Daftar Isi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Nasab
1.3 Riwayat Keluarga
1.4 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
2.2 Guru-Guru
3. Penerus
3.1 Murid-murid
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1 Perjalanan Dakwah
4.2 Mendirikan Majelis Rouhah
5. Karomah-karomah
6. Wasiat dan Nasihat
7. Teladanan
8. Referensi
1 Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar As-Segaf lahir di Besuki, Situbondo, Jawa Timur pada 16 Dzulhijjah tahun 1285 H atau bertepatan dengan tanggal 30 Maret 1869 M. Ayah beliau bernama Habib Muhammad bin Umar As-Segaf. Kemudian beliau bersama ayahnya pindah ke kota Gresik, tak lama kemudian ayah beliau meninggal ketika Habib Abu Bakar masih kecil berumur sekitar 2 tahun.
1.2 Nasab
Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar As-Segaf merupakan salah satu keturunan Rasulullah Muhammad SAW, dengan rincian silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad SAW
- Sayidatuna Fathimah Az-Zahra Istri Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a.
- Al-Imam As-Syahid Syababul Jannah Sayyidina Husein
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far As-Shodiq
- Al-Imam Ali Al-Uraydhi
- Al- Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Muhajir Ahmad
- As-Sayyid Ubaidillah Shohibul Aradh
- As-Sayyid Alwi Shohib Saml
- As-Sayyid Muhammad Shohib As-Shouma’ah
- As-Sayyid Alwi
- As-Sayyid Khali’ Qatsam
- As-Sayyid Muhammad Shohib Mirbath
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam
- As-Sayyid Alwi Al-Ghuyur
- As-Sayyid Ali Shohibud Dark
- As-Sayyid Muhammad Maula Ad-Dawilah
- As-Sayyid Abdurrahman As-Seggaf
- As-Sayyid Ali
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Abdurrahman
- As-Sayyid Umar As-Shafi
- As-Sayyid Toha
- As-Sayyid Umar
- As-Sayyid Toha
- As-Sayyid Umar
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Segaf
- Al-Imam Wadi Al-Ahqaf Umar
- As-Sayyid Abu Bakar
- As-Sayyid Umar
- As-Sayyid Muhammad
- As-Sayyid Abu Bakar
1.3 Riwayat Keluarga
Istri beliau bernama Syarifah Hubabah Syifa binti Abdul Qodir As-Segaf. Beliau dikarunia putra di antaranya adalah:
- Habib Ali bin Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf,
- Habib Segaf bin Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf.
1.4 Wafat
Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar As-Segaf menghadap kepada Allah SWT pada malam senin tanggal 17 Dzulhijjah 1376 H atau 15 Juli 1957 dalam usia 91 tahun. Menjelang wafatnya, beliau berpuasa selama 15 hari dan sering kali berkata: “Aku merasa bahagia akan berjumpa dengan Allah SWT.”
Jasad beliau disemayamkan di sebelah masjid Jami’ Kabupaten Gresik, Jawa Timur, bersanding dengan makam Guru beliau Habib Alwi bin Muhammad Hasyim As-Segaf.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Pendidikan
Masa pendidikan yang ditempuh Habib Abu Bakar As-Segaf ada dua masa, yaitu masa ketika beliau berada di Hadramaut, Yaman dan masa ketika berada di Indonesia.
a. Pendidikan di Hadramaut
Pendidikan yang ditempuh oleh Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar As-Segaf melalui satu guru ke guru lainnya. Mulai dari pamannya yang bernama Habib Abdullah bin Umar As-Segaf. Dengan pamannya ini, beliau mendapat banyak sekali pelajaran. Pamannya selalu mengajak Habib Abu Bakar kecil dalam perjalanan dakwah, bermaksud agar membentuk karakter dakwah dalam diri keponakannya. Karena pamannya mengetahui bahwa Habib Abu Bakar nantinya akan menjadi seorang wali. Dari kecil sudah nampak tanda-tanda kewalian dalam diri Habib Abu Bakar.
Di dalam setiap perjalanan dakwah yang ditempuh bersama pamannya itu, Habib Abu Bakar banyak mendapat doa dari para tokoh Ulama dan para Auliya’ di Hadramaut, sebab saat itu banyak yang melihat tanda-tanda keistimewaan dalam diri Habib Abu Bakar.
Beliau juga dibimbing oleh Habib Syaikh bin Umar bin Segaf As-Segaf, seorang Ulama yang disegani dan menjadi rujukan warga Hadramaut pada saat itu. Dari pamannya tersebut beliau belajar ilmu fikih dan ilmu tasawwuf yang sebelumnya sama sekali belum mengenal ilmu itu.
Habib Abu Bakar tidak hanya belajar ilmu secara teori, tapi juga praktek secara langsung. Hampir setiap malam beliau dibangunkan pamannya untuk melakukan sholat malam atau Qiyamul Lail meski usianya saat itu masih sangat kecil. Hal ini dimaksudkan agar beliau terbiasa melakukan suatu ‘kewajiban’ bagi orang-orang yang mulia di sisi Allah SWT dan juga meniru keteladanan yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Pendidikan yang diberikan oleh pamannya membuahkan hasil yang luar biasa terhadap kepribadian Habib Abu Bakar ketika beliau beranjak dewasa. Tidak lain adalah hasil didikan yang mana sejak kecil kehidupan Habib Abu Bakar hanya diisi dengan belajar, ibadah dan bermunajat kepada Allah SWT.
Semasa kecil Habib Abu Bakar dikenalkan dan dididik oleh pamannya agar sering berziarah mengunjungi makam para ulama salaf, dan sampai dewasa pun beliau akhirnya tetap gemar mengunjungi makam para ulama salaf. Karena bagi beliau, Ulama Salaf, pendahulunya itu telah mendapatkan kedudukan yang tinggi dikarenakan selalu memanfaatkan waktunya untuk belajar, beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT.
b. Pendidikan di Indonesia
Setelah Habib Abu Bakar belajar cukup lama di Hadramaut, Yaman. Beliau pulang ke Indonesia pada tahun 1302 H. Saat itu Habib Abu Bakar memasuki usia 17 tahun. Karena menurut isyarat para gurunya, ilmu yang dimiliki oleh Habib Abu Bakar dirasa sudah cukup dan mumpuni untuk berdakwah.
