Benarkah Surga Adam Ternyata Bukan di Langit?

Laduni.ID, Jakarta – Perlu diketahui bahwa, terlihat terjadi paradoksal posisi surga dalam pemaparan beragam perspektif yang menjelaskan definisi surga, dan hakikat surga Adam. Hal ini menarik jika ditelaah lebih dalam perihal etimologi dan terminologi surga yang dalam beberapa pandangan kelihatan memunculkan kontroversi.

Dalam konteks bahasa Arab menurut Muhammad Al-Tawanji dalam karyanya Al-Mu’jam Al-Mufassal fi Tafsir Gharib Al-Qur’an Al-Karim, makna jannah dalam segi etimologi bermakna “taman yang memiliki pepohonan”. Term ini berasal dari kata kerja janna (fiil madhi) yang artinya “menutup”. Kaitannya adalah taman yang memiliki pepohonan tersebut sangat rindang sehingga cabang-cabang dengan dedaunan yang rimbun tersebut bertautan dengan cabang-cabang pohon lainnya sehingga orang yang berteduh di taman tersebut tertutup oleh rindangnya daun pepohonan dalam taman tersebut. Kata jannah (al-jannah) banyak termaktub dalam ayat-ayat Al-Qur’an dan juga dalam hadis nabi Muhammad SAW antara lain digambarkan sebagai tempat di hari akhirat yang dijanjikan atau disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Ia adalah taman yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang airnya tidak pernah berubah, sungai-sungai anggur yang lezat serta sungai-sungai madu yang murni.

Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan surga ialah suatu tempat tinggal atau perumahan yang disediakan oleh Allah SWT untuk hamba-hamba-Nya yang bertakwa kepada-Nya sebagai balasan terhadap mereka atas keimanannya yang benar serta amal perbuatannya yang salih. Terdapat beberapa jannah yang tercantum dalam ayat-ayat Al-Qur’an, misalnya jannah Al-Ma’wa (surga tempat kembali), jannah ‘Adn (surga sebagai tempat tinggal yang kekal), Dar Al-Khulud (perumahan yang kekal), jannah Al-Firdaus (surga Firdaus), Dar Al-Salam (perumahan yang sejahtera), Dar Al-Maqamah (perumahan yang tenang), jannah Al-Na’im (taman kenikmatan), Maqam Amin (kedudukan yang sentosa), dan lain-lain.

Aneka ragam nama-nama surga tersebut kiranya merupakan tingkatan-tingkatan surga dengan ditandai dengan nama-nama tertentu, sebagaimana surga Firdaus yang menurut Al-Sabuni adalah “tingkatan surga yang tertinggi”.

Terdapat ciri khusus kata jannah yang termaktub dalam mushaf Al-Qur’an, apabila kata jannah dikaitkan dengan kata di belakangnya (idafah), misalnya Jannat Al-Na’im (taman penuh dengan kenikmatan), Jannat Al-Khuld (taman hidup kekal), Jannat Al-Ma’wa (taman penuh ketentraman), maka jannah yang dimaksud adalah jannah yang memiliki arti surga yang telah dijanjikan Allah bagi seorang mukmin yang melakukan amal kebajikan selama hidupnya.

Tetapi apabila kata jannah tanpa lam ta’rif (nakirah) dan ada kaitannya dengan kata lain di belakangnya, maka kata jannah tidak harus dimaknai dengan surga. Misalnya dalam Surat Al-Baqarah ayat 266:

اَيَوَدُّ اَحَدُكُمْ اَنْ تَكُوْنَ لَهٗ جَنَّةٌ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُۙ لَهٗ فِيْهَا مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِۙ وَاَصَابَهُ الْكِبَرُ وَلَهٗ ذُرِّيَّةٌ ضُعَفَاۤءُۚ فَاَصَابَهَآ اِعْصَارٌ فِيْهِ نَارٌ فَاحْتَرَقَتْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَ ࣖ ٢٦٦

“Apakah salah seorang di antara kamu ingin memiliki kebun kurma dan anggur yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, di sana dia memiliki segala macam buah-buahan. Kemudian, datanglah masa tua, sedangkan dia memiliki keturunan yang masih kecil-kecil. Lalu, kebun itu ditiup angin kencang yang mengandung api sehingga terbakar. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu memikirkannya.” 

Dalam ayat di atas, kata jannah yang nakirah maknanya ‘kebun’. Dan selain ayat tersebut ada beberapa kata jannah yang memiliki arti kebun, taman, dan lain-lain. Sedangkan dalam kisah Adam, kata surga dapat ditelusuri di antaranya pada Surat Al-A’raf ayat 19

وَيٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ فَكُلَا مِنْ حَيْثُ شِئْتُمَا وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ١٩

“Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di surga (ini). Lalu, makanlah apa saja yang kamu berdua sukai dan janganlah kamu berdua mendekati pohon yang satu ini sehingga kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”

Kata jannah di atas (al-jannah) merupakan ma’rifat, berbeda dengan Surat Al-Baqarah ayat 266.

