9 Ayat Al-Qur’an tentang Tarekat 

Dalam ajaran Islam, tarekat merupakan jalan spiritual yang diikuti oleh mereka yang ingin menggapai kedekatan intens dengan Allah. Istilah tarekat berasal dari bahasa Arab, yaitu thariqah yang berarti jalan atau metode.  Bagi para salik [orang menempuh tarekat] yang merindukan kedekatan dengan Allah, tarekat sebenarnya menyediakan panduan yang teratur melalui  amalan-amalan yang tidak hanya bersifat lahiriah, tetapi juga batiniah.

 

Lebih jauh lagi, tarekat termasuk bagian integral dari tasawuf atau sufisme yang memusatkan pada aspek esoteris Islam. Di dalam tarekat, seorang murid [salik] akan dibimbing oleh seorang guru spiritual atau mursyid yang berperan sebagai pembimbing dan penunjuk jalan. Para mursyid, tidak hanya sekadar mengajarkan pengetahuan, tetapi juga memberikan teladan hidup bagaimana seseorang bisa membersihkan jiwa dari hawa nafsu dan kegelapan duniawi, sehingga mencapai kebersihan hati dan memperoleh marifat, yaitu pengetahuan hakiki tentang Allah.

 

Sejatinya, tarekat berakar kuat dalam Al-Qur’an. Menariknya, tarekat, yang dalam bahasa Arab “thariqah”, disebutkan sembilan kali dalam Al-Qur’an dan tersebar dalam lima surat yang berbeda. Kendati  Al-Qur’an secara eksplisit menggunakan kata thariqah dalam konteks yang berbeda, namun semuanya mengarah pada satu tujuan yang sama, yakni memandu manusia menuju kebenaran dan kedekatan dengan Allah.

 

1.  Surat Al-Jinn ayat 16

 

وَّاَنْ لَّوِ اسْتَقَامُوْا عَلَى الطَّرِيْقَةِ لَاَسْقَيْنٰهُمْ مَّاۤءً غَدَقًاۙ

 

Atinya: “Seandainya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu (agama Islam), niscaya Kami akan mencurahkan air yang banyak (rezeki yang cukup).”

 

Imam Baghawi menjelaskan makna wa allawis taqâmû ‘alath-ṭharîqati, yaitu jika mereka tetap berada di jalan kebenaran, iman, dan petunjuk, maka mereka akan menjadi orang yang beriman dan taat. Menurut Muqatil, ayat ini diturunkan untuk orang-orang kafir Quraisy di Makkah setelah tujuh tahun mengalami kekeringan. Muqatil menyebutkan bahwa jika mereka beriman, Allah akan melimpahkan rezeki kepada mereka di dunia, memberikan kekayaan yang berlimpah, serta kehidupan yang nyaman.

 

Istilah ‘air yang melimpah’ adalah metafora untuk berbagai kebaikan dan rezeki, bukan hanya hujan, tetapi juga segala bentuk karunia dan keberuntungan. Imam Baghawi menjelaskan hal ini dalam kitab Ma’alim Tanzil fi Tafsir Al-Qur’an:

 

 فَقَالَ قَوْمٌ: لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى طَرِيقَةِ الْحَقِّ وَالْإِيمَانِ وَالْهُدَى فَكَانُوا مُؤْمِنِينَ مُطِيعِينَ {لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا} كَثِيرًا قَالَ مُقَاتِلٌ: وَذَلِكَ بَعْدَمَا رَفَعَ عَنْهُمُ الْمَطَرَ سَبْعَ سِنِينَ. وَقَالُوا مَعْنَاهُ لَوْ آمَنُوا لَوَسَّعْنَا عَلَيْهِمْ فِي الدُّنْيَا وَأَعْطَيْنَاهُمْ مَالًا كَثِيرًا وَعَيْشًا رَغَدًا وَضَرْبُ الْمَاءِ الْغَدَقِ مَثَلًا لِأَنَّ الْخَيْرَ وَالرِّزْقَ كُلَّهُ فِي الْمَطَرِ  

 

Artinya: “Kemudian berkata sebagian orang: Seandainya mereka tetap teguh pada jalan kebenaran, iman, dan petunjuk, maka mereka akan menjadi orang-orang yang beriman dan taat, niscaya Kami akan memberikan kepada mereka air yang melimpah. Hal ini dikatakan oleh Muqatil setelah hujan diangkat dari mereka selama tujuh tahun. Dan maknanya adalah: Seandainya mereka beriman, Kami akan melapangkan rezeki mereka di dunia, memberikan kepada mereka harta yang melimpah, dan kehidupan yang nyaman. Istilah ‘air yang melimpah’ digunakan sebagai perumpamaan, karena segala kebaikan dan rezeki terkandung dalam hujan.” (Imam Baghawi, Ma’alim Tanzil fi Qur’an, (Riyad: Dar Thibah li Nasyr wa Tauzi’, 1997: hal 241).

