Kerjasama Manusia dan Jin dalam Kitab-Kitab Tafsir
Manusia dan jin adalah dua makhluk Allah swt yang sering kali disebut dalam Al-Qur’an. Keduanya adalah makhluk yang dibebani syariat. Meskipun di antara mereka ada yang beriman dan ada yang tidak beriman. Oleh karena keduanya sama-sama berada di dunia, sangat mungkin keduanya berinteraksi dan bahkan bekerjasama. QS. Al-Jinn ayat 6 menyinggung kerjasama di antara kedua golongan ini. Berikut contoh-contoh kerjasama di antara keduanya:
وَأَنَّهُۥ كَانَ رِجَالٞ مِّنَ ٱلۡإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٖ مِّنَ ٱلۡجِنِّ فَزَادُوهُمۡ رَهَقٗا
Wa annahû kâna rijâlun minal-insi ya‘ûdzûna birijâlin minal-jinni fa zâdûhum rahaqâ
Artinya : “Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari (kalangan) manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin sehingga mereka (jin) menjadikan mereka (manusia) bertambah sesat“. (QS. Al-Jinn : 6)
Dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Imam Al-Qurthubi menuturkan, sebab turun ayat ini adalah cerita Kardam bin Abu Al-Saib yang kemalaman dan menginap di penggembalaan biri-biri. Ketika pertengahan malam, seekor serigala datang dan mengambil satu anak biri-biri. Lantas penggembala berteriak : “Wahai penghuni lembah ini! saya minta pertolonganmu!”. Kemudian ada seseorang yang bersuara : “Wahai serigala! Lepaskan!” Kemudian anak biri-biri itu datang dalam keadaan kuat. Kemudian Allah swt menurunkan ayat ini di Makkah. (Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006], Jilid XXI, hal. 283).
Adapun contoh kerjasama antara manusia dan jin dapat dilihat sebagaimana berikut ini :
Pertama, contoh kerjasama ini adalah meminta perlindungan dari berbagai bentuk mara bahaya. Dan memintanya kepada selain Allah swt. Ketika Islam datang, manusia meminta perlindungan kepadaNya. Hal yang menarik dari cerita ini adalah jawaban jin yang menganggap dirinya tidak memiliki apapun, baik itu kemanfaatan ataupun bahaya. Sebagaimana dalam tafsir Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayil Qur’an, Imam At-Thabari menuturkan :
عَنْ إِبْرَاهِيْمَ فِي قَوْلِهِ : وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِّنَ الْإِنسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِّنَ الْجِنِّ . قَالَ : كَانُوْا فِي الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا نَزَلُوْا بِالْوَادِيْ قَالُوا نَعُوْذُ بِسَيِّدِ هَذَا الْوَادِى مِنْ شَرِّ مَا فِيْهِ. فَيَقُوْلُ الْجِنِّيُوْنَ تَتَعَوَّذُوْنَ بِنَا وَلَا نَمْلِكُ لِأَنْفُسِنَا ضَرًّا وَلَا نَفْعًا !
Artinya : “Dari Ibrahim dalam firmanNya : Sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki dari (kalangan) manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin sehingga mereka (jin). Dia berkata : Ketika mereka pada zaman jahiliyah singgah di lembah, maka mereka berkata : Kami meminta perlindungan kepada tuan lembah ini dari keburukan yang ada didalamnya. Kemudian para jin menjawab : Kalian meminta perlindungan kepada kami. Padahal kami tidak memiliki bahaya dan manfaat untuk diri kami.” (Muhammad Bin Jarir al-Thabari, Jami’ul Bayan ‘An Ta’wil Ayil Qur’an, [Turki: Dar Hijr Publishing, 2011], Jilid XXIII, hal. 323).