Kemudian Habib Abu Bakar pulang ke Indonesia dengan ditemani Habib Alwi bin Segaf As-Segaf. Setelah sampai di Indonesia, Habib Abu Bakar langsung menuju ke Tanah Jawa tepatnya di kota kelahiran yaitu Besuki, Situbondo untuk kembali memperdalam ilmu agama yang beliau dapat ketika di Hadramaut dan mematangkan ilmunya kepada ulama dan auliya’ di tanah Jawa.
Habib Abu Bakar menetap di Besuki, Situbondo selama 3 tahun. Kemudian berpindah ke Gresik tepat pada tahun 1305 H. dan saat itu beliau berusia 20 tahun. Mengetahui usianya masih sangat muda, selama berpindah ke Gresik, beliau seringkali mengunjungi para ulama dan auliya’ zaman itu. Beliau sangat pandai memanfaatkan waktu. Selama di Gresik itu, beliau selalu menyempatkan diri menggunakan waktunya untuk belajar dan meminta ijazah ataupun berkah kepada para ulama salaf.
2.2 Guru-Guru
Guru-guru di Hadramaut, Yaman, di antaranya adalah:
- Habib Abdillah bin Umar As-Segaf (Paman Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf),
- Habib Syaikh bin Umar bin Segaf As-Segaf,
- Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, (Shohibul Maulid Simtuddurar),
- Habib Muhammad bin Ali As-Segaf,
- Habib Idrus bin Umar Al-Habsyi,
- Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas, Huraidhah,
- Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur (Seorang Mufti di Hadramaut pada zaman itu),
- Habib Ali bin Abdurrahman Al-Masyhur (Putra Habib Abdurrahman bin Muhammad Al-Masyhur),
- Habib Syaikh bin Idrus Al-Aydrus,
- Habib Abdul Qadir bin Ahmad Al-Quthban.
Guru-guru di Indonesia, di antaranya adalah:
- Habib Abdulllah Bin Mukhsin (Habib Empang Bogor).
- Habib Abdullah Bin Ali Al-Haddad Keramat Bangil,
- Sayyid Al Habib Ali Al Attas bin Ahmad bin Abdullah Pekalongan,
- Habib Abu Bakar bin Umar bin Yahya, dari Surabaya,
- Habib Muhammad bin Idrus Al Habsyi Surabaya,
- Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhor Bondowoso,
- Habib Alwi bin Muhammad Hasyim As-Segaf.
3. Penerus
3.1 Murid-Murid
- Habib Muhammad bin Muhammad Al-Hasni,
- Habib Husein bin Abdullah As-Segaf atau Habib Husein Potelot Gresik,
- Habib Abdul Qodir Bil-Faqih pendiri Pondok Pesantren Darul Hadis Al-Faqihiyyah, Malang, Jawa timur,
- Habib Salim bin Ahmad bin Jindan,
- Habib Muhammad bin Husein Alaydrus (Habib Neon).
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
Sejak kecil, memang beliau telah menjadi yatim, namun bakat kewalian dan kecintaan terhadap ilmu sudah nampak sejak umur 3 tahun. Sungguh Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari raut wajahnya, sampai-sampai beliau di usianya ke-3 tahun mampu mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya. Semua itu tak lain karena kekuatan dan kejernihan rohani serta kesiapan beliau untuk menerima curahan anugerah dan futuh (pembuka tabir hati) dari Allah SWT.
Kemudian nenek dari pihak ibunya yang bernama Fathimah binti Abdullah ‘Allan meminta agar cucunya tinggal dan belajar di Hadramaut, Yaman. Pada tahun 1293 H. beliau berangkat ke Yaman diantarkan oleh salah satu keluarga yang bernama Syaikh Muhammad Bazemut, saat beliau masih berusia 8 tahun.
Ketika sampai di Yaman, tepatnya di kota Seiwun, beliau disambut dengan gembira oleh pamannya dan juga yang akan menjadi gurunya pertama kali yakni Habib Abdullah bin Umar As-Segaf. Di sana beliau juga disambut oleh Habib Syaikh bin Umar bin Segaf As-Segaf. Ketika pertama kali melihat Habib Abu Bakar, beliau menangis bahagia sampai menciumi dan memeluknya berulang kali. Air matanya tak berhenti mengalir, sebab melihat pancaran sinar kewalian dari wajah Habib Abu Bakar. Lalu beliau mengucapkan satu bait syair:
“Hati para Auliya’ memiliki ketajaman mata, mereka mampu memandang apa yang tidak dilihat oleh manusia lainnya.”
4.1 Perjalanan Dakwah
Setelah Habib Abu Bakar menyelesaikan studinya, beliau banyak didatangi orang-orang dari berbagai penjuru. Rumah beliau tidak pernah sepi dari para tamu yang datang dengan berbagai macam tujuan. Mereka datang hanya untuk sowan (berkunjung) saja, ada yang meminta barokah do’a dan ada yang meminta solusi untuk kelangsungan hidupnya supaya berkah.
Sampai ada yang mengibaratkan bahwa Habib Abu Bakar bagaikan Ratu Lebah yang menghasilkan banyak madu, sehingga lebah-lebah kecil pun datang kepadanya. Semua itu terjadi setelah beliau keluar dari khalwatnya.
Kemudian setelah itu kewalian beliau tidak pernah diragukan lagi. Pengaruh dan karomah beliau sudah sangat terlihat. Banyak para wali yang membuktikan bahwa tingkat kewalian Habib Abu Bakar adalah tingkat tertinggi dari para wali lainnya di zaman itu. Bahkan Habib Abu Bakar pernah bertemu Rasulullah SAW secara langsung. Dengan adanya kejadian ini bisa dijadikan bukti bahwa derajat beliau sudah merupakan derajat yang paling tinggi.
