Daftar Isi:
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendiidkan
2.2 Guru-Guru
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Masjid
3.2 Mendirikan Pesantren
3.3 Kiprah di Nahdlatul Ulama
3.4 Terjun ke Politik
4. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. Muhammad Idris lahir di Kampung Karangan, Kecamatan Bareng, Kabupaten Jombang, pada 23 Maret 1921. Beliau adalah putra dari pasangan Nyai Miyatun binti Abdul Jalil dengan KH. Muhammad Hasan bin KH. Muhammad Ilyas.
Pada tahun 1927 ketika masih kecil sekitar umur 6 bulan, ibunya meninggal dunia. KH. Muhammad Idris kemudian diambil (diasuh) oleh kakeknya yang bernama KH. Muhammad Ilyas di Desa Suruhan yang sekarang berganti menjadi Desa Cangkring Kidul, Kecamatan Tirtomoyo, Kabupaten Wonogiri.
Selama diasuh oleh kakeknya, KH. Muhammad Idris ditugasi untuk mengasuh putra dari Mbah Hasan Ngabeni yang bernama Mabsiatun saat itu umurnya sudah menginjak dewasa.
Tetapi dia dalam keadaan sakit yang membuat dia di pasung. Dalam tugasnya mengawasi Mabsiatun, KH. Muhammad Idris gagal sehingga Mabsiatun bisa melarikan diri, beliau dimarahi oleh kakeknya, tidak lama kemudian, KH. Muhammad Idris juga melarikan diri dan pergi ke Ponorogo dengan jalan kaki
1.2 Riwayat Keluarga
Pada tahun 1946 kurang lebih berumur 33 Tahun KH. Muhammad Idris menikah dengan Nyai Partiyem putri dari Bapak Karto Sentono seorang punggowo atau pun (lurah desa). Setelah menikah beliau ikut hidup di rumah mertuanya. Dari pernikahannya beliau dikaruniai 9 putra dan putri, di antaranya:
- Drs. Dimyathi
- Mawardi
- Nukman Suhari
- Zaenuri
- Siti Mahmudah
- Maskur
- H. Mukhsin
- Asrori
- K. Rooyani
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
Pendidikan KH. Muhammad Idris di mulai pada tahun 1938, beliau belajar di Pondok Pesantren Dresmo Surabaya. Untuk membiayai mondok beliau membagi waktunya untuk bekerja.
Selain di Dresmo beliau meneruskan belajar di Pondok Pesantren Denayar Jombang yang saat itu Gus Dur (Abdurrahman Wahid) masih kanak-kanak. setelah dari Denanyar KH. Muhammad Idris pergi menuju ke Pondok Pesantren Mangkang Semarang, di perjalanan antara Jombang ke Mangkang, beliau jalan kaki menyusurui rel kereta api.
Setelah beliau tiba di Mangkang beliau mengabdi kepada Pak Kyai, dan beliau mendapat tugas mengabdi yaitu menjaga tambak ikan bandeng yang saat itu sering dicuri yang kisahnya setiap maling itu mau mencuri harus berhadapan dengan KH. Muhammad Idris, kata KH. Muhammad Idris “maling-maling itu boleh mengambil ikan dengan syarat bisa memotong salah satu rambutnya dan si maling boleh mengambil ikan, tetapi sebaliknya apabila tidak bisa memotong maka tidak boleh mangambil ikan tersebut”. Selain ditugasi menjaga tambak KH. Muhammad Idris juga di tugasi mengantarkan kerbau ke sawah kyai.
Dari Mangkang KH. Muhammad idris meneruskan belajar di Pondok Pesantren Kaliwungu. Lalu pada tahun 1942 melanjutkan lagi ke Pondok Pesantren Tremas di perjalanan dari Kaliwungu ke Tremas dengan jalan kaki, perjalanan antara Kaliwungu Batu beliau jalan kaki menelusuri rel kereta api, setiap di perjalanan ketika beliau merasa lapar dan haus, beliau ikut kerja orang di pingir jalan yang lagi kerja.
Sampai di Tremas beliau mondok tetapi beliau mengginap di Kampung, yaitu Kampung Borang, Ketika mondok ngaji dengan KH. Dimyathi. Beliau mondok dari awal sampai di Tremas berusia 32 Tahun beliau baru pulang ke kampung Cangkring, Ketika di Cangkring beliau sering tidur di depan musalah (langgar) yang didirikan oleh KH. Muhammad Ilyas untuk meyebarkan agama islam.
