Hikmah Mencukupkan Diri dengan Pasangan yang Halal

Komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal merupakan suatu bentuk kesetiaan dan kepercayaan yang tinggi dalam hubungan pernikahan. Orang-orang yang setia di jalur ini pada dasarnya menjadi sebuah cerminan komitmen untuk menjaga hubungan yang sah di dalam menjalankan ajaran syariat Islam, serta membangun ikatan yang kuat berdasarkan cinta, pengertian, komitmen dan rasa percaya satu sama lain.

Karena itu, perlu diingat kembali bahwa pernikahan dalam Islam tidak hanya sekadar ikatan lahiriah antara dua individu saja, namun juga merupakan ikatan batiniah yang harus didasari oleh iman, kepercayaan dan komitmen yang kuat. Dari sinilah kasih sayang dan rumah tangga yang rukun akan terbangun. Berkaitan dengan hal ini, Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum:

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.” (QS Ar-Rum, [30]: 21).

Berkaitan dengan ayat ini, Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi dalam kitab tafsirnya mengatakan bahwa ketentraman (sakinah) dalam rumah tangga adalah ketika masing-masing dari keduanya mencukupkan diri dengan pasangannya yang halal tersebut. Dengan kata lain, ketika masing-masing dari seorang suami dan istri sudah membangun komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal, maka di situlah ketentraman dan keharmonisan rumah tangga akan tercipta:

اَلسَّكَنُ بَيْنَ الزَّوْجَيْنِ حَيْثُ يَرْتَاحُ كُلٌّ مِنْهُمَا إِلىَ الْآخَرِ وَيَطْمَئِنُّ لَهُ وَيَسْعدُ بِهِ وَيَجِدُ لَدَيْهِ حَاجَتَهُ

Artinya: “Ketentraman antara suami dan istri adalah ketika masing-masing dari keduanya mencukupkan diri dari yang lain, sehingga ia tentram padanya, bahagia dengannya, dan terpenuhi semua keinginan di sisinya.” (Syekh Sya’rawi, Tafsir wa Khawathirul Umam, [Maktabah at-Turatsul Ilmi: tt], juz I, halaman 497).

Membangun komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal harus dilakukan dengan cara saling mendukung, saling menguatkan, dan saling melengkapi satu sama lain. Karena dari sinilah setiap orang akan senang dengan pasangannya, akan cinta pada pasangannya dan tidak akan melakukan perselingkuhan atau semua perbuatan yang bisa merusak keharmonisan rumah tangga yang sudah terbangun sakinah mawaddah wa rahmah.

Oleh karena itu, Rasulullah saw dalam haditsnya berpesan kepada semua umat Islam untuk benar-benar selektif dalam memilih pasangan, yaitu pasangan yang paham tentang agama. Tujuannya tidak lain agar setelah menikah ia bisa membangun komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangannya yang halal tersebut. Sebab, perselingkuhan kerap terjadi karena minimnya pengetahuan seseorang. Pesan Rasulullah itu sebagaimana direkam oleh sahabat Abu Hurairah, yaitu:

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ َلأرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ

Artinya: “Nikahilah wanita karena empat hal, yaitu: (1) karena hartanya; (2) karena keturunannya; (3) karena kecantikannya; dan (4) karena agamanya. (Jika tidak ada) maka berpeganglah pada keberagamaannya, agar kamu memperoleh kebahagiaan.” (HR Bukhari).

Merujuk penjelasan Imam Ibnu Hajar al-Asqalani (wafat 852 H), hadits ini tidak berarti Rasulullah menyuruh kita memilih wanita dengan empat sifat di atas, tidak!. Rasulullah hanya menyebutkan bahwa kebiasaan orang-orang adalah mencari wanita yang memiliki empat sifat di atas. Hanya saja, di akhir sabdanya, beliau sangat berpesan untuk benar-benar memperhatikan agama setiap orang, karena hanya dengan agama itulah pasangan akan menjadi pendamping yang bisa menjadi penyemangat, pembimbing, dan pasangan yang bisa mengajak pada kebaikan.

Oleh sebab itu, dalam hadits yang lain Rasulullah saw bersabda:

لاَ تزَوَّجُوْا النِّسَاءَ لِحُسْنِهِنَّ فَعَسَى حُسْنُهُنَّ أَنْ يُرْدِيَهُنَّ، وَلاَ تَزَوَّجُوْهُنَّ لِأَمْوَالِهِنَّ فَعَسَى أَمْوَالُهُنَّ أَنْ تُطْغِيَهُنَّ، وَلَكِنْ تَزَوَّجُوْهُنَّ عَلىَ الدِّيْنِ، وَلَأَمَةٌ خَرْمَاءُ سَوْدَاءُ ذَاتُ دِيْنٍ أَفْضَلُ

Artinya: “Janganlah kalian menikahi wanita karena kecantikannya, karena bisa saja kecantikannya bisa menjadikannya sengsara. Jangan pula kalian menikahinya karena hartanya, karena bisa saja hartanya akan menjadikannya tersesat. Akan tetapi, nikahilah mereka berdasarkan agamanya. Sungguh, seorang budak wanita berhidung pesek dan berkulit hitam, tetapi patuh beragama itu lebih utama (dari mereka semua).” (HR Ibnu Majah. Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari Syarh Shahihil Bukhari, [Beirut: Darul Ma’rifah, 1379], juz IX, halaman 135).

Dengan demikian, maka seseorang yang paham agama adalah yang paling penting untuk dijadikan suami atau istri, karena dengan kesempurnaan agamanya, ia akan menjadi pendamping yang akan benar-benar mencukupkan diri dengan pasangan yang halal. Ia tidak akan terjerumus pada perselingkuhan yang sudah jelas-jelas dilarang dalam Islam. Ia juga akan menjadi pembimbing untuk kebaikan dan ketaatan.

Selain itu, komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal, merupakan salah satu upaya untuk menghindari perselingkuhan dan hubungan-hubungan yang diharamkan dalam Islam. Menghindari perselingkuhan merupakan salah satu upaya untuk menghindari perzinahan. Maka, upaya seperti ini merupakan bentuk ikhtiar untuk menunaikan (imtitsal) atas perintah Allah swt, yang melarang adanya perbuatan zina. Allah swt berfirman:

وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS Al-Isra’, [17]: 32).

Tidak hanya itu, komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal, juga merupakan salah satu upaya menghindari berduaan dengan orang yang tidak halal. Orang-orang yang bisa meninggalkan perbuatan ini menjadi suatu bukti bahwa dalam dirinya terdapat keimanan yang kuat kepada Allah swt, karena berduaan dengan orang yang halal merupakan perbuatan yang terlarang dalam Islam. Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah saw bersabda:

وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

Artinya: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah ia menyepi dengan seorang wanita tanpa ada mahram wanita tersebut, karena setan akan menjadi pihak ketiga di antara mereka berdua.” (HR Ahmad).

Dari beberapa uraian ini, maka dapat disimpulkan bahwa komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal merupakan salah satu upaya yang sangat terpuji dalam Islam. Orang yang bisa melakukannya menunjukkan bahwa dalam dirinya terdapat keimanan yang kuat dan memiliki pemahaman agama yang mendalam.

Demikian penjelasan perihal komitmen untuk mencukupkan diri dengan pasangan yang halal. Semoga bermanfaat dan menjadi dorongan bagi orang-orang yang sudah menikah untuk tidak lagi melakukan perselingkuhan. Wallahu a’lam bisshawab.

Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.

https://islam.nu.or.id/syariah/hikmah-mencukupkan-diri-dengan-pasangan-yang-halal-WeI9q