Berikut ini beberapa pengakuan para Habib atas derajat kewalian Habib Abu Bakar, di antaranya adalah:
a. Habib Muhammad Al-Muhdhor, beliau mengatakan: “Benar adanya bahwa saudaraku Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf adalah sebuah mutiara dari keluarga As-Segaf, keluarga yang memiliki derajat paling tinggi di antara lainnya.”
b. Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang, Jakarta, ketika beliau mengunjungi Habib Abu Bakar Gresik, beliau berkata sambil berlinangan air mata di depan semua orang: “Habib Abu Bakar adalah Raja dari para Auliya’, barang siapa yang memandang Habib Abu Bakar terhitung ibadah.”
c. Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad Bogor, pernah berkata: “Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf Gresik adalah seorang Al-Quthub Al-Ghauts (pimpinan para wali) dan sebagai turunnya nadhrah (pandangan Allah SWT kepada hambanya berupa rahmat). Di lain kesempatan Habib Alwi Al-Haddad juga pernah mengatakan bahwa beliau tidak pernah bertemu dengan Makhluk Allah yang paling mulia selain Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf.”
d. Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad Jombang, berkata: “Bahwa Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf adalah pimpinan para wali. Dan beliau berada pada puncak derajat wali paling tinggi, sehingga beliau bisa mengetahui hakikat dari sesuatu.”
Meskipun banyak yang mengakui akan tingkat derajat kewalian Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf, tetapi ada pula yang memfitnah dan mencacinya. Dan ada juga yang iri, hasud dan menganggap semua karomah dan kelebihan Habib Abu Bakar adalah sebuah tahayyul dan khurafat. Akan tetapi Habib Abu Bakar tidak pernah merasa sakit hati akan cacian tersebut, beliau menghadapi cacian itu dengan bijak, santun dan akhlak yang baik.
4.2 Mendirikan Majelis Rouhah
Habib Abu Bakar mendirikan majelis atas persetujuan dari beberapa Ulama, serta isyarah dari kakek buyutnya yaitu Nabi Muhammad SAW, dan izin dari Allah SWT. Isyarah yang diperoleh Habib Abu Bakar melalui khalwat yang telah beliau lakukan selama kurang lebih 15 tahun.
Pada suatu hari, di saat menunaikan sholat Jum’at, datanglah ilhamat rabbaniyyah kepada diri beliau untuk melakukan ‘uzlah dan mengasingkan diri dari keramaian duniawi dan godaannya, menghadap kebesaran Allah SWT, ber-tawajjuh kepada Sang Pencipta Alam, dan menyebut keagungan nama-Nya di dalam keheningan.
Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar As-Segaf langsung pergi ke rumah beliau dan mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Ketika istrinya melihat beliau, istrinya tidak berani bertanya secara langsung kepada beliau dan membiarkan Habib Abu Bakar berdiam diri di dalam kamar. Setelah tiga hari tidak keluar dari kamarnya, Istri beliau merasa takut dan lalu menghubungi Habib Abdul Qadir bin Quthban dan menceritakan kejadian yang terjadi kepada suaminya.
Besoknya Habib Qadir Quthban datang ke rumah Habib Abu Bakar dan masuk ke kamar Habib Abu Bakar. Habib Abdul Qadir mengatakan kepada Habib Abu Bakar bahwa maqam yang beliau miliki sekarang sama dengan maqam kakeknya yaitu Habib Umar bin Segaf As-Segaf. Setelah Habib Abdul Qadir keluar dari kamar Habib Abu Bakar, beliau langsung menemui istri Habib Abu Bakar dan mengatakan bahwa setan pun tidak akan berani mendekati Habib Abu Bakar, karena beliau sedang mendekatkan diri dengan Allah SWT.
Dalam khalwat Habib Abu Bakar tetap makan seperti biasanya, akan tetapi porsi makan tersebut berkurang tiap harinya dan seterusnya Habib Abu Bakar sudah tidak pernah makan lagi. Karena beliau tidak ingin dunia mengganggu kedekatannya pada Allah SWT. Sejak saat Habib Abu Bakar masuk kamar dan tidak keluar, beliau tidak pernah bertemu dengan seseorang dan tidak lagi mengizinkan seseorang untuk menemuinya.
Selama Habib Abu Bakar berkhalwat, istrinya lah yang bekerja dengan cara berjualan. Selama itu pula, istrinya tidak pernah mengeluh karena Habib Abu Bakar tidak bekerja. Beliau selalu mendukung penuh apapun yang dilakukan oleh suaminya. Beliau juga tidak pernah mengeluh dan selalu ikhlas dalam melakukan pekerjaannya. Menurut beberapa ulama, salah satu penyebab tingginya derajat kewalian Habib Abu Bakar ini adalah karena usaha istrinya tersebut. Karena beliau selalu taat dan patuh pada suaminya, tidak pernah membantah sekali pun.
Akhirnya setelah berjalan selama 15 tahun, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi minta kepada Allah SWT selama 3 hari 3 malam agar Habib Abu Bakar mendapat izin Allah untuk keluar dari khalwatnya. Tujuan Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi adalah hendak mengeluarkan Habib Abu Bakar dari khalwatnya karena beberapa faktor, di antaranya adalah:
- Karena usia Habib Abu Bakar tak lagi muda dan fisiknya sudah tidak sekuat masa mudanya
- Karena pada masa itu sudah dibutuhkan seorang ulama yang menjadi panutan masyarakat
Hingga saat Habib Abu Bakar mendapat izin keluar dari khalwatnya melalui gurunya, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, akhirnya beliau langsung mendapat sambutan dari guru, sahabat dan muridnya. Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi seketika memeluknya dan mengatakan: “Aku memohon dan ber-tawajjuh kepada Allah SWT selama tiga hari tiga malam berturut-turut untuk mengeluarkan Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf dari pengasingannya.”