Selanjutnya yang masih menjadi bahan perdebatan adalah yang dimaksud surga dalam ayat tersebut apakah surga yang dijanjikan Allah SWT atau surga di tempat lain? Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa surga itu tempat yang sangat indah di bumi dan ada yang menyatakan bahwa surga yang dimaksudkan adalah surga akhirat.

Ulama berbeda pendapat dalam permasalahan ini, jumhur ulama berpendapat bahwa surga yang dimaksud adalah surga akhirat yang berada di langit, yang kelak akan dihuni oleh kaum mukminin yang beramal saleh dan taat atas perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Di antara dalil yang menguatkan pendapat ini ialah hadis Muslim berikut:

 وعن حُذَيْفَةَ وَأَبي هريرة رضي اللَّه عنهما قالا: قالَ رسول اللَّه ﷺ يَجْمَعُ اللَّه تَباركَ وَتَعَالَى النَّاسَ، فَيقُومُ الْمُؤمِنُونَ حَتَّى تزْلفَ لَهُمُ الْجَنَّةُ، فَيَأْتُونَ آدَمَ صلواتُ اللَّه عَلَيْهِ فَيَقُولُون: يَا أَبَانَا، اسْتَفْتِحْ لَنَا الْجَنَّةَ، فَيقُولُ: وهَلْ أَخْرَجَكُمْ مِن الْجنَّةِ إِلَّا خَطِيئَةُ أَبِيكُمْ؟ لَسْتُ بصاحبِ ذَلِكَ، اذْهَبُوا إِلَى ابْنِي إبْراهِيمَ خَلِيل اللَّه. قَالَ: فَيأتُونَ إبْرَاهِيمَ، فيقُولُ إبْرَاهِيمُ: لَسْتُ بصَاحِبِ ذَلِك، إِنَّمَا كُنْتُ خَلِيلًا مِنْ وَرَاء وراء، اعْمَدُوا إِلَى مُوسَى الَّذِي كَلَّمهُ اللَّه تَكْلِيمًا. فَيَأْتُونَ مُوسَى، فيقُولُ: لسْتُ بِصَاحِب ذلكَ، اذْهَبُوا إِلَى عِيسى كَلِمَةِ اللَّه ورُوحِهِ. فَيقُولُ عيسَى: لَسْتُ بِصَاحِبِ ذلكَ. فَيَأْتُونَ مُحَمَّدًا ﷺ، فَيَقُومُ، فَيُؤْذَنُ لَهُ، وَتُرْسَلُ الأَمانَةُ والرَّحِم

“Diriwayatkan dari sahabat Huzaifah r.a. ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: Allah Yang Maha Suci dan Maha Tinggi akan mengumpulkan manusia, kemudian ketika surga telah didekatkan, maka orang-orang mukmin akan bangkit, dan mendatangi nabi Adam AS, kemudian mereka akan berkata kepadanya: ‘Wahai bapak kami, mohonlah agar surga segera dibukakan untuk kami’. Maka beliau menjawab: Tidaklah ada yang mengeluarkan kamu dari surga, melainkan kesalahan bapakmu Adam …”

Dari hadis tersebut Jumhur Ulama berpendapat bahwa surga yang pernah dihuni nabi Adam AS beserta istrinya Hawa adalah surga yang ada di langit, bukan surga dengan pengertian taman yang indah yang ada di bumi. Bahkan menurut Ibn Katsir dan Al-Qurtubi bila dicermati dan diamati lebih jauh dan mendalam, maka pendapat Jumhur Ulama lebih kuat, karena didukung oleh pemahaman kedua hadis di atas.

Setelah memperhatikan definisi surga, selanjutnya akan dijelaskan yang menjadi pokok pembahasan adalah di manakah surga Adam sebenarnya? Apakah surga Adam ada di langit sebagaimana pendapat Ibn Katsir atau kah berada di bumi? Kata al-Jannah dalam kisah Adam tidak dikaitkan dengan kata di belakangnya. Jadi kata al-Jannah dalam kisah Adam mesti dimaknai ‘Surga’. Sungguh pun demikian dapat diyakini bahwa kata al-Jannah yang dipakai dalam kisah Adam adalah surga yang dimaksudkan oleh Allah yaitu surga tempat orang-orang mukmin. Surga yang sangat indah dengan berbagai macam kebun atau taman, banyak mata air yang jernih, pohon-pohon yang rindang serta buah-buahan yang lebat. Sebuah keadaan alam yang sangat ideal, yang disediakan bagi Adam dan Hawa. Definisi ini mengacu pada Surat Al-A’raf ayat 19, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

