Mengenang Kepergian Abdul Hadi WM Sosok Penyair Religius dan Sufistik

Puisi sebagai mediator sarana dalam mengungkapkan segala bentuk kerisauan atau kegelisahan. Terkadang juga syair dan puisi bisa bermakna ganda, juga berdimensi. Seperti dimensi sufistik dalam menyampaikan kebijaksanaan mistik. Puisi juga menggambarkan perasaan dan ekspresi pengarang maupun pembaca. Pada akhirnya puisi juga banyak diminati banyak orang.

Salah satu sastrawan yang juga memiliki corak itu adalah Abdul Hadi WM. Beliau memang penyair yang menjadi salah satu pelopor sastra sufistik di Indonesia. Selain yang terkenal dari Timur seperti Jalaluddin Rumi, Mansur Al Hallaj, Rabiah Al adawiyah, Indonesia tidak kalah dengan munculnya karya Abdul Hadi WM, seperti Misalnya karyanya beriudul “Tuhan Begitu Dekat”, “Kembali ke Akar, Kembali ke Sumber”, “Pembawa Matahari” serta karya- karya lainnya yang juga terdapai esai- esai beliau yang tidak luput dari dunia spiritual dan religius.

Menurut sumber Kemendikbud.go.id, nama lengkap beliau adalah Abdul Hadi Widji Muthari—adalah penyair, budayawan, dan cendekiawan muslim yang lahir pada tanggal 24 Juni 1946 di kota Sumenep, Madura. Dia berasal dari kalangan keluarga muslim yang taat beribadah. Ayahnya seorang muslim Tionghoa dan ibunya masih keturunan keluarga Keraton Surakarta. Orang tuanya memiliki sebuah pesantren di kota kelahirannya, “Pesantren An-Naba”. Dia menikah dengan Tejawati. Dari hasil perkawinan itu, ia dianugerahi tiga orang putri yang diberi nama Gayatri Widotami, Dian Kuswandari, dan Ayusa Ayuthaya.

Baca juga:  Ulama Banjar (43): H. M. Syamsuri

Corak Sastra sufistik dijelaskan beliau menurutnya  adalah sastra yang menekankan pada hal-hal spiritual (transenden), karena merujuk pada pengalaman-pengalaman mistik yang hakikatnya seperti keadaan manusia dalam meditasi mendalam, kerinduan dan kesatuan mistik transenden. (Yakin Ainul: 2022)

Sekitar tahun 1970-an, para pengamat menganggapnya sebagai pencipta puisi sufi. Dia menulis tentang kesepian, kematian dan waktu. Seiring berjalannya waktu, karya-karyanya semakin diwarnai dengan tasawuf Islam. Ia kerap disamakan dengan sahabat karibnya, Taufik Ismail, yang juga menulis puisi religi. Namun dia membantah. “Dengan menulis, saya mengajak orang lain untuk merasakan pengalaman keagamaan yang saya alami. Taufik sekaligus menonjolkan sisi moralitasnya.” (Sumiati: 2012)

Selain itu beliau juga seorang akademisi dan bergelut di dunia filsafat dan tasawuf. Pada tahun 1997, ia memperoleh gelar doktor dengan tesis “Estetika Sastra Sufi: Kajian Hermeneutik Karya Syekh Hamzah Pansuri”. Tesisnya dimuat dalam buku berjudul Tasawuf Tertindas. Kajian hermeneutika terhadap karya Hamzah Fansuri yang dilakukan penerbit Paramadina pada tahun 2001. Serta banyak juga karya- karya beliau yang bernuansa filsafat, seperti buku judulnya “Agama dan Puisi”, “Cakrawala Budaya Islam”. (Hardiantoro: 2024)

Membedah Makna Puisi Tuhan Begitu Dekat

Tuhan Kita begitu dekat.. Sebagai api dengan panas.. Aku panas dalam apimu

Tuhan Kita begitu dekat.. Seperti angin dan arahnya.. Aku arah dalam anginmu..

Baca juga:  Kisah Keberkahan yang Diperoleh Mbah Arwani Disaat Nyantri di Mbah Manshur Popongan

Tuhan Kita begitu dekat.. Sebagai kain dengan kapas.. Aku kapas dalam kainmu..

Dalam gelap Kini aku nyala.. Pada lampu padam mu

Dalam puisinya tersebut sangat kental dengan makna sufistik, pencarian akan Ketuhanan dalam perjalanan spiritual. Puisinya menunjuk kepada keakraban dan keintiman seorang hamba dan pencipta. Yang disimbolkan dengan dzat serta ciptaannya, seperti api yang menciptakan efek panas, angin yang menciptakan arah. Dalam dimensi islam tahapan seorang hamba memahami kedekatan dirinya dengan Tuhan adalah tahapan “Makrifat”, karena Tuhan sendiri telah berfirman bahwa dirinya lebih dekat dengan urat nadi seseorang. Maka dari itu hubungan Hamba dan Penciptanya akan selalu terikat. Bahkan suatu saat akan menyatu akan kesatuan. Alam, Manusia hanyalah serangkaian musabab dari Kehendak-Nya.(Al-Ma’ruf: 2012)

وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيدِ

“Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya” (Qaaf : 16).

Puisi Abdul Hadi WM “Tuhan Begitu Dekat’”, menunjukan dirinya sebagai sisi seorang sufi dari beberapa penyair terkenal. Ia bagaikan menciptakan kesegaran baru dan nama baru “Jalaluddin Ruminya Indonesia”. Abdul Hadi WM berhasil menciptakan Citraan Imaji dalam karya sastra. Kumpulan tulisannya pasti diadaptasi dari pengalaman batin dan spiritualnya menuju pencerahan makna dan mengajak pembacanya untuk selalu merenungi keberadaannya sebagai manusia, makrokosmos atau mikrokosmos. (Sumiati: 2011)

Baca juga:  Mbah Shodiq Kiai Sat-set (4): Pintu untuk Umat

Keteladanan dan Penghargaan

Tahun 1969 beliau mendapat penghargaan puisi terbaik kedua dari majalah sastra Horison, tahun 1978 mendapat penghargaan puisi terbaik dari Dewan Kesenian Jakarta. Pada tahun 1979, Abdul Hadi menerima Art Award dari Pemerintah Republik Indonesia dan pada tahun 1985 MARO Write Award di Bangkok, Thailand. Pada tahun 2003, ia mendapatkan gelar master dari Kuala Lumpur. Banyak pertemuan penyair dan sastra terjadi di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Jepang. Thailand, Korea Selatan, Rotterdam, London, Amerika Serikat, Libya, Irak, Iran dan lain-lain.

Puisi-puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, Prancis, Belanda, Jepang, Jerman, Cina, Thailand, Arab, Bengali, Urdu, Korea, dan Spanyol. Selain penghargaan beliau memiliki keteladanan sebagai sosok yang ulet dalam menciptakan karya sastra, serta fokusnya yang dalam terhadap islam dan kebudayaan. Menurut dia islam adalah agama yang universal secara ajaranya. Walaupun sedikit sekali beliau memberikan referensi arab, tapi puisi- puisi, esai- esai beliau memberikan kita kedalaman makna dan nafas segar bagi puisi murni. (Sumiati: 2012)

Beliau akan selalu hidup dalam setiap karyanya, walau kepergiannya kini memberikan duka dalam dunia sastra & kebudayaan. Tapi beliau adalah sosok teladan bagi seseorang yang produktif, selalu mencari makna dan arti dari sebuah kehidupan. Sekian.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/kwy/mengenang-kepergian-abdul-hadi-wm-sosok-penyair-religius-dan-sufistik-b248896p/