Setelah itu, Habib Abu Bakar diajak oleh Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi untuk berziarah ke makam Habib Alwi bin Muhammad Hasyim As-Segaf dan dikenalkan kepada para habaib dan ulama pada zaman itu, dan juga kepada masyarakat lain bahwa Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf adalah seorang Kholifah Salaf atau pengganti para salaf pada zaman itu atau bisa juga dinamakan Wali Quthb atau puncaknya para wali. Serta bisa disebut As-Shidqiyah Al-Kubra, merupakan tempat rujukan para wali di masanya.
Setelah dari makam Habib Alwi, beliau langsung menuju ke Surabaya untuk berkunjung pada Habib Abdullah bin Umar As-Segaf. Ketika sampai di rumah Habib Abdullah, beliau mendapat sambutan oleh masyarakat yang ingin sekedar untuk melihat wajahnya. Kemudian dalam majelis Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, beliau mengatakan di depan muridnya satu pernyataan: “Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf ini merupakan suatu aset berharga dari keluarga Ba’alawi, kami membukanya untuk kemanfaatan manusia baik yang khusus maupun umum.”
Setelah keluar dari khalwatnya, Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf mulai melakukan perjalanan dakwahnya. Beliau juga semakin bertambah ibadah dan melakukan hal-hal yang tak terduga. Seperti pada suatu Habib Abu Bakar tiba-tiba berkata bahwa beliau telah bertemu dengan Rasulullah dalam keadaan terjaga. Beliau berkata: “Rasulullah telah datang kepadaku dan aku dalam keadaan terjaga. Kemudian Rasulullah memelukku dan aku pun memeluknya.”
Habib Abu Bakar melakukan perjalanan dakwah hampir mengunjungi seluruh daerah di Indonesia. Beliau adalah orang yang alim dan santun, jadi tidak heran jika banyak sekali orang yang dekat dan membuka diri terhadapnya. Dalam perjalanannya, beliau juga mulai mengadakan majelis di berbagai daerah dengan kajian kitab para salaf seperti Kitab Ihya’ Ulumuddin karya Imam Ghozali dan kitab ringkasan Shahih Bukhari dalam Kitab At-Tajrid As-Shorih. Akan tetapi seiring bertambahnya usia, beliau memutuskan untuk menetap di Gresik dengan tetap mengadakan majelis taklim.
Perlu diketahui bahwa semua para wali tidak akan sembarangan dalam mendirikan majelis, pasti sebelumnya ada isyarah dari Rasulullah SAW dan atas izin dari Allah SWT. Isyarah tersebut adalah sebuah mimpi atau kejadian langsung bertemu dengan Rasulullah SAW atau yang lainnya. Dari isyarah tersebut, akhirnya Habib Abu Bakar menetapkan majelis yang sebelumnya dilakukan di berbagai daerah. Dan di Gresik itulah untuk pertama kali beliau menetap saat berusia 51 tahun.
Majelis Rouhah adalah majelis pertama kali yang berdiri di kota Gresik dengan keunikannya. Majelis tersebut didatangi para jamaahnya dari berbagai penjuru, mulai dari Surabaya, Pasuruan, Jakarta dan luar negeri. Dengan adanya Majelis Rouhah ini, diharapkan agar Gresik aman dan terhindar dari wabah penyakit, yang sebelumnya ada isyarat akan terjadi. Majelis ini berisi kajian-kajian kitab karangan ulama salaf atau ulama terdahulu.
Habib Abu Bakar mengadakan majelis taklim ini di rumahnya pada sore hari dan pagi hari. Pada pagi hari Habib Abu Bakar mengajar kajian Kitab Hadis seperti kitab ringkasan Shahih Bukhari yakni Kitab At-Tajrid As-Sharih. Tidak hanya itu, bahkan setiap pagi kecuali hari Jumat beliau mengkaji Kitab Ihya’ Ulumuddin.
Oleh sebab itulah majelis ini dinamakan Majelis Rouhah, yang berarti majelis yang dilakukan pada waktu sore hari sampai terbenamnya matahari. Majelis ini membahas kitab tasawwuf yang diperuntukkan bagi orang yang hatinya belum siap untuk menerima pemberian suci dari Allah.
Majelis Rouhah bertujuan untuk mensucikan hati agar selalu dekat dengan Allah SWT. Majelis Rouhah memperoleh sambutan hangat dari masyarakat Gresik. Banyak orang berbondong-bondong datang untuk meminta doa pada beliau. Ada yang datang untuk mengikuti Majelis Rouhah dan ada yang datang hanya sekedar meminta doa agar memperoleh kententraman dalam hidup.
Beberapa jamaah Habib Abu Bakar meminta beliau untuk mendirikan majelis yang sama di beberapa kota. Salah satunya di Surabaya tempat murid Habib Abu Bakar, tepatnya di Kampung Margi, Surabaya. Tidak berbeda jauh dengan Majelis di Gresik, di sana juga banyak jamaah yang mengikuti majelis tersebut. Banyak masyarakat yang datang untuk mendapat keberkahan dari Majelis Rouhah Habib Abu Bakar, meski beliau tidak selalu datang, tapi seringkali tetap menyempatkan untuk menghadiri dan memimpin majelis yang ada di sana.