 

2. Surat Thaha ayat 77

 

وَلَقَدْ اَوْحَيْنَآ اِلٰى مُوْسٰٓى اَنْ اَسْرِ بِعِبَادِيْ فَاضْرِبْ لَهُمْ طَرِيْقًا فِى الْبَحْرِ يَبَسًاۙ لَّا تَخٰفُ دَرَكًا وَّلَا تَخْشٰى

 

Artinya: “Sungguh, telah Kami wahyukan kepada Musa, “Pergilah bersama hamba-hamba-Ku (Bani Israil) pada malam hari dan pukullah laut itu untuk menjadi jalan yang kering bagi mereka) tanpa rasa takut akan tersusul dan tanpa rasa khawatir (akan tenggelam).”

 

Dalam Tafsir Sam’ani, Abu Al-Muzhaffar As-Sam’ani  menjelaskan, Surat Thaha ayat 77 terkait dengan perintah Allah kepada Nabi Musa untuk membuat jalan di laut. Ayat tersebut berbunyi: “Maka buatlah untuk mereka jalan di laut yang kering,” maksudnya adalah Allah memerintahkan Musa untuk membelah laut dengan tongkatnya sehingga terbentuk jalan yang benar-benar kering tanpa adanya air atau kelembaban sedikit pun.

 

Sejatinya, setelah berhasil mengalahkan para penyihir, Nabi Musa menerima wahyu untuk membawa Bani Israil keluar dari Mesir pada malam hari. Saat mereka dikejar oleh Fir’aun dan tentaranya, Allah memerintahkan Musa untuk memukul laut dengan tongkatnya sehingga laut terbelah, membentuk jalan yang kering.

 

Jalan tersebut sangat aman, tanpa air ataupun risiko kelembaban, sehingga Nabi Musa dan kaumnya bisa melaluinya tanpa rasa takut akan tersusul atau tenggelam. Ini adalah salah satu mukjizat besar yang diberikan kepada Nabi Musa.

 

وَقَوله: {فَاضْرب لَهُم طَرِيقا فِي الْبَحْر يبسا} أَي: ذَا يبس، وَقيل: يَابسا، أَي: لَا ندوة فِيهِ، وَلَا بَلل

 

Artinya: “Dan firman-Nya: {Maka buatlah untuk mereka jalan di laut yang kering}, maksudnya adalah jalan yang kering, dan dikatakan: jalan yang kering, yaitu tidak ada air di dalamnya dan tidak ada kelembaban.” (Abul Muzhaffar As-Sam’ani, Tafsir Sam’ani, (Riyadh: Darul Wathan, 1997), Jilid III, hal. 345)

 

3. Surat Thaha ayat 104

 

 نَحْنُ اَعْلَمُ بِمَا يَقُوْلُوْنَ اِذْ يَقُوْلُ اَمْثَلُهُمْ طَرِيْقَةً اِنْ لَّبِثْتُمْ اِلَّا يَوْمًا

 

Artinya: “Kami lebih mengetahui apa yang akan mereka katakan, ketika orang yang paling lurus jalannya) mengatakan, “Kamu tinggal (di dunia) tidak lebih dari sehari saja.”

 

Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim menjelaskan bahwa kata “thariqah” dalam Surat Thaha ayat 104 diartikan sebagai jalan. Ketika orang-orang berbicara secara diam-diam, orang yang dianggap paling lurus di antara mereka berkata demikian. Maksud dari orang yang paling lurus ini adalah orang yang memiliki akal paling sehat di antara mereka. Dalam konteks ini, dia menyadari bahwa hidup di dunia sangat singkat, seperti hanya berlangsung selama satu hari.

