Daftar Isi:
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
2.2 Guru-Guru
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Pesantren
3.2 Menjadi Mursyid Tarekat
4. Karomah
5. Chart Silsilah Sanad
4. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
KH. Muhaiminan Gunardho lahir pada 30 Maret 1936 di Jetis Kauman, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Beliau merupakan putra R. Abu Hasan (KH. Sumomihardho), yang masih terhitung keturunan Sultan Hamengkubuwono II dengan Ibunya, Hj. Mahwiyah binti KH. Badrun, sesepuh Kota Parakan yang juga ulama berpengaruh karena kedalaman ilmu yang beliau miliki.
1.2 Riwayat Keluarga
Pada tahun 1965, KH. Muhaiminn Gunardho menikah dengan Nyai Jayyidah binti H. Anwari. Dari pernikahannya beliau dikaruniai dua putri dan tiga putra, yaitu:
- Hj. Su`ad Jauharoh (15 September 1960),
- Hj. Kausar Asyafi`ah (13 April 1964),
- KH. Khaidar Muhaiminan (18 Desember 1967),
- KH. Nauval Muhaiminan (27 Desember 1972),
- KH. Baha`Jogo Sampurno (1 Maret 1975).
1.3 Wafat
KH. Muhaiminan Gunardo wafat pada usia 74 tahun, atau lebih tepatnya pada 02 Oktober 2007 sekitar pukul 17.45 WIB. Beliau dimakamkan di Kompleks Pemakaman Kyai Parak, tidak jauh dari kediaman beliau. Ziarah di Makam KH. Muhaiminan Gunardho.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
Kyai Muhaiminan Gunardho memulai pendidikan dengan bersekolah SR (Sekolah Rakyat) di desa Parakan Kulon. Sore hari mengikuti pendidikan di Madrasah Ibtida’iyyah Al Iman masih di Kota Parakan. Pendidikan SR beliau sempat terhenti karena meletusnya perang Clash I. Setelah perang selesai, beliau kemudian menyelesaikan pendidikan SR-nya di SR Mojosari Temanggung. Beliau kemudian berpindah ke Magelang untuk melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah Al Iman Magelang dan sore hari di SMP Muhammadiyah Jambon Magelang.
Karena prestasinya Hal itu akhirnya mengantarkan Kyai Muhaiminan muda mengaji kepada KH. Dalhar alias Mbah Dalhar (Pesantren Watucongol, Magelang), ulama besar yang pernah mengasingkan diri, beribadah di Gua Hira. Mbah Dalhar juga dikenal sebagai mursyid Tarekat Syadziliyah yang termasyhur. Dari sinilah, perjalanan Mbah Muhaiminan dalam menimba ilmu dimulai.
Beliau nyantri di Pondok Pesantren Payaman asuhan Romo Agung KH. Siradj Payaman. Pendidikan beliau pada waktu itu berada di bawah pengawasan KH. Muhlasin, menantu KH. Siradj, di Pondok Jurang. Sejak usia muda Kyai Muhaiminan Gunardho memiliki minat yang besar dan kegemaran belajar bela diri pencak silat.
Karena hobi beliau dengan pencak silat, di manapun berada, beliau menyempatkan diri untuk menuntut ilmu bela diri kepada pendekar-pendekar pencak silat di daerah itu. Ketika masih di Payaman Magelang, beliau berkenalan dengan KH. Nahrowi atau Ki Marto Jotho, seorang pendekar pencak silat yang masyhur waktu itu. Seiring perjalanan waktu, hobi pencak silat ini terus beliau tekuni. Beliau juga mendalami ilmu pencak silat di pesantren terakhir yang disinggahinya, yaitu Ponpes Dresmo Surabaya yang memang terkenal dengan keampuhan olah kanuragannya.
Dari Payaman beliau mengaji di Pondok Bendo, Pare, Kediri selama beberapa tahun. Dari Bendo ini beliau melanjutkan mengaji di Pondok Tebuireng, Jombang. Beliau juga tabarruk nyantri kepada Syekh Masduqi Lasem, KH. Ma’shum Lasem, KH. Baidhowi Lasem serta kepada para Ulama masyhur pada zamannya.
2.2 Guru-Guru
- KH. Dalhar, Pesantren Darussalam Watucongol, Magelang,
- KH. Siradj, Pesantren Payaman.
- KH. Muhlasin,
- KH. Nahrowi atau Ki Marto Jotho,
- KH. Abdul Wahid Hasyim ,
- Syekh Masduqi Lasem,
- KH. Ma’shum Lasem,
- KH. Baidhowi Lasem.
3. Perjalanan Hidup dan Dakwah
3.1 Mendirikan Pesantren
KH. Muhaiminan Gunardo merupakan seorang tokoh panutan yang sangat dikenal masyarakat luas. Selain itu, beliau juga banyak memberikan sumbangan spiritual bagi kehidupan masyarakat. Pada awalnya, sekitar tahun 1950, KH. Muhaiminan Gunardho mulai mengajar ngaji kitab kuning kepada pemuda-pemudi Parakan. Dan dengan ilmu kepesantrenan yang dimotivasi dengan ilmu bela diri, murid beliau semakin berkembang dan bertambah.