Jumlah jamaah yang menghadiri Majelis Rouhah pada awalnya sekitar 20-30 orang saja, yang di dalamnya sebagian dihadiri oleh para ulama dan habaib yang datang dari berbagai kota. Bahkan ada yang datang dari luar negeri. Ada banyak habib yang mengikuti Majelis Rouhah, di antaranya adalah:
- Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi dari Solo (putra pengarang Kitab Maulid Simtud Duror)
- Habib Abu Bakar bin Husein As-Segaf dari Bangil
- Habib Salim bin Ahmad bin Jindan dari Jakarta
- Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid dari Tanggul, Jember
- Habib Ahmad bin Zen Al-Hamid dari Pasuruan
- Habib Abdul Qodir bin Hud, Surabaya
- Habib Ali Zainal Abidin bin Hasan Baharun
- Habib Segaf bin Hasan Baharun, dua saudara yang mengasuh Pondok Pesantren Dalwa Bangil
- Habib Taufiq bin Ja’far As-Segaf, Pasuruan
- Habib Ahmad bin Husen As-Segaf, Bangil
- Habib Muhammad bin Idrus Al-Haddad, Malang
Majelis Rouhah membawa banyak sekali dampak positif dari kehidupan para jamaahnya. Dengan mengikuti majelis ini, suasananya bisa menenangkan hati siapapun yang membaca dan mendengarnya, karena pada dasarnya meski hanya berkumpul dengan orang-orang sholeh, maka akan sangat bermanfaat bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Apalagi jika orang yang mengikuti Majelis Raouhah kemudian mengamalkan apa yang diperolehnya dari majelis. Karena itu, sangat diyakini bahwa menghadiri Majelis Rouhah dapat bermanfaat di dunia ataupun di akhirat nanti.
5. Karomah
Suatu ketika Al-Habib Alwi bin Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Solo) datang ke Gresik ke kediaman Habib Abu Bakar. Dalam majelis itu lalu dibacakan kumpulan mimpi Habib Alwi bin Abdullah Al-Aydrus yang tinggal di Pekalongan. Beliau pernah mimpi bertemu Rasulullah SAW. Dalam mimpinya, Nabi Muhammad SAW berkata kepadanya: “Jika engkau rindu kepadaku, pandanglah wajah Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf sampai ke dagunya.”
Kebetulan saat itu Habib Alwi duduk berhadapan dengan Habib Abu Bakar. Habib Abdul Qodir bin Hadi meminta agar Habib Alwi duduk di samping Habib Abu Bakar, dan beliau berkata: “Biarkan aku duduk di hadapan Habib Abu Bakar demi melaksanakan perintah Al-Musthofa Rasulullah SAW dalam mimpi tadi.”
Kemudian Habib Abu Bakar berkata: “Seseorang bertanya kepadaku tentang keadaan Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi. Aku jawab: “Habib Ali bagaikan matahari. Yakni, nur, manfaat dan sikap shiddiq beliau seperti matahari. Habib Ali telah memberikan manfaat kepada banyak hamba Allah. Setiap hamba memperoleh manfaat dan cahaya beliau. Semoga Allah meridhoi mereka semua, memberi kita manfaat berkat mereka dan memberi kita karunia mereka, meskipun niat dan amal kita jauh dari niat dan amal mereka. Semoga Allah tidak mengharamkan kita dari kebaikan yang ada di sisi-Nya karena keburukan amal kita.”
Habib Abdul Qodir bin Umar Maulakhela kemudian melantunkan syair Habib Ali:
“Suara nyanyian, menghibur hati, dengannya, hilang segala duka.”
Setelah qoshidah selesai dibawakan, Habib Abu Bakar bertanya: “Qoshidah siapa itu?”
“Qoshidah Habib Ali,” jawab seseorang.
Beliau lalu bercerita: “Ketika aku di Hadramaut, Habib Ali memiliki hubungan yang sangat erat denganku. Pernikahanku yang pertama, beliaulah yang menikahkan dan membiayainya. Ketika aku hendak pergi ke Jawa, beliau berkata kepadaku: ‘Jika kau ingin menikah lagi, aku akan menikahkanmu.’ Namun aku tidak mau, ‘beliau lalu mengizinkan aku pergi ke Jawa’.”
Setelah diam sesaat Habib Abu Bakar melanjutkan: “Aku tidak berdiri, duduk, atau mengerjakan sesuatu, kecuali atas petunjuk beliau. Dan beliau selalu ada di dekatku.”
Habib Abubakar berkata kepada Habib Alwi: “Kita semua berada dalam keberkahan ayahmu. Saat ini Habib Ali Al-Habsyi bersama kita di tempat ini. Dan setiap hari ia bersamaku di sini.”
Di antara ucapan Habib Abu Bakar tahaddusan bin ni’mah adalah berikut ini:
“Saat aku sakit, Al-Musthofa Rasulullah SAW datang menjengukku dan aku dalam keadaan sadar (yaqodhoh). Aku berpelukan dengan beliau di tempat ini.” (sambil menunjuk tempat yang biasa beliau duduki)
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi pernah berkata: “Ahwal kaum arifin tidak bisa dijangkau akal manusia. Diperlukan iman dan kepasrahan (taslim) untuk mempercayainya. Dan kami mempercayai dan membenarkannya.”
Habib Abu Bakar adalah seorang yang ghirahnya begitu tinggi dalam mengikuti teladan jejak langkah, atribut dan akhlak keluarga dan para salaf Sadah Bani Alawi. Majelis beliau senantiasa penuh dengan mudzakarah dan irsyad dalam menuju jalan para pendahulunya. Majelis beliau tak pernah kosong dari pembacaan kitab-kitab yang penuh ilmu. Dan memang inilah salah satu perhatian beliau untuk tetap menjaga thoriqah para salaf dan berusaha berjalan di atas jejak langkahnya, qadaman ala qadamin bi jiddin auza’i.
***
Pada suatu hari datanglah seorang pejabat yang sedang mencari anaknya yang sudah lama hilang kepada Habib Abu Bakar As-Segaf. Pejabat tersebut mendatangi Habib Abu Bakar As-Segaf Gresik pada saat ada pengajian di Masjid Jami’, dan berniat menanyakan keberadaan anaknya yang hilang tersebut.
Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf ketika ditanya perihal itu, beliau menjawab: “Anak itu sudah melakukan suatu kesalahan yang sangat besar, sekarang posisinya diikat di atas pohon oleh Jin penunggu pohon besar di tengah jalan.”
Pejabat tersebut lalu memohon kepada Habib Abu Bakar agar putranya diselamatkan.
Kemudian Habib Abu Bakar mengajak para jamaah dan penduduk mendatangi pohon besar itu, kemudian berucap: “Hai Jin penunggu pohon besar, lepaskanlah anak itu, cepat!”