 

Kehidupan dunia, meskipun terus berulang dengan pergantian siang dan malam, terasa seperti satu hari saja. Pada hari kiamat nanti, orang-orang kafir akan merasakan bahwa hidup mereka di dunia sangat singkat. Mereka akan mengatakan ini sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab atas perbuatan mereka, dengan alasan bahwa waktu hidup di dunia terlalu pendek untuk melakukan sesuatu yang signifikan. Namun, argumen ini tidak akan menghalangi hujah atau bukti yang tegak terhadap mereka di hari kiamat.

 

﴿إِذْ يَقُولُ أَمْثَلُهُمْ طَرِيقَةً﴾ أي العاقل الكامل فيهم ﴿إِنْ لَبِثْتُمْ إِلاّ يَوْماً﴾ أي لقصر مدة الدنيا في أنفسهم يوم المعاد، لأن الدنيا كلها وإن تكررت أوقاتها وتعاقبت لياليها وأيامها وساعاتها، كأنها يوم واحد

 

Artinya:  “[ketika orang yang paling lurus jalannya], maksudnya ketika orang yang paling bijaksana di antara mereka. ‘Sesungguhnya kalian tidak tinggal (di dunia) melainkan sehari saja,’” yaitu karena singkatnya masa dunia di mata mereka pada hari kebangkitan. Sebab, seluruh dunia, meskipun waktu-waktunya berulang dan malam serta siang silih berganti, bagaikan satu hari saja.” (Ibnu Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhim (Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1998), Jilid V, halaman 278).

 

4. Surat Al-Mu’minun ayat 17

 

وَلَقَدْ خَلَقْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعَ طَرَاۤىِٕقَۖ وَمَا كُنَّا عَنِ الْخَلْقِ غٰفِلِيْنَ

 

Artinya: “Sungguh, Kami telah menciptakan tujuh langit di atas kamu dan Kami tidaklah lengah terhadap ciptaan (Kami).”

 

Surat Al-Mu’minun ayat 17 menunjukkan betapa dahsyatnya kuasa Allah dalam menciptakan manusia melalui berbagai tahap yang menakjubkan. Nikmat yang diberikan Allah kepada manusia sangatlah besar. Salah satu nikmat tersebut adalah penciptaan tujuh lapis langit yang menghampar di atas kita. Allah tidak pernah lalai dalam menjaga ciptaan-Nya, yang mencerminkan perhatian dan kasih sayang-Nya kepada semua makhluk.

 

Dalam ayat ini, penciptaan langit yang berlapis-lapis bukan hanya sekadar keindahan, tetapi juga berfungsi sebagai perlindungan dan sumber kehidupan bagi kita. Hal ini menggambarkan betapa Allah senantiasa mendukung keberlangsungan hidup di bumi dan mengatur segala sesuatu dengan sempurna, menunjukkan kebesaran Allah sebagai Sang Pencipta.

 

5. Surat Al-Jinn ayat 11

 

وَّاَنَّا مِنَّا الصّٰلِحُوْنَ وَمِنَّا دُوْنَ ذٰلِكَۗ كُنَّا طَرَاۤىِٕقَ قِدَدًاۙ

 

Artinya: “Sesungguhnya di antara kami ada yang saleh dan di antara kami ada (pula) yang tidak demikian halnya. Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.”

 

Surat Al-Jinn ayat 11 menjelaskan tentang keberadaan jin-jin yang memiliki sifat dan perilaku yang berbeda. Allah menyatakan bahwa di antara mereka terdapat jin yang memeluk agama Islam, melaksanakan amal saleh, dan taat. Namun, tidak semua jin mengikuti jalan yang benar, ada juga jin yang tidak beriman dan ingkar terhadap perintah Allah. Perbedaan ini menunjukkan bahwa jin memiliki kemauan dan pendapat yang beragam, mirip dengan manusia.

 

Dalam konteks ini, ayat tersebut menekankan bahwa jin, seperti halnya manusia, dapat dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu jin yang beriman, jin fasik, dan jin kafir. Hal ini menggambarkan bahwa makhluk jin juga memiliki kapasitas untuk memilih jalan hidup mereka sendiri, sehingga menghasilkan perbedaan dalam keimanan dan perilaku. Dengan demikian, baik jin maupun manusia memiliki tanggung jawab untuk mengikuti ajaran Allah dan beramal baik, meskipun ada yang memilih untuk menyimpang dari jalan kebenaran.

