Hukum Jual Beli Kotoran Ayam untuk Pupuk Organik

Kotoran ayam merupakan satu dari sekian bahan pupuk organik yang dapat menyuburkan tanah. Dalam melangsungkan produktivitas pertanian, kesuburan tanah menjadi faktor utama. Penaburan pupuk organik terhadap tanah yang mulanya  kering dan tandus menjadinya subur.
 

Sektor penting yang menunjang lajunya perekonomian negara Indonesia adalah pertanian. Para petani menyadari adanya manfaat limbah organik berupa kotoran-kotoran hewan sebagai pupuk.
 

Banyak sekali keuntungan ekosistem pada penggunaan kotoran-kotoran hewan yang digunakan untuk penyubur tanah. Selain mengurangi resiko limbah kotoran hewan, para petani dapat sedikit menghemat biaya pengeluaran untuk membeli pupuk.
 

Penggunaan pupuk kandang yang berbahan kotoran-kotoran hewan memiliki dampak signifikan terhadap hasil tanam. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa limbah yang dialihfungsikan menjadi pupuk memiliki dampak positif dan signifikan pada hasil tanaman bayam (Amaranthus tricolor L).
 

Efek ini terlihat jelas pada beberapa aspek pertumbuhan tanaman, termasuk peningkatan tinggi tanaman, pembesaran diameter batang, dan penambahan jumlah daun. Sebagai contoh, pada perlakuan dengan 50 gram pupuk kandang, tanaman bayam mencapai tinggi 18,73 cm, diameter batang 0,283 mm, dan jumlah daun 9,4 helai. 
 

Atas dasar itulah, beberapa orang memanfaatkan peluang dengan menjual belikan kotoran-kotoran hewan, termasuk kotoran ayam. 
 

Tak jarang para petani bermitra dengan peternak untuk memudahkan membeli limbah kotoran dengan mudah. Peternak ayam mempermudah akses pembelian kotoran ayam kepada para petani.
 

Kotoran hewan lazim diperjualbelikan antara para peternak dan petani. Keadaan maklum ini menjadi janggal ketika ditarik pada transaksi jual beli dalam Islam.
 

Dalam konsep bai’ atau muamalat, produk yang diperjualbelikan harus berupa barang yang suci sekaligus bermanfaat. Tidak diperkenankan seseorang menjual produk yang najis dan yang terkena najis. 
 

ولا يصح بيع عين نجسة) ولا متنجسة كخمر ودهن وخل متنجس ونحوه مما لا يمكن تطهيره
 

Artinya, “Tidak diperbolehkan menjual sebuah produk yang najis. Begitu juga yang terkena najis seperti khamr, lemak, cuka yang terkena najis, dan segala produk yang tidak memungkin akan kesuciannya.” (Abu Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib, [Beirut, Dar Ibnu Hazm: 2005], halaman 163).
 

Kotoran-kotoran yang dikumpulkan oleh para peternak kemudian dijual ke petani-petani bertolak belakang dengan konsep dasar muamalat dalam Islam.
 

Sepintas, akad tersebut dapat dikategrikan tidak sah dalam Islam. Kotoran hewan yang menjadi produk dari peternak merupakan barang najis, hukumnya seperti khamr dan lain-lain. Karena sebuah barang najis, transaksi antara peternak yang menjual ekstraksi atau kotoran hewan tidak sah. 
 

Argumen status najis kotoran hewan secara eksplisit dapat dilihat dalam kitab Raudlatul Thalibin karya Imam Nawawi (wafat 676) yang berbunyi:
 

الثاني: كالدم، والبول، والعذرة، والروث، والقيء. وهذه كلها نجسة من جميع الحيوان، أي: مأكول اللحم وغيره
 

Artinya, “Bagian kedua: Darah, air seni, bulu, kotoran, muntahan. Seluruhnya merupakan perkara yang najis dari seluruh hewan, baik yang boleh dimakan dagingnya, maupun tidak.” (Muhyiddin An-Nawawi, Raudhatul Thalibin, [Beirut, Maktab Islami: 1991], Juz I, halaman 16).
 

