Momentum Hari PRT Internasional: Dorongan Kuat untuk Segera Sahkan RUU Perlindungan PRT
Jakarta, NU Online
Tanggal 16 Juni diperingati sebagai hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) internasional atau International Domestic Workers Day (IDWD). Peringatan ini pertama kali dicetuskan pada 2011 ditandai dengan pengesahan Konvensi ILO No 189 untuk pekerjaan yang layak untuk Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan menetapkan hukum perburuhan internasional untuk pekerja rumah tangga.
Sejak disahkannya, pekerja rumah tangga telah menggunakan tanggal 16 Juni untuk menghormati pekerjaan PRT seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Di Indonesia, sejak 20 tahun terakhir berbagai organisasi masyarakat sipil telah mengajukan dan memperjuangkan RUU PPRT ke DPR.
Selama dua dekade, RUU PPRT sudah mengalami berbagai proses kajian, studi banding, berbagai proses dialog, revisi dan pembahasan, hingga posisi terakhir sudah disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada 21 Maret 2023. Namun, hingga kini belum ada tanda-tanda bahwa RUU itu disahkan.
Koordinator Nasional Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) Lita Anggraini mengatakan, peringatan Hari PRT Internasional 2024 pada Ahad, 16 Juni menjadi momentum untuk mendesak pengesahan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Menurut dia, RUU PPRT diperjuangkan selama 20 tahun. Namun, DPR masih tidak mau mengakui PRT sebagai pekerja dan mengesahkan RUU PPRT menjadi UU.
“Padahal, para PRT mengalami pelanggaran atas hak-haknya baik sebagai manusia, pekerja, dan warga negara,” ujarnya, Ahad (16/6/2024).
Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Jala PRT, sejak 2021 sampai dengan Februari 2024 terdapat total 3.308 kasus kekerasan yang dialami PRT. Para korban rata-rata mengalami multi kekerasan psikis, fisik, ekonomi dan perdagangan manusia.
“Ini penting kenapa kita mendesak DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) untuk segera membahas dan mengesahkan RUU (Rancangan Undang-undang) PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) karena setiap hari itu selalu berjatuhan korban,”kata Lita.
Harapan dan desakan kepada DPR untuk mengesahkan UU Perlindungan PRT sebelum mengakhiri masa bakti periode 2019-2024, juga disuarakan oleh Sarbumusi dan Komnas perempuan.
Presiden Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarbumusi Irham Ali Saifuddin mendesak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU Perlindungan PRT).
“Ada fenomena feminisasi sektor pekerjaan rumah tangga ini. Sarbumusi berharap DPR segera mengesahkan RUU PPRT untuk terus mendorong rekognisi dan proteksi perempuan di dunia kerja,” ungkap Irham.
Dikatakan, Indonesia merupakan negara penghasil PRT terbesar di Asia Tenggara dengan jumlahnya hampir 5 juta. Jumlah ini mengalahkan Filipina yang selama ini terkenal sebagai penghasil buruh migran terbesar.
“Indonesia merupakan negara penghasil PRT terbesar di Asia Tenggara. Bukan saja PRT migran, PRT kita di dalam negeri saja jumlahnya hampir 5 juta. Bila dijumlah dengan PRT migran, maka negara ini sesungguhnya adalah penghasil PRT tertinggi di Asia Tenggara,” terangnya.
Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) Olivia Salampessy mengatakan tahun 2024 menjadi titik kritis pembahasan RUU PPRT karena jika pada tahun ini tidak ada yang dibahas dan disepakati dalam pembahasan tingkat I DPR RI, maka RUU PPRT akan menjadi non-carry over.
Pihaknya berharap di masa periode kerja DPR RI 2019 – 2024, RUU ini dapat disahkan menjadi undang-undang.
“Atau setidaknya ada pembahasan salah satu pasal agar RUU PPRT ini menjadi carry over untuk diperjuangkan pengesahannya menjadi undang-undang pada periode 2024 – 2029,” kata Olivia dalam webinar bertajuk Mendorong DPR RI Membahas RUU PPRT di Akhir Periode Kerja 2019-2024 Jumat lalu.
Komnas Perempuan juga mengajak seluruh pihak untuk memperbesar dorongan dan desakan terhadap pembahasan RUU PPRT, agar proses legislasi RUU PPRT tidak memulai kembali dari awal.
“RUU ini penting karena pekerja rumah tangga juga berhak diakui sebagai pekerja dan berhak atas pelindungan hak asasi sebagaimana pekerja lainnya,” tandasnya.