Masyarakat menganggap bahwa kegiatan ilmu bela diri merupakan kegiatan paten khususnya bagi mereka yang masih muda. Pengajian yang diberikan lebih diprioritaskan pada ilmu nahwu shorof, fiqih dan lain sebagainya.
Lokasi pengajiannya di rumah peninggalan ayahandanya yaitu R. Abu Hasan (KH. Sumomihardho). Dorongan situasi dan lingkungan memberikan kekuatan terhadap perjuangan KH. Muhaiminan Gunardho. Sehingga kegiatan-kegiatan pengajian dan persilatan berjalan dengan rutin, menjadikan daya tarik kepada masyarakat sehingga semakin banyak masyarakat yang berdatangan.
Pada tahun 1954 dengan jumlah santri yang banyak, kemudian KH. Muhaiminan Gunardho mendirikan pondok pesantren yang beralamat di jalan Coyoudan 03 RT. 01 RW. 13 Kauman, Kecamatan Parakan, Kabupaten Temanggung. Pondok pesantren tersebut belum diberi nama, tetapi masyarakat Parakan memanggil tempat pengajian KH. Muhaiminan dengan sebutan “Nggone Mbah Parak”.
Beliau sendiri sebenarnya pernah memberi nama dengan “Manba’ul Falah”, namun nama ini hilang karena orang lebih suka memanggil Pondok Kyai Parak. Dengan mengenang sejarah Bambu Runcing, dimana ayahanda beliau termasuk pelopornya, jadilah nama tersebut menjadi “Pondok Pesantren Kyai Parak Bambu Runcing”.
Kisah penamaan Pondok Pesantren Kyai Parak Bambu Runcing, sebenarnya terdiri dari dua kelompok kata yaitu “Kyai Parak” dan “Bambu Runcing”. “Kyai Parak” diambil dari tokoh pembuka pertama kota Parakan, sedangkan “Bambu Runcing” diambil dari kegiatan perjuangan para Ulama Parakan di masa-masa perjuangan.
3.2 Menjadi Mursyid Tarekat
Dengan mengikuti jejak Mbah Dalhar Watucongol, KH. Muhaiminan Gunardo juga diangkat menjadi mursyid Tarekat Sadziliyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah yang bersanad sampai ke Rasulullah SAW. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua Pengurus Pusat Jami’yyah Thoriqoh Muqtabaroh An-Nahdliyyah serta pimpinan thoriqoh Syadziliyah.
Kemasyhuran KH. Muhaiminan Gunardo dan pesantrennya dalam dunia spiritualitas memang telah membuah bibir. Di luar aktivitas keilmuan dan kanuragan, pesantren yang terletak di dataran tinggi eks Karesidenan Kedu ini selalu ramai dikunjungi orang. Baik yang hendak berkonsultasi masalah kehidupan, berguru ilmu hikmah, maupun untuk mengaji tasawuf kepada KH. Muhaiminan Gunardo.
Ketika masyarakat dihebohkan dengan pembunuhan Kyai pada tahun 1999, yang terkenal sebagai “kasus ninja”, KH. Muhaiminan Gunardo menjadi tujuan utama warga Nahdliyin yang ingin belajar membentengi diri. Seakan telah mendapat amanah dari Allah SWT, Ulama Parakan secara turun-temurun selalu menjadi benteng pertahanan terakhir umat dalam menghadapi berbagai kesulitan.
Selama ini masyarakat lebih mengenal Mbah Hinan selain sebagai alim ulama yang ahli di bidang agama juga ahli di bidang ilmu hikmah. Tak sedikit yang berhubungan dengan beliau berkaitan dengan ilmu kekebalan untuk pertahanan diri bahkan tak sedikit yang berkaitan dengan kedudukan dan jabatan.
4. Karomah
Salah satu karomah kyai khos ini adalah ketika bermain pencak silat orang di sekitarnya merasakan tanah di sekeliling beliau bergetar seperti ada gempa bumi. Salah satu ilmu andalan Beliau adalah SASRA BIRAWA yaitu ilmu tenaga dalam yang dapat memecahkan benda keras dari jarak jauh seperti ilmu yang dimiliki Mahesa Jenar.
Setiap Santri di Pesantren Parakan diajarkan ilmu pencak silat Garuda Bambu Runcing. Salah satu murid beliau yang dikenal sebagai pendekar di Kota Solo adalah Almarhum KH. Hilal Adnan pimpinan Thoriqoh Syadziliyah di Solo Jawa Tengah. Mursyid Thoriqoh Syadziliyah dan Qadiriyah wa Naqsyabandiyah.
5. Chart Silsilah Sanad
Berikut ini chart silsilah sanad guru KH. Muhaiminan Gunardho dapat dilihat DI SINI.
6. Referensi
Diolah dan dikembangkan dari data-data yang dimuat di situs: suaramerdeka.com
Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 21 Oktober 2021, dan terakhir diedit tanggal 03 September.