Laduni.ID, Jakarta – Para sejarahwan melepaskan begitu saja fase penting pergolakan bangsa yang terjadi dalam komunitas besar yang bernama Nahdlatul Ulama. Cukup sulit memahami sejarah dalam kasus ini: Pertempuran dahsyat di Surabaya, melibatkan kyai dan santri, ada proses dan strategi, namun tidak mencatat Nahdlatul Ulama.
Era reformasi telah membuka tabir itu. Sisi positif era reformasi bagi NU itu terjadinya perubahan sosial dan budaya yang sangat cepat. Naskah Resolusi Jihad pun muncul tak terbendung. Resolusi jihad ditulis di mana-mana, menjadi materi diskusi yang sangat menarik mengalahkan tema-tema demokrasi, HAM, kesetaraan gender, kebebasan beragama, dan sebagainya.
Para sejarahwan akan diragukan keilmuannya jika berbicara 10 November 1945 tanpa mengulas Resolusi jihad. Sekarang masyarakat Indonesia mulai didekatkan dengan realitas Hari Pahlawan yang diperingati setiap tanggal 10 November. Kemunculan berbagai tulisan tentang Resolusi jihad telah menjawab teka-teki yang selama ini mengganggu rasionalitas: bagaimana mungkin pertempuran di Surabaya itu bisa terjadi tanpa ada penjelasan yang komprehensif dan masuk akal?
Pertempuran yang memuncak di bulan Oktober-November 1945 di Surabaya memang tidak lepas dari para aktivis Nahdlatul Ulama, baik kalangan tua maupun muda. Pemicunya tentu aksi provokatif Belanda dan sekutunya yang mengganggu euforia Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Maka gelombang perang pun ditabuh. Khusus di Surabaya kata perang diganti “jihad”.