Naskah Khutbah Jumat ini menjelaskan pentingnya generasi muda dan masa kini untuk meneladani perjuangan para ulama dan santri terdahulu dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Dalam catatan sejarah mereka terbukti mampu mengusir penjajah yang ingin merebut kemerdekaan bangsa Indonesia.
Untuk itu, jasa dan perjuangan mereka cukup besar sehingga generasi penerus hidup nyaman dan merasakan nikmat yang sebenarnya, serta hendaknya dapat melanjutkan perjuangan itu dalam bentuk lain demi kemajuan di masa depan.
Silakan naskah khutbah Jumat ini dibagi dan digandakan sebagai sarana saling mengingatkan dalam kebaikan. Sehingga dapat menjadi amal kebaikan untuk bekal di akhirat kelak. Semoga bermanfaat! (Redaksi)
Khutbah I
الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَى أُمُوْرِ الدُّنْيَا وَالدِّيْنِ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الدِّيْنِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا الله وَحْدَه لَاشَرِيْكَ لَهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ اْلمُبِيْن. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَـمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صادِقُ الْوَعْدِ اْلأَمِيْن. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada momentum yang mulia ini mari kita senantiasa meningkatkan dan menguatkan takwa kita kepada Allah swt dengan menjalankan segala yang diperintahkan-Nya dan menjauhi segala yang dilarangnya. Semoga kewajiban khatib menyampaikan wasiat takwa ini bukan hanya untuk menggugurkan rukun khutbah namun harus mampu kita alikasikan dalam kehidupan di dunia. Karena ketakwaan merupakan sebaik-baik bekal dalam mengarungi kehidupan yang tidak abadi ini. Akhiratlah yang menjadi tempat abadi dan terbaik bagi kita sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an Surat Al-A’la ayat 17:
وَالْاٰخِرَةُ خَيْرٌ وَّاَبْقٰىۗ
Artinya: “Padahal kehidupan akhirat itu lebih baik dan lebih kekal”.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada kesempatan ini, dimana kita masih diberikan kenikmatan yang terus mengiringi tarikan nafas kita, sudah menjadi keniscayaan untuk senantiasa bersyukur atas nikmat yang tak bisa kita hitung satu-persatu ini. Di antara nikmat yang kita rasakan tanpa ikut berjuang meraihnya adalah nikmat kemerdekaan di negeri tercinta kita ini. Kemerdekaan menjadi sebab kita bisa beraktivitas dan beribadah dengan tenag dan khusyuk. Kemerdekaan menjadikan kita jauh dari rasa takut sehingga mampu menjalankan roda kehidupan ini dengan baik.
Nikmat kemerdekaan ini merupakan buah manis dari perjuangan orang tua, pejuang, dan para pendahulu kita termasuk di dalamnya berkat perjuangan ulama dan santri. Mereka adalah elemen yang tidak bisa terpisahkan dari sejarah merdekanya Indonesia dari belenggu penjajahan. Oleh karena itu, sangat tepat sekali pemerintah memberi penghargaan sekaligus menetapkan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri. Sebuah bukti pengakuan pemerintah atas perjuangan para santri dan ulama pesantren dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia.
Penetapan Hari Santri Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 ini berdasar sejarah saat NICA (Netherlands Indies Civil Administration) membonceng tentara Sekutu (Inggris) hendak kembali menduduki Indonesia dalam Agresi Militer Belanda II pasca-kekalahan Jepang oleh Sekutu.
Sejarah ini penting kita ketahui untuk menjadi bagian rasa syukur kita kepada Allah. Jangan sampai kita melupakan sejarah sehingga kita tidak bisa bersyukur. Allah telah mengingatkan bahwa jika kita bersyukur, maka nikmat akan ditambah. Sebaliknya, jika kita tidak pandai bersyukur maka kita tinggal menunggu azab-Nya yang pedih. Artinya jangan sampai kita lupa sejarah sehingga kenikmatan kemerdekaan ini akan dihilangkan dari negeri ini. Naudzubillah min dzalik.