Dan subhanallah….
Seketika itu juga anak pejabat tersebut terlihat di rantai di pohon besar dengan sebelahnya api panas. Semua Mata melihat dengan takut dan kagum, Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf Gresik bisa memperlihatkan dunia Jin di siang bolong.
Kemudian Jin itu menjawab: “Iya Habib, karena kemuliaanmu aku lepaskan anak itu sekarang dan aku kembalikan ke alam kalian (manusia).” Sekarang pohon itu sudah di tebang untuk di jadikan jalur jalan turun menuju ke arah makam Syaikh Maulana Ibrahim.
***
Pernah suatu ketika Habib Abu Bakar pernah menyembuhkan penyakit yang diderita oleh anak dari Sultan Pakubuwono.
Saat itu anak sultan menderita penyakit akut sudah lama dan tak kunjung sembuh. Sultan itu sudah mendatangkan banyak tabib dari berbagai penjuru, tapi tidak ada yang berhasil menyembuhkan anaknya. Hingga suatu ketika sultan mendengar bahwa ada seorang wali dari kota Gresik yang sedang singgah di Kota Solo kala itu yang dimaksudkan adalah Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf.
Kemudian sultan memerintah seseorang untuk menemui Habib dan menjelaskan maksud kedatangannya. Setelah itu Habib menyuruh utusan keraton tersebut untuk mengambil air dari dalam keraton dan kembali menemui Habib Abu Bakar. Air keraton itu didoakan oleh Habib Abu Bakar dan diminumkan kepada anak sultan yang sakit. Atas izin Allah, beberapa hari kemudian anak xultan tersebut sehat seperti sedia kala.
Atas kesembuhan anaknya itu, Sultan Pakubuwono menemui Habib Abu Bakar dan menghadiahkan sebuah tanah yang berada di Solo. Kemudian tanah tersebut di bangun sebuah Masjid dan diberi nama Masjid Jami’ Segaf. Setelah kejadian itu Sultan memberi tahu banyak orang bahwa ada seorang wali dari kota Gresik yang bisa menyembuhkan penyakit.
***
Suatu hari, beliau mendapat tamu seorang wartawan dari Timur Tengah yang tidak percaya hal-hal yang ada kaitannya dengan kekeramatan dan kewalian. Habib Abu Bakar mempersilakannya hadir dalam majelis pengajian, bahkan duduk didepan.
Beberapa kali setelah mengikuti pengajian dan melihat peristiwa-peristiwa luar biasa, sang wartawan mempercayai apa yang sebelumnya tidak beliau percayai. Akhirnya beliau menyusun sebuah syair, yang berbunyi:
“Wahai Abu Bakar, pukullah batu yang mengeras dalam hatiku dengan tongkatmu agar bisa mengeluarkannya dan bisa mengubah pendirianku yang keras.”
Sejak itulah, ia semakin semangat belajar kepada Habib Abu Bakar.
***
Suatu hari Abu Bakar bin Thohir Al-Hamid, pengumpul benda-benda seni antik, berburu barang-barang antik sampai menyeberang laut dengan perahu. Sore harinya, Abu Bakar memaksa pemilik perahu mengantarkannya pulang dengan bayaran mahal. Di tengah laut, ombak besar mengombang-ambingkan perahu yang ditumpanginya. Ia pun terus-menerus berdoa dengan diiringi Sholawat Qamarul Wujud, seraya memanggil-manggil nama Habib Abu Bakar As-Segaf. Tiba-tiba perahu itu terbalik. Tapi ajaib, pada saat yang sama, Abu Bakar sudah sampai di Pantai dan berkeyakinan bahwa Habib Abu Bakar As-Segaf itu menguasai Ilmu Dardak, yaitu ilmu untuk menghadirkan seseorang. Dan berkat izin Allah SWT, ia selamat. Ketika itu, Abu Bakar langsung berziarah ke makam Habib Abu Bakar bin Muhammad As-Segaf, Gresik.
***
Suatu hari ada tetangga Habib Abu Bakar sedang berangkat Haji dengan menaiki kapal milik Belanda. Kemudian sang tetangga meminta Habib agar mendoakan kelancaran hajinya. Saat dalam perjalanan, kapal yang dinaiki oleh tetangganya tersebut terombang-ambing sebab terjadi badai dan ombak besar. Seketika orang Belanda meminta orang-orang untuk berdoa pada Tuhannya. Lantas tetangga Habib Abu Bakar berdoa dan bertawassul pada Habib Abu Bakar Gresik.
Tiba-tiba Habib Abu Bakar muncul dari dalam laut dengan berpakaian lengkap layaknya beliau sedang berada di majelis. Lalu Habib Abu Bakar mengusap kapal tersebut, dan seketika ombak langsung berhenti.
Sepulangnya dari haji, tetangganya langsung menemui Habib Abu Bakar ke rumahnya untuk berterima kasih atas kejadian badai waktu itu. Akan tetapi Habib malah menyuruh tetangganya untuk pulang seraya berkata: “Diam jangan diberi tahu orang lain, kalau saya sudah wafat baru boleh kau beri tahu orang lain.”
6. Wasiat dan Nasihat
Terdapat banyak sekali tulisan yang mencatat tetang wasiat dan nasihat dari Habib Abu Bakar As-Segaf. Di antaranya, beliau pernah menyampaikan hal-hal berikut ini:
“Ketahuilah bahwa Allah SWT akan memberikan kepada hambanya segala apa yang dipanjatkan sesuai dengan niatnya. Menurut saya Allah SWT niscaya akan mendatangkan segala nikmat-Nya di muka dunia, dengan cara terlebih dahulu beliau titipkan di dalam hati hamba-Nya yang berhati bersih. Untuk itu kemudian dibagi-bagikan kepada hamba-Nya yang lain. Amal seorang hamba tidak akan naik dan diterima Allah SWT kecuali dari hati yang bersih. Ketahuilah wahai saudaraku, seorang hamba belum dikatakan sebagai hamba Allah SWT yang sejati jika belum membersihkan hatinya!”
