Islam adalah agama yang mengajarkan umatnya untuk membangun rumah tangga yang sakinah, mawaddah, rahmah. Sebab dengan rumah tangga yang demikian akan tercipta kebahagiaan dan keturunan yang saleh-salehah. Apalagi anak keturunannya ikut berjuang menyebarkan agama Islam.
Persoalan menikah, Islam tidak serta merta mewajibkan umat Islam untuk segera menikah. Semua itu disesuaikan dengan kondisi setiap orang; bila mampu, maka menikah dan bila tidak mampu, maka solusinya adalah dengan berpuasa.
Harus diakui bahwa setiap manusia di dunia ini pasti ingin menemukan belahan hatinya untuk menjadi pasangan hidupnya dalam mengarungi kehidupan di dunia. Terlebih, jika sosok istri adalah pendukung dan ikut berperan penting meningkatkan semangat beribadah kepada Allah.
Hanya saja tidak semua istri memiliki karakter salihah, sehingga menyulitkan para lelaki memilih calon istri. Namun ada prinsip utama yang telah diarahkan oleh Rasulullah terkait mencari sosok calon istri yang ideal:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: تُنْكَحُ المَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ
Artinya: Diriwayatkan dari Abi Hurairah, ia berkata, Nabi Muhammad bersabda: Perempuan dinikahi karena empat, yaitu: harta, kemuliaan nasab, kecantikan, dan agamanya, pilihlah wanita yang taat kepada agamanya, maka kamu akan berbahagia (beruntung). (HR Al-Bukhari, 7/7)
Memilih calon pasangan (baik calon istri atau calon suami) sangat penting untuk mengedepankan calon yang memiliki agama yang kuat, sebab telah terbukti banyak problem rumah tangga yang berujung pada percekcokan bahkan perpisahan akibat tidak didasari dengan agama yang kuat.
Jika memang sudah memiliki calon yang memiliki agama kuat, maka tinggal melihat statusnya:
janda atau perawan. Dalam keterangan hadis yang diriwayatkan Baihaqi disebutkan:
عَلَيْكُمْ بِالأَبْكَارِ فَإِنَّهُنَّ أَعْذَبُ أَفْوَاهًا وَأَنْتَقُ أَرْحَامًا وَأَرْضَى بِالْيَسِيرِ
Artinya: Hendaklah kalian menikah dengan gadis perawan karena mereka lebih segar baunya, lebih banyak anaknya (subur), dan lebih rela dengan yang sedikit / qanaah. (H.R. Baihaqi)
Dalam Sunan Abi Dawud bab tazwij al-abkar juga dikisahkan anjuran memilih calon yang masih perawan:
ﻋﻦ ﺟﺎﺑﺮ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻠﻪ ﻗﺎﻝ: ﻗﺎﻝ ﻟﻲ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ: ﺃﺗﺰﻭﺟﺖ. ﻗﻠﺖ: ﻧﻌﻢ. ﻗﺎﻝ: ﺑﻜﺮﺍ ﺃﻡ ﺛﻴﺒﺎ. ﻓﻘﻠﺖ: ﺛﻴﺒﺎ. ﻗﺎﻝ: ﺃﻓﻼ ﺑﻜﺮﺍ ﺗﻼﻋﺒﻬﺎ ﻭﺗﻼﻋﺒﻚ
Artinya: Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah, ia berkata: Rasulullah bertanya padaku: Apakah engkau sudah kawin? Saya menjawab: Benar, saya sudah kawin. Beliau bertanya: Perawan atau Janda? Lalu saya menjawab: Janda. Beliau berkata: Kenapa tidak dengan perawan, engkau kan bisa bermain-main dengannya dan dia juga bisa bermain-main denganmu?!.
Mengapa sarannya adalah perawan? Tentu ini memiliki alasan yang sangat rasional seperti yang disebutkan berikut:
ﺗﻌﻠﻴﻞ ﺍﻟﺘﺰﻭﻳﺞ ﺍﻟﺒﻜﺮ ﻟﻤﺎ ﻓﻴﻪ ﻣﻦ ﺍﻷﻟﻔﺔ ﺍﻟﺘﺎﻣﺔ ﻓﺈﻥ ﺍﻟﺜﻴﺐ ﻗﺪ ﺗﻜﻮﻥ ﻣﺘﻌﻠﻘﺔ ﺍﻟﻘﻠﺐ ﺑﺎﻟﺰﻭﺝ ﺍﻷﻭﻝ ﻓﻠﻢ ﺗﻜﻦ ﻣﺤﺒﺘﻬﺎ ﻛﺎﻣﻠﺔ
بخلاف البكر
Artinya: Karena menikah dengan perawan dapat menumbuhkan cinta kasih yang sempurna. Berbeda jika menikahi janda yang terkadang dalam hatinya masih membekas perasaan kasih sayang terhadap suami yang pertama.
Meskipun demikian, tidak ada larangan untuk menikahi janda sebab cerai atau ditinggal mati suaminya, mempunyai anak atau tidak. Selama pernikahan itu membawa kemaslahatan atau kebaikan, maka tidak dilarang. Berkaca dari kisah Rasulullah yang menikahi Ummu Salamah yang notebenenya memiliki anak dari suami terdahulu. Hal ini dikemukakan Imam an-Nawawi:
وَيُسْتَحَبُّ أَنْ لَا يَتَزَوَّجَ مَنْ مَعَهَا وَلَدٌ مِنْ غَيْرِهِ لِغَيْرِ مَصْلَحَةٍ قَالَهُ الْمُتَوَلِّي وَإِنَّمَا قُيِّدَتْ لِغَيْرِ الْمَصْلَحَةِ لِأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزَوَّجَ أُمَّ سَلَمَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا وَمَعَهَا وَلَدٌ أَبِي سَلَمَةِ رَضِي اللهُ عَنْهُمْ
Artinya: Dan disunnahkan tidak menikahi janda yang memiliki anak dari suami terdahulu “kecuali adanya kemaslahatan”. Dalam hal ini al-Mutawali mengatakan bahwa kesunnahan tidak menikahinya dibatasi dengan kalimat “kecuali ada kemaslahatan”. Hal ini karena Rasulullah saw dulu menikahi Ummu Salamah sedang ia memiliki anak dari hasil pernikahannya dengan Abi Salamah (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Raudlah ath-Thalibin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H, juz, 7, h. 19)
Dengan demikian jika seseorang ingin menikah, maka pilihlah yang memiliki agama kuat, sebab hal ini sangat prinsipil. Karen sejatinya tujuan menikah adalah berorientasi meraih kemaslahatan, mengikuti sunnah Rasul dan meraih ridlo Allah.
https://jatim.nu.or.id/keislaman/memilih-calon-pasangan-hidup-yang-ideal-eWWhF