Laduni.ID, Jakarta – Dalam minuman ‘KOPI’ ada 3 unsur yang harus diperhatikan, kopi, gula, dan rasa. Kopi adalah orang tua, gula adalah guru, rasa adalah siswa. Jika kopi terlalu pahit siapa yang salah? Gula lah yang disalahkan karena terlalu sedikit, hingga “rasa” kopi menjadi pahit.
Jika kopi terlalu manis, Siapa yang disalahkan? Gula pula yang disalahkan karena terlalu banyak, hingga “rasa” kopi menjadi manis. Jika takaran kopi dan gula seimbang, sehingga rasa yang tercecap menjadi nikmat, siapa yang dipuji? Tentu semua akan berkata, kopinya mantap!
Kemana gula? Dimana gula yang mempunyai andil membuat “rasa” kopi menjadi mantap?
Itulah guru yang ketika “rasa” terlalu manis maka dia akan dipersalahkan, itulah guru yang ketika “rasa” terlalu pahit maka dia pula yang akan dipojokkan. Tetapi, ketika “rasa” mantap, ketika siswa berprestasi, maka orang tua lah yang akan menepuk dadanya, “Anak siapa dulu”.
Mari Ikhlas seperti gula yang larut tak terlihat tapi sangat bermakna. Gula pasir memberi rasa manis pada kopi, tapi orang menyebutnya kopi manis, bukan kopi gula. Gula pasir memberi rasa manis pada teh, tapi orang menyebutnya teh manis, bukan teh gula. Orang menyebut roti manis bukan roti gula. Orang menyebut sirop pandan, sirop apel, sirop jambu, padahal bahan dasarnya gula.
Tapi gula tetap ikhlas larut dalam memberi rasa manis, akan tetapi apabila berhubungan dengan penyakit, barulah gula disebut, Penyakit Gula!
Begitulah hidup, kadang kebaikan yang kita tanam tak pernah disebut orang. Tapi sedikit saja khilaf salah dilakukannya, maka akan dibesar-besarkan.
Ikhlaslah seperti gula
Larutlah seperti gula
Tetap semangat memberi kebaikan
Tetap semangat menyebar kebaikan
Karena kebaikan tidak untuk disebut, tapi untuk dirasakan
Al-Fatihah
Dikutip dari Diki Oi Fama
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/72498/filosofi-kopi-belajarlah-menjadi-gula.html