“Ketahuilah wahai saudara-saudaraku, hati yang ada di dalam ini (sambil menunjuk ke dada beliau) seperti rumah, jika dihuni oleh orang yang pandai merawatnya dengan baik, maka akan nampak nyaman dan hidup. Namun jika tidak dihuni atau dihuni oleh orang yang tidak dapat merawatnya, maka rumah itu akan rusak dan tak terawat. Dzikir dan ketaatan kepada Allah SWT merupakan penghuni hati, sedangkan kelalaian dan maksiat adalah perusak hati.”
“Wahai sadara-saudaraku, dengarkanlah apa yang dikatakan Habib Ali! Beliau meminta kepada kita untuk selalu meluangkan waktu menghadiri majelis-majelis semacam ini (Ta’lim, Dzikir )! Ketahuilah bahwa menghadiri suatu majelis yang mulia akan dapat mengantarkan kita kepada suatu derajat yang tidak dapat dicapai oleh banyaknya amal kebajikan yang lain. Simaklah apa yang dikatakan guruku tadi!”
“Di zaman ini, hanya sedikit orang yang menunjukkan adab luhur dalam majelis. Jika ada seseorang yang datang, mereka berdiri dan bersalaman atau menghentikan bacaan, padahal orang itu datang ke majelis tersebut tidak lain untuk mendengarkan. Oleh karenanya, banyak aku jumpai orang di zaman ini, jika datang seseorang, mereka berkata, “silakan kemari” dan yang lain mengatakan juga “silakan kemari” sedang orang yang duduk di samping mengipasinya.”
“Gerakan-gerakan dan kegaduhan yang mereka timbulkan menghapus keberkahan majelis itu sendiri. Keberkahan majelis bisa diharapkan, apabila yang hadir beradab dan duduk di tempat yang mudah mereka capai. Jadi keberkahan majelis itu pada intinya adalah adab, sedangkan adab dan pengagungan itu letaknya di hati. Oleh karena itu, wahai saudara-saudarku, aku anjurkan kepada kalian, hadirilah majelis-majelis khoir (baik). Ajaklah anak-anak kalian ke sana dan biasakan mereka untuk mendatanginya agar mereka menjadi anak-anak yang terdidik baik, lewat majelis-majelis yang baik pula!”
“Saat-saat ini aku jarang melihat santri-santri atau siswa-siswa madrasah yang menghargai ilmu. Banyak aku lihat mereka membawa Mushaf atau kitab-kitab ilmu yang lain dengan cara tidak menghormatinya, menenteng atau membawa di belakang punggungnya. Lebih dari itu mereka mendatangi tempat-tempat pendidikan yang tidak mengajarkan kepada anak-anak kita untuk mencintai ilmu tapi mencintai nilai semata-mata. Mereka diajarkan pemikiran para filosof dan budaya pemikiran-pemikiran orang Yahudi dan Nasrani.”
“Apa yang akan terjadi pada generasi remaja masa kini? Ini tentu adalah tanggung jawab bersama. Habib Ali pernah merasakan kekecewaan yang sama seperti yang aku rasa. Padahal di zaman beliau, aku melihat kota Seiwun dan Tarim sangat makmur, bahkan negeri Hadramaut dipenuhi dengan para penuntut ilmu yang beradab, berakhlak, menghargai ilmu dan orang alim. Bagaimana jika beliau mendapati anak-anak kita di sini yang tidak menghargai ilmu dan para ulama? Niscaya beliau akan menangis dengan air mata darah. Beliau menambahkan bahwa aku akan meletakkan para penuntut ilmu di atas kepalaku dan jika aku bertemu murid yang membawa bukunya dengan rasa adab, ingin rasanya aku mencium kedua matanya.”
“Aku teringat pada suatu kalam seorang sholeh yang mengatakan: ‘Tidak ada yang menyebabkan manusia rugi, kecuali keengganan mereka mengkaji buku-buku sejarah Kaum Sholihin dan berkiblat pada buku-buku modern dengan pola pikir moderat.’ Wahai saudara-saudarku! Ikutilah jalan orang-orang tua kita yang sholihin, sebab mereka adalah orang-orang suci yang beramal ikhlas. Ketahuilah Salaf kita tidak menyukai ilmu kecuali yang dapat membuahkan amal sholeh.”
“Aku teringat pada suatu untaian mutiara nasihat Habib Ahmad bin Hasan Al-Attas yang mengatakan; ‘Ilmu adalah alat, meskipun ilmu itu baik (hasan), tapi hanya alat bukan tujuan, oleh karenanya ilmu harus diiringi adab, akhlak dan niat-niat yang sholeh. Ilmu demikianlah yang dapat mengantarkan seseorang kepada maqam-maqam yang tinggi.”
7. Teladanan
Pada hari Sabtu, 3 Syawal 1370 H, diadakan majelis yang mulia di rumah Habib Abubakar bin Muhammad As-Segaf di kota Gresik. Majelis tersebut dihadiri oleh banyak orang dari berbagai penjuru kota, seperti Malang, Bangil, Pasuruan dan lain-lain. Sedangkan Habib Abu Bakar sebagaimana biasanya duduk memimpin majelis. Beliau memakai jubah warna hijau, imamah putih dan rida’ (selendang) yang indah, dengan wajah beliau yang mulia memancarkan cahaya Ilahi.
Kemudian munsyid membacakan qashidah dari Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad, yang isinya pujian untuk Habib Abu Bakar dan tawassul kepada beliau. Setelah itu Habib Abu Bakar menanyai hadirin mengenai siapa pengarang dan untuk siapa qashidah ini dikarang dan menganjurkan para hadirin untuk mencontoh sifat husnudhon dari Habib Alwi (pengarang qashidah tersebut).