Kedua, dalam Tafsir Mafatihul Ghaib, Imam Al-Razi menuturkan, contoh lain dari kerjasama antara manusia dan jin yang terjadi pada zaman jahiliyah adalah ketika mereka masuk pada masa paceklik. Mereka mengirim pandu atau utusan yang bertugas menjelajah wilayah untuk menemukan padang rumput dan sumber air. Namun ketika mereka sampai pada batas wilayah dan tidak menemukan apa yang mereka cari, maka mereka berlindung pada penguasa dari bangsa jin di lembah tersebut. Sebagaimana diceritakan :
وَقَالَ آخَرُوْنَ كَانَ أَهْلُ الْجَاهِلِيَّةِ إِذَا قُحِطُوا بَعَثُوْا رَائِدَهُمْ فَإِذَا وَجَدَ مَكَاناً فِيْهِ كَلَأٌ وَمَاءٌ رَجَعَ إِلَى أَهْلِهِ فَيُنَادِيْهِمْ فَإِذَا انْتَهُوْا إِلَى تِلْكَ الْأَرْضِ نَادُوْا نَعُوْذُ بِرَبِّ هَذَا الْوَادِي مِنْ أَنْ يُصِيْبَنَا آفَةٌ يَعْنُوْنَ الْجِنَّ
Artinya : “Dan yang lain berkata : “Dulu, masyarakat jahiliyah ketika ditimpa paceklik, maka mereka mengirim pandu mereka. Ketika dia menemukan tempat yang di dalamnya ada padang rumput dan air, maka dia kembali pada masyarakatnya lantas memanggil mereka. Ketika berhenti pada tanah itu, mereka berseru : “Kami berlindung pada penguasa lembah ini dari bahaya yang menimpa kami. Yang mereka maksud adalah jin“. (Fakhruddin al-Razi, Mafatihul Ghaib, [Beirut: Daar al-Fikr, 1981], Jilid XXX, hal. 156).
Ketiga, dalam Tafsir Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, Imam Al-Qurthubi menjelaskan, contoh kerjasama manusia dan jin adalah meminta perlindungan kepada manusia dari keburukan jin. Bisa jadi manusia yang diminta perlindungan, kemudian dia bernegosiasi kepada jin dan bahkan menaklukannya. Al-Qurthubi mengungkapkan :
فَالْمَعْنَى وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوْذُوْنَ مِنْ شَرِّ الْجِنِّ بِرِجَالٍ مِنَ الْإِنْسِ. وَكَانَ الرَّجُلُ مِنَ الْإِنْسِ يَقُوْلُ مَثَلاً أَعُوْذُ بِحُذَيْفَةِ بْنِ بَدْرٍ مِنْ جِنِّ هَذَا الْوَادِي
Artinya : “Maka maknanya adalah sesungguhnya ada beberapa orang laki-laki meminta perlindungan kepada laki-laki dari keburukan jin. Dan laki-laki dari golongan manusia tersebut mengatakan : “Aku berlindung kepada Hudaifah bin Badar dari jin lembah ini“. (Muhammad Bin Ahmad Bin Abu Bakar al-Qurthubi, al-Jami’ Li Ahkamil Qur’an, [Beirut: Muassasah al-Risalah, 2006], Jilid XXI, hal. 285).
Dari penjelasan ini dapat ditarik kesimpulan, bahwa meminta perlindungan kepada selain Allah swt dari keburukan jin merupakan hal yang sia-sia. Karena siapapun dia, termasuk jin tidak pernah memiliki kuasa atas dirinya. apalagi sampai mampu memberikan bahaya atau manfaat kepada lainnya. Seandainya meminta bantuan seseorang dari keburukan jin, maka hal ini tidaklah lebih dari hubungan sebab akibat antar sesama manusia. Sedangkan penentu bahaya dan manfaat sepenuhnya ada pada Allah swt. Wallahu A’lam.
Muhammad Tantowi, Koordintor Ma’had MTsN 1 Jember, Jawa Timur
https://islam.nu.or.id/tafsir/kerjasama-manusia-dan-jin-dalam-kitab-kitab-tafsir-sHc30