Tafsir Surat Al-An’am Ayat 130: Teguran Keras bagi Jin dan Manusia yang Ingkar

Surat Al-An’am ayat 130 menggambarkan dialog yang akan terjadi antara Allah SWT dengan golongan jin dan manusia kafir di hari Kiamat. Dialog ini menegaskan pentingnya pesan-pesan Allah yang disampaikan melalui para rasul dan bagaimana manusia bertanggung jawab atas pilihannya.

 

Allah SWT memanggil golongan jin dan manusia kafir dan mengingatkan mereka tentang kedatangan para rasul dari kalangan mereka sendiri. Para rasul ini bukan hanya penyampai wahyu, tetapi juga sahabat karib yang selalu mengingatkan mereka tentang hari Kiamat. Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah memberikan segala petunjuk dan peringatan yang mereka butuhkan untuk meraih kebahagiaan di akhirat.

 

Golongan jin dan manusia kafir mengakui kedatangan para rasul dan kebenaran pesan-pesan mereka. Pengakuan ini menunjukkan bahwa mereka tidak bisa mengelak dari tanggung jawab atas pilihan mereka untuk kufur kepada Allah SWT. Namun, mereka terlena dengan kenikmatan duniawi dan mengabaikan peringatan para rasul. Kehidupan dunia yang penuh godaan telah menipu mereka dan membuat mereka terjerumus ke dalam kesesatan. Pada akhirnya, mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir dan berdosa.

 

Allah berfirman dalam Surat Al-An’am Ayat 130:

 

يٰمَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ اَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِّنْكُمْ يَقُصُّوْنَ عَلَيْكُمْ اٰيٰتِيْ وَيُنْذِرُوْنَكُمْ لِقَاۤءَ يَوْمِكُمْ هٰذَاۗ قَالُوْا شَهِدْنَا عَلٰٓى اَنْفُسِنَا وَغَرَّتْهُمُ الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا وَشَهِدُوْا عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْ اَنَّهُمْ كَانُوْا كٰفِرِيْنَ

 

yâ ma‘syaral-jinni wal-insi a lam ya’tikum rusulum mingkum yaqushshûna ‘alaikum âyâtî wa yundzirûnakum liqâ’a yaumikum hâdzâ, qâlû syahidnâ ‘alâ anfusinâ wa gharrat-humul-ḫayâtud-dun-yâ wa syahidû ‘alâ anfusihim annahum kânû kâfirîn.

 

Artinya: “(Allah berfirman,) Wahai golongan jin dan manusia, tidakkah sudah datang kepadamu rasul-rasul dari kalanganmu sendiri yang menyampaikan ayat-ayat-Ku kepadamu dan memperingatkanmu tentang pertemuan pada hari ini?” Mereka menjawab, “(Ya,) kami menjadi saksi atas diri kami sendiri.” Namun, mereka tertipu oleh kehidupan dunia. Mereka telah menjadi saksi atas diri mereka sendiri bahwa mereka adalah orang kafir.”

 

Tafsir Al-Munir

Syekh Wahbah Zuhaily dalam kitab Tafsir Al-Munir menerangkan, Surat Al-An’am ayat 130 ini mengungkapkan bahwa jin dan manusia saling menolong di dunia karena mereka memiliki kesamaan dalam orientasi, sarana, tujuan, dan perbuatan. Allah kemudian mencela pada orang-orang zalim dan mengancam orang-orang kafir dari golongan jin dan manusia. 

 

Ayat ini, kata Syekh Wahbah, menggambarkan dialog yang akan terjadi di Hari Kiamat antara Allah SWT dan golongan jin dan manusia yang kafir. lebih lanjut ia menyebutkan bahwa ayat ini memunculkan pertanyaan, bukankah rasul yang diutus Allah berasal dari kalangan manusia, tidak ada dari jin? Mayoritas ulama sepakat bahwa rasul memang hanya dari manusia. Penggunaan kata “kalian” dalam ayat ini dipahami sebagai bentuk taghlib, yaitu penyebutan mayoritas untuk mewakili keseluruhan.

