakan di Begong sering terjadi banjir karena posisinya yang dekat dengan laut. Sejak didirikan Pesantren di Begong hingga pindah ke Trusmi, cukup banyak kyai-kyai serta santri remaja yang datang dari berbagai daerah.

Dari sekian banyak muridnya ada seseorang yang sangat menonjol. Beliau adalah kyai muda yang berasal dari Tasikmalaya bernama Kyai Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad yang kemudian terkenal dengan sebutan Abah Sepuh atau Ajengan Godebag. Beliau adalah yang paling lama belajar dengan Syekh Tolhah bahkan sudah dianggap sebagai keluarganya.

Semula, Syekh Tolhah sudah menunjuk calon penggantinya yaitu putra sulungnya, Kyai Malawi. Tetapi, Kyai Malawi malah meminta izin untuk pergi ke Makkah dan tinggal di sana untuk menuntut ilmu. Setelah kembali dari Makkah, KH. Malawi memohon untuk tidak menjadi Khalifah Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah menggantikan ayahnya, karena dia termasuk daftar kiai yang dicari aparat keamanan Belanda sehingga dapat menggangu perkembangan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.

Berdasarkan situasi tersebut, maka Syekh Tolhah kemudian menetapkan pengganti dari muridnya yang sudah memenuhi persyaratan untuk menjadi khalifah atau Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yaitu Syekh Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad atau Abah Sepuh dari Tasikmalaya.

Peresmian Abah Sepuh menjadi wakil khalifah atau Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah dilaksanakan di rumah Syekh Tolhah yang berlokasi di Trusmi sekitar tahun 1900 M. Beberapa tahun setelah peresmian, Abah Sepuh masih berada di Trusmi untuk membantu Syekh Tolhah. Akan tetapi karena situasi semakin memburuk di Cirebon, maka Abah Sepuh diperintahkan oleh Syekh Tolhah untuk membuka pesantren di Tasikmalaya dan mengembangkan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Jawa Barat.

Selain melalui jalur Abah Sepuh, Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah juga berkembang melalui murid yang lain yang bernama KH. Zaenal Abidin yang menjadi guru KH. Muhammad Qosim Gunung Jati yang nantinya menurunkan kepada KH. Zamzami Amin (Katib Awwal Idarah Aliyah JATMAN) Babakan Ciwaringin. Mata rantai kemursyidan Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah ini masih berjalan meskipun tidak sepopuler Tarekat Syattariyah yang berkembang di beberapa pesantren seperti Benda Kerep maupun di keraton.

Sementara Suryalaya mengukir sejarah perkembangannya sendiri, dari sumber KH. Zamzami Amin, pada jalur keluarga pun garis kemursyidan itu tetap berlangsung. Dari Sheikh Tolhah, Syekh Malawi, KH. Zainal Abidin, KH. Muhammad Qosim serta pada KH. Zamzami Amin sendiri sekarang.

4.3 Menjadi Penasehat
Syekh Tolhah pernah menjadi penasehat dan pembimbing keagamaan di Kesultanan Kasepuhan Cirebon, Bupati Kuningan 1892 dan bagi para pejabat tinggi pemerintahan dan para bangsawan di Cirebon.

5. Referensi
NU Online Jabar

https://www.laduni.id/post/read/525396/biografi-syekh-tolhah-kalisapu-cirebon.html