Tiga Pilar Penting dalam Konten Moderasi Beragama Berperspektif Gender di Medsos
Jakarta, NU Online
Komisione Komnas Perempuan Alimatul Qibtiyah menekankan pentingnya memperhatikan tiga pilar utama dalam membuat konten moderasi umat yang berperspektif gender di media sosial.
Tiga hal yang harus diperhatikan adalah landasan moral, cara kerja otak, dan data-data terkait kekerasan terhadap perempuan.
“Itu perlu kita pahami untuk merasukkan moderasi beragama berperspektif gender,” ujar Qibtiyah dalam acara IBFest bertajuk Merayakan Moderasi Beragama di Laboratorium IsDB FISHIPOL, Universitas Negeri Yogyakarta, Ahad (9/6/2024).
Pilar pertama, landasan moral. Qibtiyah menjelaskan bahwa landasan moral terdiri dari enam aspek utama. Salah satunya adalah alasan seseorang dalam membuat apakah konten bersifat mengayomi atau membahayakan.
“Ini mengurus orang-orang yang memiliki kebencian, bukan kebencian. Jika kita melakukan ini, maka kita akan lebih peka terhadap tanda-tanda penderita dan semangatnya mengayomi kelompok yang rentan,” jelasnya.
Dengan landasan moral yang kuat, ujar Qibtiyah, maka konten-konten yang dibuat akan mengarah pada sifat mengayomi. Pilar kedua adalah mengenai kejujuran dan keadilan dalam kolaborasi.
“Bagaimana kita berkolaborasi tanpa dieksploitasi artinya kolaborasi, tapi win-win solution. Oleh karena itu kita akan fokus tambah menjauhi atau menghukum pelaku,” Qibtiyah.
Pilar ketiga mencakup keyakinan, kesadaran, dan memilih. Qibtiyah pentingnya memahami tiga lapisan ini dalam pembuatan konten. Ia juga menyarankan agar judul-judul konten yang dibuat realistis dan tidak mengada-ada, serta didukung oleh data yang akurat.
“Ini data-data yang perlu kita perhatikan dalam membuat konten berperspektif perempuan,” ujarnya.
Qibtiyah menjelaskan, saat ini tantangan dalam membuat kampanye moderasi beragama adalah menguasai tiga pilar tersebut. Selain itu dalam pembuatan konten, diperlukan konsistensi serta kesiapan menerima kritik terutama pada konten yang melibatkan perempuan.
Laporan Komnas Perempuan, isu-isu kekerasan terhadap perempuan paling banyak terjadi di dunia siber seperti media sosial. Anehnya pelakunya cenderung lebih dewasa dan berpendidikan. Selain itu, 9 persen pelaku kekerasan adalah orang-orang yang seharusnya melindungi korban.
“Untuk mengatasi itu semua salah satu yang dibutuhkan saat membuat konten adalah kerjasama generasi milenial dan kolonial. Saya punya pemikiran tapi tidak bisa bermain media sosial karena itu kerjasama sangat penting,” tandasnya.