 

Hal ini serupa dengan ayat lain dalam Al-Qur’an Surat Ar-Rahman ayat 55:

 

يَخْرُجُ مِنْهُمَا اللُّؤْلُؤُ وَالْمَرْجَانُۚ

 

Artinya: “Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.”

 

Ayat ini menyebutkan mutiara dan marjan keluar dari laut, padahal kenyataannya ada juga mutiara dari sungai. Penggunaan kata “laut” dalam ayat ini pun dipahami sebagai taghlib, karena mutiara dan marjan lebih umum ditemukan di laut.

 

Namun, ada juga tafsir yang menyatakan bahwa yang dimaksud dengan rasul dari golongan jin adalah mereka yang mendengarkan bacaan Nabi Muhammad SAW kemudian kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan. Ini didasarkan pada firman Allah SWT dalam Surat al-Ahqaf ayat 29 yang menyebutkan bahwa mereka kembali kepada kaumnya untuk memberi peringatan setelah mendengarkan bacaan Nabi.

 

وَاِذْ صَرَفْنَآ اِلَيْكَ نَفَرًا مِّنَ الْجِنِّ يَسْتَمِعُوْنَ الْقُرْاٰنَۚ فَلَمَّا حَضَرُوْهُ قَالُوْٓا اَنْصِتُوْاۚ فَلَمَّا قُضِيَ وَلَّوْا اِلٰى قَوْمِهِمْ مُّنْذِرِيْنَ

 

Artinya: “(Ingatlah) ketika Kami hadapkan kepadamu (Nabi Muhammad) sekelompok jin yang mendengarkan (bacaan) Al-Qur’an. Ketika menghadirinya, mereka berkata, “Diamlah!” Ketika (bacaannya) selesai, mereka kembali kepada kaumnya sebagai pemberi peringatan.”

 

Dengan demikian, Surat al-An’am ayat 130 mengandung dua tafsir utama: pertama, para rasul hanya berasal dari golongan manusia. Kedua, para jin yang mendengarkan wahyu juga dapat berfungsi sebagai pemberi peringatan bagi kaumnya, meskipun mereka bukan rasul dalam arti yang sama seperti para rasul manusia.

 

Tugas para rasul adalah membacakan ayat-ayat yang berkaitan dengan keimanan, hukum, dan akhlak. Mereka memberikan peringatan tentang datangnya hari pengumpulan, hisab, dan pembalasan kepada orang-orang yang kufur dan mengingkarinya. Pada hari Kiamat, mereka akan mengakui bahwa para rasul telah menyampaikan risalah kepada mereka, memberikan peringatan tentang hari perjumpaan dengan Allah, dan bahwa hal ini pasti terjadi. 

 

Manusia dan jin, yang tertipu oleh kehidupan dunia yang penuh dengan hiasan dan kenikmatannya. Hawa nafsu, harta, anak-anak, serta cinta pada kekuasaan dan derajat yang tinggi membuat mereka mengabaikan perintah Allah dalam kehidupan dunia mereka. Akibatnya, mereka binasa karena mendustakan para rasul dan mengingkari mukjizat dengan kesombongan dan keangkuhan.

 

Pada hari Kiamat, mereka akan bersaksi untuk diri mereka sendiri bahwa di dunia mereka mengingkari apa yang dibawa para rasul. Pengutusan para rasul, adanya peringatan kepada manusia, dan penurunan kitab-kitab adalah bagian dari sunnatullah. Allah tidak akan menghukum seseorang atas dosa yang dilakukannya jika risalah dakwah belum sampai kepadanya.