2.2 Guru-Guru
1. KH. Bisri Syansuri, Pondok Pesantren Denayar
2. KH. Ihsan bin Mukhtar
3. KH. Ahmad Rukyat, Pondok Pesantren Kaliwungu
4. KH. Dimyathi, Pondok Pesantren Tremas
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Masjid
KH. Muhammad Idris diberi petunjuk oleh Allah untuk membangun masjid di belakang rumahnya, di tempat yang dulunya digunakan sebagai tempat gubukan kerbau. Dalam mimpi, beliau diperintahkan untuk menggunakan kayu jati dari Hutan Donoloyo Slogohimo.
Setelah menemukan kayu sesuai mimpi, penebangan dilakukan dengan hati-hati, namun pohon yang tidak termasuk dalam mimpi ikut ditebang oleh rombongan, dan ketika jatuh, pohon tersebut pecah dan tidak bisa digunakan. Kayu dibawa pulang dengan cara diangkat bersama-sama, dengan syarat tidak boleh menegok ke belakang, jika melanggar akan terasa semakin berat.
Selama perjalanan, setiap berhenti untuk beristirahat tempat tersebut bisa diislamkan, dan masyarakat setempat membantu membangun masjid dengan bantuan KH. Muhammad Idris. Setelah selesai dibangun pada tahun 1954, masjid tersebut menjadi pusat penyebaran agama, dengan bantuan ustad dari Banyumas, Cilacap, dan Jombang
3.2 Mendirikan Pesantren
Pada tahun 1957, setelah mendirikan masjid, KH. Muhammad Idris mendirikan Pondok Pesantren dan Madrasah Tsanawiyah di Cangkring, yang kemudian berganti nama menjadi Madrasah Tsanawiyah Al Ma’arif 1 Tirtomoyo pada tahun 1985. Beliau kemudian memberikan mandat kepada putranya, Mawardi, untuk menjadi Kepala Madrasah Tsanawiyah Al Ma’arif 1 Tirtomoyo dari tahun 1983 hingga 2005. Pada tahun 1989, Beliau mendirikan Yayasan Gani Tirtoasri bersama putra pertamanya, Drs. Dmyathi, yang mendirikan MA Gani Tirtoasri dan panti asuhan Titonugoho, yang kini telah berkembang pesat.
3.3 Kiprah di Nahdlatul Ulama
Setelah kembali dari pondok, KH. Muhammad Idris bergabung dengan Hisbullah dan kemudian menjadi bagian dari pasukan perang melawan DITII. Beliau kemudian bergabung dengan kegiatan Ansor. Pada tahun 1955, beliau mendirikan organisasi NU di Wonogiri, di mana beliau secara gigih mempertahankan dan mengibarkan NU di era Orde Baru. Ketika beliau sakit, kepemimpinan NU dipegang oleh KH. Abdul Aziz dan rekan-rekan.
Ketika di NU KH. Muhammad Idris bisa membuka daerah-daerah yang masih rawan Islam antara lain:
- Kecamatan Tirtomoyo berdiri MWC, lembaga pendidikan MA’ARIF
- Kecamatan Pracimantoro berdiri MWC
- Wonogiri kota berdiri ANSOR dan MWC
- Kecamatan kismantoro berdiri MWC, lembaga pendidikan MA’ARIF
3.4 Terjun ke Politik
Pertama kali Indonesia melaksanakan pemilu pertama kali kurang lebih tahun 1951 KH. Muhammad Idris terpilih menjadi DPRD sampai dengan pemilu tahun 1971, setelah terlaksananya Pemilu berdiri lagi partai politik yaitu Golkar, setelah berdirinya Golkar KH. Muhammad Idris keluar dari DPRD lantas KH. Muhammad Idris melanjutkan pendidikan di pondok pesantren terutama pengajian rutin mingguan sambil tetap mempertahankan NU.
Setelah keluar dari DPRD KH. Muhammad Idris meneruskan perjuangannya dengan mendirikan partai politik di NU yaitu PPP Wonogiri, partai yang didirikan oleh KH. Muhammad Idris dipimpin oleh beliau sendiri selang dua kali periode NU keluar dari PPP dengan Kongres Situbondo.
Setelah keluar dari PPP NU mendirikan lagi partai yaitu PKB yang KH. Muhammad Idris tidak menjadi pemimpin partai melainkan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Mawardi. Organisasi yang di jabat oleh KH. Muhammad Idris selain di NU:
- Menjadi ketua pengurus koperasi di Tirtomoyo yang salah satu rekannya adalah H Sulama Salam
- Menjadi anggata koperasi gabungan batik Indonesia
4. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: profilulama.ahmadalfajri.com
Artikel ini sebelumnya dibuat pada tanggal 9 September 2020 dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa pada tanggal 23 Maret 2024