Setelah mengucapkan kalimat tarhib (ucapan selamat datang pada hadirin), berkatalah Habib Abu Bakar: “Sesungguhnya aku memaksakan diriku untuk berpakaian seperti ini, sedangkan badanku saat ini dalam kondisi lemah. Ini semua adalah merupakan pelajaran bagi semua orang agar mengikuti dan menjaga bagaimana para Salafunas Sholihin berpakaian, dan agar tetap selalu ada orang-orang berpegang teguh untuk mengikuti jejak Salaf Radliyallaahu Ta’ala ‘anhum.”
***
Habib Abu Bakar mendedikasikan seluruh hidupnya untuk berdakwah yaitu dengan cara mendirikan sebuah majelis taklim dengan nama Majelis Rouhah. Dalam mendirikan majelis, Habib Abu Bakar mendapat izin langsung dari Allah SWT dan isyarah dari Rasulullah SAW secara langsung. Habib Abu Bakar merupakan pelaku utama dalam proses pendirian majelis yang penuh berkah tersebut.
Sejarah dalam mendirikan majelis Rouhah sangat panjang, sehingga dalam perjalanan panjang itu pasti tidak selalu mulus. Pasti ada orang yang iri atau tidak percaya dengan Habib Abu Bakar.
Habib Abu Bakar memang hanya seorang manusia biasa tapi beliau memiliki keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT. Salah satu guru dari Habib Abu Bakar juga mengakui bahwa beliau bukanlah orang yang biasa. Bahwa Habib Abu Bakar adalah seorang Wali Quthb atau puncaknya para wali, sehingga beliau memiliki keistimewaan tersendiri, yang salah satunya adalah bertemu dengan Rasulullah SAW dalam keadaan terjaga.
Banyak orang mengetahui bahwa di rumah Habib Abu Bakar ada majelis penuh berkah yang dipimpin oleh seorang yang memiliki keistimewaan dari Allah SWT dan keilmuan yang luar biasa. Mereka, para muhibbin datang untuk mengikuti majelis. Bahkan hingga sekarang, meskipun Habib Abu Bakar telah meninggal dunia, pengajian di Majelis tersebut masih terus berjalan dan banyak orang yang turut hadir mengikuti pengajian.
Perjalanan dakwah tidak selamanya mulus. Tantangan dan rintangan yang dialami Habib Abu bakar, tetap dihadapi dengan hati yang sabar dan tangan terbuka.
Habib Abu Bakar juga tidak pernah tersinggung ataupun marah ketika menghadapi tantangan tersebut. Bahkan ada orang yang merasa iri dengan keberadaan Majelis Rouhah yang didirikannya. Orang tersebut menganggap bahwa Majelis Rouhah tidak ada manfaatnya, karena dalam Majelis Rouhah tidak ada ceramah agama atau penjelasan dari kajian kitab yang dipelajari. Ketika mengetahui hal itu, Habib Abu Bakar tidak serta merta marah begitu saja. Beliau memanggil orang itu untuk datang ke rumahnya dan langsung memaafkan orang tersebut tanpa banyak bicara. Lantas orang itu menangis dan meminta maaf kepada Habib Abu Bakar karena sikapnya yang telah berlebihan.
Peran agama dalam pendirian Majelis Rouhah ini juga sangat pentin. Karena agamalah manusia dapat menentukan jalan hidupnya. Dengan adanya agama, orang dapat membedakan suatu hal yang baik dan yang buruk. Dalam bahasa simbolik tertentu, agama bisa membantu kehidupan masyarakat untuk menginterpretasikan realitas sosial yang dihadapi.
Cara yang dilakukan untuk menanamkan pola pikir positif dengan mengajak orang awam atau mengajarinya secara langsung tentang pentingnya agama dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti yang dijelaskan bahwa Habib Abu Bakar merupakan orang alim yang berakhlak mulia dan santun. Sehingga membuat orang yang ada di sekelilingnya merasa nyaman dan terbuka dengan Habib Abu Bakar. Dan dengan begitu Habib Abu Bakar telah mengajar sedikit demi sedikit tentang pentingnya agama Islam. Lalu Habib Abu Bakar mulai mengenalkan kitab para salaf terdahulu dan mengamalkan isinya.
Dari kisah sejarah panjang Majelis Rouhah berdiri, kita menjadi tahu bahwa majelis ini didirikan dengan kegigihan dan ketulusan Habib Abu Bakar sebagai wujud ta’dhim beliau kepada sang guru. Selain itu, juga didukung oleh para jamaah beliau yang datang dari di berbagai penjuru. Dan wujud dukungan dari jamaah beliau pada dasarnya hanyalah berupa kehadiran saat Habib Abu Bakar mengadakan majelis. Dukungan kehadiran ini membuat Habib Abu Bakar semakin bersemangat dalam mendirikan dan menghidupkan majelis di rumah sendiri.
Habib Abu Bakar mengajarkan agama Islam tidak hanya dalam ucapan tapi juga dalam perbuatan. Beliau selalu memberikan contoh secara nyata untuk menghindari hal yang buruk. Ilmu yang diamalkan itu menjadi cerminan kepribadian muslim yang akan menjawab pandangan sinis orang lain yang tidak memahami atau bahkan membenci Islam.
***
Demikian sekelumit perjalanan panjang dakwah Habib Abu Bakar As-Segaf. Semoga kita bisa meneladani dan menjalankan nasihat-nasihat yang penuh kebaikan darinya. Dan semoga beliau mendapatkan tempat yang mulia di sisi Allah SWT. Al-Fatihah. []
8. Referensi
- Buku Sekelumit Kalam Hikmah, Majelis Rouhah Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf Gresik, 2018.
- Buku 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia karya Abdul Qadir Umar Mauladdawilah, 2013.
- Buku Menjemput Amanah karya Habib Abdul Qadir bin Husein Assegaf, 2013.
- Buku Habaib Pakunya Tanah Jawa: Menelusuri Jejak Dakwah, Tirakat 25 Turunan Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam karya Nur Hakim Syah, 2018.
Artikel ini sebelumnya diedit tanggal 05 Juli 2023, dan kembali diedit dengan penyelarasan bahasa tanggal 30 Maret 2024.