 

ولكل العاملين لمن الجن والإنس مراتب بحسب أعمالهم، فلمن عمل بطاعة الله درجات في الثواب، ولمن عمل بمعصيته دركات في العقاب، والله ليس بغافل ولا لاه ولا ساه عن كل عمل، قليل أو كثير

 

Artinya: “Tiap-tiap jin dan manusia akan mendapatkan kedudukan sesuai amal perbuatan mereka. Orang yang taat kepada Allah akan mendapatkan pahala, sedangkan orang yang melakukan maksiat akan mendapatkan siksa. Allah SWT tidak lalai, lengah, dan tidak pula lupa terhadap amal perbuatan mereka, baik yang sedikit maupun banyak.” (Syekh Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir, [Beirut: Darul Kutub al-Mu’asharah, 1991], Jilid VIII, halaman 49).

 

Tafsir Al-Misbah

Menurut Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Surat Al-An’am ayat 130 melanjutkan penjelasan mengenai keadaan orang-orang yang lalai dan memberikan sanggahan terhadap ucapan orang-orang durhaka yang mengklaim bahwa mereka hanya salah memilih jalan. Allah menegur mereka melalui para rasul-Nya, baik dari golongan manusia maupun jin yang telah diutus untuk menyampaikan wahyu-Nya. Mereka ditanya mengapa memilih jalan yang keliru padahal para rasul telah datang dan menyampaikan ayat-ayat Allah serta memberikan peringatan tentang hari kiamat.

 

Para Rasul tersebut telah menjelaskan kebenaran dengan jelas dan memberikan peringatan tentang pertemuan dengan hari kiamat ketika setiap individu akan menerima balasan atas sikap dan perbuatannya di dunia. Orang-orang yang lalai dan durhaka akhirnya mengakui dengan penuh penyesalan bahwa mereka telah menganiaya diri mereka sendiri. Mereka mengakui bahwa Allah telah berbuat baik dengan mengutus para rasul, tetapi mereka mengabaikan peringatan tersebut.

 

Kehidupan dunia telah memperdaya mereka sehingga mengabaikan peringatan dari para rasul dan mengikuti rayuan setan. Hal ini menyebabkan mereka jatuh dalam kesengsaraan dan menjadi saksi atas kezaliman yang mereka lakukan. Mereka juga tidak hanya melakukan satu atau dua kali kekufuran, tetapi kekufuran itu telah mendarah daging dan menjadikan aktivitasnya selalu penuh dengan kedurhakaan kepada Allah.

 

Allah menegaskan bahwa kehidupan dunia telah memperdayakan mereka dengan permainan, senda gurau, dan kelengahan terhadap tugas. Mereka terperdaya oleh perebutan dan kebanggaan terhadap harta, sehingga mengabaikan peringatan dari para rasul dan terus-menerus melakukan kedurhakaan. Kehidupan dunia yang penuh tipu daya ini telah menipu mereka, membuat mereka lengah akan peringatan Allah dan menjauh dari jalan yang benar. (Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Ciputat: Lentera Hati, 2002], Jilid IV, halaman 295).

 

Dengan demikian, tafsir ayat ini memberikan gambaran tentang bagaimana kehidupan dunia bisa memperdaya manusia dan menjauhkan mereka dari jalan yang benar. Ini menjadi peringatan bagi kita semua untuk selalu waspada dan tidak terperdaya oleh kehidupan dunia, serta senantiasa mengikuti petunjuk dan peringatan dari Allah melalui para rasul-Nya.

 

Tafsir Bahrul Ulum

Syekh Abu Laist as-Samarqandi dalam kitab Tafsir Bahrul Ulum menjelaskan, Surat Al-An’am ayat 130 menggambarkan dialog yang akan terjadi di Hari Kiamat antara Allah SWT dengan golongan jin dan manusia yang kafir. Allah SWT akan menanyakan mereka tentang kedatangan para rasul yang telah menyampaikan risalah-Nya.

 

Lebih lanjut, kalimat [مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ] ini memiliki beberapa tafsir:

 

Pertama, pendapat Muqatil yang menyebut bahwa Allah mengutus rasul dari kalangan jin untuk jin dan rasul dari kalangan manusia untuk manusia. Dikatakan bahwa rasul jin adalah tujuh orang yang mendengarkan Al-Qur’an dari Rasulullah SAW dan kembali kepada kaum mereka untuk memperingatkan mereka.