Menurut pendapat mufasirin. Sungguhpun demikian, ada baiknya jika dihadirkan firman Allah dalam Surat Al-Baqarah ayat 35:

وَقُلْنَا يٰٓاٰدَمُ اسْكُنْ اَنْتَ وَزَوْجُكَ الْجَنَّةَ وَكُلَا مِنْهَا رَغَدًا حَيْثُ شِئْتُمَاۖ وَلَا تَقْرَبَا هٰذِهِ الشَّجَرَةَ فَتَكُوْنَا مِنَ الظّٰلِمِيْنَ ٣٥

“Kami berfirman, “Wahai Adam, tinggallah engkau dan istrimu di dalam surga, makanlah dengan nikmat (berbagai makanan) yang ada di sana sesukamu, dan janganlah kamu dekati pohon ini, sehingga kamu termasuk orang-orang zalim!”

Menurut Ibn Katsir, yang dimaksud ‘istrimu’ adalah Hawa, yang diciptakan dari tulang rusuk Adam sebelah kiri; maka dari sebab itulah tulang rusuk kiri manusia kurang satu, yang sebelah kanan berjumlah 18 dan yang kiri berjumlah 17, demikian menurut Sulaiman ibn ’Umar dalam kitabnya. Sedangkan menurut Quraish Shihab yang dimaksud uskun (bertempat tinggallah) adalah Adam dan Hawa berdua saja, bukan bersama anak cucu Adam.

Dalam sebuah disertasi milik Moch. Thohir ‘Aruf yang berjudul “Perspektif Ibn Katsir tentang Eksistensi Adam” menurutnya, yang menjadi polemik dan kontroversi pula tentang kisah Adam AS adalah tentang surga Adam sebelum bertempat tinggal di permukaan bumi. Surganya berada di bumi ataukah di langit? Secara global pemikiran dan interpretasi para penulis maupun mufasir dapat diklasifikasikan ke beberapa macam.

Pertama, interpretasi Sayyid Qutub (1906-1966 M) dalam kitabnya Fi Zilal Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 30-39 tentang kisah nabi Adam, beliau mempertanyakan dimana peristiwa itu terjadi? Apa macam surga yang ditempati Adam dan istrinya sementara waktu itu? Siapakah gerangan malaikat itu? Siapa pula Iblis? Bagaimana Allah berfirman kepada mereka? Dan bagaimana pula mereka menjawabnya?   Beliau menyatakan bahwa hal-hal tersebut adalah perkara gaib yang hanya Allah saja yang mengetahuinya, tidak ada gunanya bagi manusia mengetahui hakikat dan tabiatnya.

Sebab itu akal manusia tidak perlu terlalu membahas dengan mendalam perkara ini, karena dia tidak memiliki sarana untuk mencapainya. Karena itu kita tinggalkan saja urusan perkara gaib ini kepada Yang Berwenang dan cukup bagi kita untuk mengambil ceritanya saja, yang sekiranya bermanfaat bagi kehidupan kita.

Kedua, interpretasi Muhammad Abduh (1266 H/1849 M-1323 H/1905 M) yang menyusun sebagian kitab Tafsir Al-Manar, beliau menyatakan bahwa ayat-ayat tentang kisah Adam adalah ayat-ayat mutasyabihat yang harus ditakwilkan. Karena itu beliau mentakwili kata jannah dengan “kenikmatan hidup”, kata syajarah ditakwili dengan “insting yang menimbulkan kemaksiatan dan pelanggaran”. Meskipun beliau mentakwili kata-kata dalam ayat kisah tersebut, namun ternyata beliau menyatakan bahwa Adam ketika diciptakan berada dibumi dan tidak ada informasi dalam ayat-ayat kisahnya yang berulang-ulang di sejumlah Surat Al-Qur’an bahwa Allah mengangkatnya ke surga sebagai tempat balasan amal kebaikan.

Dengan kata lain Muhammad Abduh berpendapat bahwa eksistensi Adam ketika diciptakan ada di surga dunia bukan di surga yang kekal. Beberapa penulis barat yang identik dengan pendapat tersebut diantaranya James M.Gray dan James F. Driscoll dalam judul artikel yang sama. “Garden of Eden”, yang pertama berpendapat bahwa lokasi surga Adam tersebut berada dikawasan sungai Euphrates dan sungai Tigris dan yang kedua menyatakan berada di atas bukit. Allahu A’lam. []


Penulis: Kholaf Al Muntadar

Editor: Lisantono

https://www.laduni.id/post/read/525593/benarkah-surga-adam-ternyata-bukan-di-langit.html