Sekali lagi kita harus ingat Ayat Al-Qur’an yang melandasi prinsip syukur dalam surat Ibrahim ayat 7:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ ۖ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Artinya: “(ingatlah juga) tatkala Tuhan kalian memaklumatkan, “Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepada kalian; dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Kita perlu ingat bahwa Proklamasi Kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukanlah akhir dari perjuangan bangsa Indonesia. Dalam menjaga kemerdekaan tersebut, para ulama dan santri sudah menyiapkan diri jika ada pihak-pihak yang akan merebutnya kembali. Nyatanya hal itu terjadi karena Indonesia menghadapi agresi Belanda II. Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu.
Pertempuran mencapai puncaknya di Surabaya pada 10 November 1945 yang saat ini diresmikan menjadi Hari Pahlawan Nasional. Momen tersebut tidak terlepas dari dicetuskannya Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945. Resolusi Jihad Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membonceng Sekutu.
Resolusi Jihad berdampak besar dan menjadi penyemangat para santri dan masyarakat untuk ikut serta dalam pertempuran 10 November 1945. Bukan hanya di Jawa Timur saja. Di berbagai daerah juga dilakukan perlawanan oleh para santri terhadap penjajah seperti masyarakat di Semarang yang mengadakan perlawanan ketika tentara Sekutu memasuki ibu kota Jawa Tengah itu.
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Dari proses perjuangan inilah, akhirnya Allah memberikan kemudahan kepada bangsa Indonesia untuk kembali meraih kemerdekaan. Masa-masa sulit yang dihadapi berganti dengan kemudahan. Hal ini selaras dengan firman Allah dalam surat As-Syarh Ayat 5 dan 6:
فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا
Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sungguh sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”
Kemudahan dan kenikmatan yang sudah ada dalam genggaman tangan kita saat ini harus benar-benar kita pegang kuat dengan salah satunya meningkatkan kecintaan kita kepada tanah air. KH Hasyim Asy’ari sendiri telah menegaskan dengan sebuah maqalah yang sangat populer yakni: “Hubbul wathan minal iman” yakni cinta tanah air atau nasionalisme merupakan sebagian dari iman.
Kecintaan kepada tanah air juga dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw dalam sebuah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih Bukhari, juz III, halaman 23:
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ، حَدَّثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ جَعْفَرٍ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، «أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ، فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ المَدِينَةِ، أَوْضَعَ رَاحِلَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا
Artinya: “Ketika Rasulullah hendak datang dari bepergian, beliau mempercepat jalannya kendaraan yang ditunggangi setelah melihat dinding kota Madinah. Bahkan beliau sampai menggerak-gerakan binatang yang dikendarainya tersebut. Semua itu dilakukan sebagai bentuk kecintaan beliau terhadap tanah airnya. ” (HR Bukhari).
Maasyiral Muslimin rahimakumullah,
Pada kesempatan mulia ini, mari kita senantiasa berterimakasih kepada para ulama dan santri yang telah menjadi syuhada dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Mari teladani perjuangan mereka yang terbukti dalam sejarah menjadi bagian penting dalam mengobarkan semangat berjuang mengusir penjajah dari negeri Indonesia. Jasa mereka menjadikan bangsa Indonesia menikmati manis dan nikmatnya udara merdeka sehingga bisa beraktivitas dan beribadah dengan nyaman dan khusyuk.
Allah berfirman dalam Surat Luqman, ayat 12:
أَنِ اشْكُرْ للهِ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ
Artinya: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri.”
بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنْ آيَةِ وَذِكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا فَأسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْم
Khutbah II
الْحَمْدُ لِلّٰهِ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الْحَمْدُ لِلّٰهِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الَّذِيْ لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ
أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. اَللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلَاءَ وَاْلوَبَاءَ والقُرُوْنَ وَالزَّلَازِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتَنِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ بُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عامَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلًا وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
عٍبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتاءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشاءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
*) H Muhammad Faizin, Sekretaris PCNU Kabupaten Pringsewu, Lampung.
**) Naskah ini sebelumnya telah diunggah di NU Online.