 

Kedua, pendapat lain mengatakan bahwa ayat ini merujuk pada rasul dari kalangan manusia saja. Dikatakan bahwa tidak ada rasul yang diutus khusus untuk jin. 

 

Ketiga, menurut Ibnu Abbas meyakini bahwa para rasul diutus kepada manusia, namun Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rasul bagi jin dan manusia.

 

قال مقاتل: بعث الله تعالى رسولاً من الجن إلى الجن ومن الإنس إلى الإنس. ويقال رسل الجن السبعة الذين سمعوا القرآن من رسول الله صلى الله عليه وسلم ورجعوا إلى قومهم منذرين. وقالوا: يا قومنا أجيبوا داعي الله. ويقال: لَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يعني: من الإنس خاصة. وقال ابن عباس: كانت الرسل تبعث إلى الإنس وأن محمدا صلى الله عليه وسلم بعث إلى الجن والإنس

 

Artinya: “Muqatil berkata: Allah SWT mengutus seorang rasul dari kalangan jin kepada jin dan seorang rasul dari kalangan manusia kepada manusia. Dikatakan bahwa rasul jin adalah tujuh orang yang mendengarkan Al-Qur’an dari Rasulullah SAW dan kembali kepada kaum mereka untuk memperingatkan mereka. Mereka berkata: “Hai kaum kami, penuhilah seruan Allah.” Dikatakan pula: “Tidak pernah datang kepada kalian rasul-rasul dari kalangan kalian sendiri.” Maksudnya: dari kalangan manusia saja. Ibnu Abbas berkata: Para rasul diutus kepada manusia, dan Muhammad SAW diutus kepada jin dan manusia.” (Syekh Abu Laist as-Samarqandi, Tafsir Bahrul Ulum, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1993], jilid I, halaman 483).

 

Kesimpulannya, ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT telah mengutus para rasul untuk menyampaikan risalah-Nya kepada seluruh makhluk, baik jin maupun manusia. Para rasul ini datang dari berbagai kalangan, termasuk dari jin dan manusia itu sendiri. Kewajiban manusia dan jin adalah untuk mendengarkan seruan para rasul dan mengikuti ajaran mereka.

 

Tafsir Al-Qurthubi

Sementara itu, Imam Al-Qurthubi, dalam kitab al-Jami’ Li Ahkami Al-Qur’an Jilid VII, halaman 86 menjelaskan, Nabi Muhammad diutus kepada bangsa jin dan manusia. Hal ini disebutkan dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari RA menyatakan bahwa Rasulullah SAW diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada nabi-nabi sebelumnya, di antaranya adalah utusan kepada setiap orang dari berbagai suku dan warna kulit. 

 

Rasulullah SAW bersabda:

 

أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌّ قَبْلِي كَانَ كُلُّ نَبِيٍّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى كُلِّ أَحْمَرَ وَأَسْوَدَ

 

Artinya: “Aku diberi lima perkara yang tidak diberikan kepada nabi sebelumku: setiap nabi diutus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada setiap orang berkulit merah dan hitam.”

 

Sementara itu, Ibnu Abbas RA, salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW, menyatakan bahwa para rasul diutus kepada bangsa manusia, sedangkan Nabi Muhammad SAW diutus untuk membawa risalah kepada manusia dan bangsa jin. Hal ini diperkuat oleh Abu Laits As-Samarqandi dalam kitabnya.

 

Dengan demikian, surat Al-An’am [6] ayat 130 merupakan ayat yang penuh makna dan pelajaran bagi jin dan manusia. Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu beriman kepada Allah SWT, mentaati ajaran-Nya, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat.

https://islam.nu.or.id/tafsir/tafsir-surat-al-an-am-ayat-130-teguran-keras-bagi-jin-dan-manusia-yang-ingkar-jrsZG