 

كُنَّا طَرَائِقَ قِدَدًا} أَيْ: جَمَاعَاتٍ مُتَفَرِّقِينَ وَأَصْنَافًا مُخْتَلِفَةً، وَالْقِدَّةُ: الْقِطْعَةُ مِنَ الشَّيْءِ، يُقَالُ: صَارَ الْقَوْمُ قِدَدًا إِذَا اخْتَلَفَتْ حَالَاتُهُمْ، وَأَصْلُهَا مِنَ الْقَدِّ وَهُوَ الْقَطْعُ. قَالَ مُجَاهِدٌ: يَعْنُونَ: مُسْلِمِينَ وَكَافِرِينَ

 

Artinya: “(Kami menempuh jalan yang berbeda-beda.), yaitu: kelompok-kelompok yang berbeda dan jenis-jenis yang beragam. “al-qidah” berarti potongan dari suatu hal. Dikatakan: “Orang-orang itu menjadi qidah” jika keadaan mereka berbeda-beda. Asalnya berasal dari kata “qadd” yang berarti memotong. Mujahid berkata: yang dimaksud adalah: orang-orang Muslim dan orang-orang kafir.” (Imam Baghawi, Tafsir Baghawi, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1998], Jilid VIII, hlm. 240)

 

6. Surat Thaha ayat 63

 

قَالُوْٓا اِنْ هٰذٰنِ لَسَاحِرٰنِ يُرِيْدَانِ اَنْ يُّخْرِجٰكُمْ مِّنْ اَرْضِكُمْ بِسِحْرِهِمَا وَيَذْهَبَا بِطَرِيْقَتِكُمُ الْمُثْلٰى

 

Artinya: “Mereka (para penyihir) berkata, “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar penyihir yang hendak mengusirmu dari negerimu dengan sihir mereka berdua dan hendak melenyapkan adat kebiasaanmu yang utama.”

 

Imam Baidhawi, dalam kitab Tafsir Anwarul tanzil wa Asrari Ta’wil, menjelaskan ada dua penafsiran tentang kata “thariqatikum” yang disebut dalam surat Thaha ayat 63 ini. Pertama, ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan “thariqah” adalah pengikut ajaran atau orang-orang yang berada dalam komunitas kalian, yaitu Bani Israil. Mereka dianggap sebagai orang-orang yang memiliki ilmu di antara kaum tersebut. Penafsiran ini didasarkan pada ucapan Nabi Musa yang meminta agar Bani Israil dibebaskan untuk mengikuti jalan kebenaran.

 

Pendapat kedua mengartikan “thariqah” sebagai pemimpin dan orang-orang terkemuka dari suatu kaum, yang dijadikan panutan oleh masyarakat. Dalam konteks ini, kata tersebut merujuk pada para pemimpin yang perannya penting dalam membimbing dan memengaruhi orang lain. Imam Baidhawi memberikan pandangan bahwa para pemimpin ini menjadi contoh bagi kaumnya, sehingga kata “thariqah” bisa diartikan sebagai mereka yang memberikan teladan kepada pengikutnya.

 

وقيل أرادوا أهل طريقتكم وهم بنو إسرائيل فإنهم كانوا أرباب علم فيما بينهم لقول موسى فَأَرْسِلْ مَعَنا بَنِي إِسْرائِيلَ. وقيل الطريقة اسم لوجوه القوم وأشرافهم من حيث إنهم قدوة لغيرهم

 

Artinya: “Ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah pengikut ajaran kalian, yaitu Bani Israil, karena mereka adalah orang-orang yang berilmu di antara kalian, seperti yang dikatakan oleh Musa, ‘Maka kirimlah bersama kami Bani Israil.’ Ada pula yang berpendapat bahwa thariqah di sini adalah sebutan bagi pemimpin dan orang-orang terkemuka dari suatu kaum, karena mereka menjadi teladan bagi orang lain.” (Imam Baidhawi, Tafsir Anwarul tanzil wa Asrari Ta’wil.., Jilid III, hal. 31).

 

7. Surat An-Nisa’ ayat 168

 

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَظَلَمُوْا لَمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ طَرِيْقًاۙ

 

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan melakukan kezaliman, Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak akan menunjukkan kepada mereka jalan apa pun,”

 

Imam Abu Muzhaffar as Sam’ani dalam Tafsir As-Sam’ani menjelaskan, surat An-Nisa ayat 168 menyatakan bahwa Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada orang-orang yang tidak beriman, terutama orang-orang yang telah menolak keimanan setelah menerima kebenaran. Dalam konteks ini, ayat tersebut menekankan bahwa petunjuk yang sebenarnya hanya diberikan kepada mereka yang menerima dan mengikuti ajaran Islam.