Namun, tepat setelah Imam An-Nawawi menampilkan hukum kenajisan segala sesuatu yang keluar dari hewan, terdapat pendapat yang mengatakan sebaliknya. Pendapat tersebut berfokus pada air seni dan kotoran hewan yang boleh dimakan dagingnya. Kedua hal tersebut dihukumi suci.
 

ولنا وجه: أن بول ما يؤكل لحمه وروثه طاهران. وهو [أحد] قولي أبي سعيد الإصطخري من أصحابنا، واختاره الروياني وهو مذهب مالك وأحمد
 

Artinya, “Mazhab Syafii mempunyai satu pendapat, bahwa air seni dan tinja dari hewan yang halal dimakan dagingnya memiliki status suci. Yang demikian merupakan salah satu pendapat dari dua pendapat Abu Sa’id Al-Ustukhri, Imam Ar-Rauyani dari mazhab Syafi’i dan mazhab Imam Malik dan Imam Ahmad.” (I/16).
 

Dua pendapat di atas memiliki konsekuensi pada transaksi jual beli kotoran hewan. Ketika mengikuti pendapat yang mengatakan bahwa tinja hewan dihukumi suci, maka tidak ada masalah saat menjualnya. Sama seperti menjual produk-produk suci pada umumnya.
 

Berbeda dengan pendapat yang mengatakan kotoran hewan merupakan sesuatu yang najis, yang berimbas pada ketidakabsahan transaksi yang dilakukan. 
 

Akan tetapi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam satu kesempatan menyampaikan kebolehan menjual belikan barang-barang najis. Tentu dengan dasar barang tersebut dapat didayagunakan dan bermanfaat pada manusia. Pendapat ini disadur dari mazhab Hanafi.
 

ولم يشترط الحنفية هذا الشرط، فأجازوا بيع النجاسات كشعر الخنزير وجلد الميتة للانتفاع بها إلا ما ورد النهي عن بيعه منها كالخمر والخنزير والميتة والدم، كما أجازوا بيع الحيوانات المتوحشة، والمتنجس الذي يمكن الانتفاع به في غير الأكل. والضابط عندهم: أن كل ما فيه منفعة تحل شرعا، فإن بيعه يجوز، لأن الأعيان خلقت لمنفعة الإنسان بدليل قوله تعالى: خلق لكم ما في الأرض جميعا [البقرة:٢٩/ ٢]
 

Artinya, “Ulama mazhab Hanafi tidak mensyaratkan kriteria ini (produk yang dijual belikan harus suci), karenanya mereka memperbolehkan transaksi bulu dari hewan babi, kulit bangkai yang dapati dimanfaatkan, kecuali perkara yang secara eksplisit diharamkan dalam syariat untuk dijual belikan seperti khamr, babi, bangkai, dan darah.
 

Begitu juga mereka membolehkan transaksi hewan-hewan buas, perkara yang terkena najis yang mungkin untuk diambil manfaatnya selain untuk dimakan.

Batasan yang diberikan oleh ulama kalangan Hanafiyah adalah segala sesuatu yang dapat diambil manfaatnya halal dalam syariat, maka boleh dijualbelikan.
 

Karena egala sesuatu diciptakan untuk diambil manfaatnya oleh manusia, sebagaimana firman Allah yang berbunyi: “Dialah (Allah) yang menciptakan segala yang ada di bumi untukmu”.” (Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 1985], juz IV, halaman 3029).
 

Dari keseluruhan pendapat ulama yang sudah terkumpul, dapat disimpulkan bahwa hukum jual beli kotoran ayam untuk pupuk organik adalah sah dengan mengikuti ulama yang membolehkannya. Wallahu a’lam.
 

Ustadz Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso

https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-jual-beli-kotoran-ayam-untuk-pupuk-organik-zprii