Status Nasab Anak Hasil Kawin Kontrak

Kawin kontrak atau yang secara syariat disebut sebagai nikah mut’ah ialah nikah yang perkawinannya diberi ketentuan durasi waktu tertentu yang disebutkan ketika akad.
 

Gambaran nikah kontrak ini adalah calon suami berkata kepada calon istri, “Aku akan menikahimu dalam beberapa waktu.”
 

Nikah mut’ah ini dianggap batil karena mensyaratkan adanya ketentuan durasi waktu tertentu, yang mana hal tersebut bertentangan dengan konsep nikah dalam Islam yang terbebas dari persyaratan durasi waktu.
 

Menurut seluruh mazhab fiqih, Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali, nikah mut’ah hukumnya haram.

Akan tetapi, muncul pertanyaan apa status anak hasil nikah mut’ah, mengingat bahwa semua ulama sepakat bahwa akad pernikahan seperti itu diharamkan?
 

Dalam hal ini, Syekh Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari dalm kitabFathul Mu’in berpendapat, ketika nikah mut’ah terlanjur terlaksana, maka terdapat konsekuensi tertentu. Ia menjelaskan

 

وَيَلْزَمُهُ فِىْ نِكَاحِ الْمُتْعَةِ الْمَهْرُ وَالنَّسَبُ وَالْعِدَّةُ
 

Artinya, “Dan diwajibkan (ditetapkan) dalam nikah mut’ah, yakni: mahar, nasab dan iddah”. (Zainuddin bin Abdil Aziz Al-Malibari), Fathul Mu’in, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017], halaman 126).

Sebagai penjelasan di atas, Syekh Abu Bakar bin Utsman Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin menjelaskan: 
 

وَقَوْلُهُ  وَالنَّسَبُ أَيْ لَوْ حَمِلَتْ مِنْهُ وَأَتَتْ بِمَوْلِدٍ فَإِنَّهُ يُنْسَبُ اِلَيْهِ
 

Artinya, “Yang dimaksud dengan kata “nasab” pada ucapan (teksFathul Mu’in) adalah andaikan sang istri hamil dan melahirkan anak dari hasil kawin kontrak tersebut, maka anak tersebut dinasabkan pada si suami (ayah si anak)”. (Abu Bakar bin Utsman Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz III, halaman 481).
 

Dari keterangan tersebut di atas jelas sekali, nasab seorang anak hasil dari nikah kontrak tetap bernasab pada si suami (ayah si anak).
 

Lain halnya dengan hukum positif yang ada di negara kita. Hukum positif di negara kita menyatakan bahwa kawin kontrak tidak masuk dalam kategori perkawinan yang sah menurut Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 pasal 2, dan Kompilasi Hukum Islam (Pasal 2, 5 dan 6).
 

Imbasnya, anak hasil kawin kontrak tidak termasuk sebagai anak sah sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pasal 42. 
 

Konsekuensinya, anak tersebut tetap dianggap sebagai anak di luar nikah yang nasabnya diarahkan kepada ibunya. Dengan demikian, ia tidak bisa mendapatkan waris dari ayah biologisnya dan jika ia perempuan, maka ayah biologisnya tidak dapat menjadi wali nikahnya.
 

Karena itu, hemat penulis perlu dibuatkan rumusan perundangan khusus dalam hukum positif terkait status nasab anak hasil kawin kontrak sesuai penjelasan fiqih di atas, agar status nasab tetap diarahkan kepada ayah biologis, meskipun pernikahan kontrak dihukumi tidak sah. Wallahu a’lam bisshawab.
 

 

Ustadz Dr Muhammad Ibnu Sahroji, Pemerhati Kajian Islam

https://islam.nu.or.id/syariah/status-nasab-anak-hasil-kawin-kontrak-FbDBJ