 

Lebih lanjut, Imam Abu Muzhaffar as Sam’ani menerangkan frasa “wa lâ liyahdiyahum tharîqâ”, menurutnya petunjuk yang dimaksud adalah jalan menuju Islam. Ini menunjukkan betapa pentingnya iman dalam meraih hidayah. Islam dianggap sebagai jalan yang benar, dan mereka yang menolak iman tidak akan mendapatkan petunjuk untuk mengikuti jalan tersebut. Imam Sam’ani berkata:

 

“وَلَا ليهديهم طَرِيقا} يعْنى: الْإِسْلَام”

 

Artinya: “[tidak akan menunjukkan kepada mereka jalan apa pun,] yang dimaksud adalah Islam.”

 

8. Surat An-Nisa’ ayat 169

 

اِلَّا طَرِيْقَ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَآ اَبَدًا ۗوَكَانَ ذٰلِكَ عَلَى اللّٰهِ يَسِيْرًا

 

Artinya: “Kecuali jalan ke (neraka) Jahanam. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Hal itu bagi Allah (sangat) mudah.”

 

Sementara itu, dalam Tafsir Jalain disebutkan, Surat An-Nisa ayat 169 ini menjelaskan bahwa ada jalan yang jelas menuju Jahanam yang merupakan tempat siksaan bagi orang-orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah. Ayat ini menggambarkan bahwa bagi mereka yang masuk ke dalam Jahanam, mereka akan kekal di dalamnya. Dalam konteks ini, Allah menekankan bahwa perbuatan dan keputusan-Nya untuk menghukum manusia yang melanggar aturan-Nya sangatlah mudah.

 

إلَّا طَرِيق جَهَنَّم} أَيْ الطَّرِيق الْمُؤَدِّي إلَيْهَا {خَالِدِينَ} مُقَدَّرِينَ الْخُلُود {فِيهَا} إذَا دَخَلُوهَا {أَبَدًا وكان ذلك على الله يسيرا} هينا

 

Artinya: “Kecuali jalan menuju Jahannam, yaitu jalan yang mengantarkan kepadanya, di mana mereka kekal di dalamnya jika mereka memasukinya. Hal itu sangat mudah bagi Allah.”

 

9. Surat Al-Ahqaf ayat 30

 

قَالُوْا يٰقَوْمَنَآ اِنَّا سَمِعْنَا كِتٰبًا اُنْزِلَ مِنْۢ بَعْدِ مُوْسٰى مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ يَهْدِيْٓ اِلَى الْحَقِّ وَاِلٰى طَرِيْقٍ مُّسْتَقِيْمٍ

 

Artinya: “Mereka berkata, “Wahai kaum kami, sesungguhnya kami telah mendengarkan Kitab (Al-Qur’an) yang diturunkan setelah Musa sebagai pembenar (kitab-kitab) yang datang sebelumnya yang menunjukkan pada kebenaran dan yang (membimbing) ke jalan yang lurus.”

 

Surat Al-Ahqaf ayat 30 menggambarkan serombongan jin yang mendengarkan bacaan Al-Qur’an dari Nabi Muhammad Saw. Setelah mendengar wahyu tersebut, mereka kembali kepada kaumnya dan menyampaikan, “Wahai kaumku, kami telah mendengar ayat-ayat dari sebuah kitab yang diturunkan Allah setelah Taurat yang diberikan kepada Nabi Musa. Kitab ini mengesahkan kitab-kitab sebelumnya dan menunjukkan jalan terbaik bagi siapa saja yang ingin mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat.”

 

Lebih jauh lagi, ayat ini juga menegaskan bahwa jin, seperti manusia, memiliki kewajiban untuk beribadah kepada Allah. Hal ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Az-Zariyat ayat 56:

 

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ

 

Artinya: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.”

 

Demikian 9 ayat Al-Qur’an yang mengandung kata “thariqah”. Frasa tersebut bukan sekadar “jalan”. Lebih dari itu, thariqah memiliki makna mendalam, di antaranya jalan kebenaran, iman, dan petunjuk untuk kemudian menjadi orang yang beriman dan taat kepada Allah. Wallahu a‘lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung.

https://islam.nu.or.id/tafsir/9-ayat-al-qur-an-tentang-tarekat-FdEoT