Dalam beberapa tahun terakhir perkembang teknologi melaju sangat. Perubahan besar terjadi di hampir setiap aspek kehidupan yang sebelumnya bahkan tidak pernah terbayangkan.
Baru-baru ini muncul Quranic Song (Aghani Quraniyah) yakni konten yang menggabungkan musik dengan ayat-ayat suci Al-Quran. Konten ini menimbulkan kegelisahan di sebagian umat Islam. Dalam video-video tersebut, sang kreator memadukan ayat-ayat Al-Quran dengan irama musik DJ, yang menciptakan konten yang dianggap tidak pantas. Misalnya, surat Al-Fatihah diucapkan dengan gaya rap disertai musik khasnya, dan surat Qaf dimasukkan dalam lirik lagu dengan gaya musik rock.
Kontroversi ini memunculkan reaksi keras dari banyak pihak. Banyak netizen menganggap konten tersebut merupakan penistaan agama. Mereka menganggap bahwa menggabungkan ayat-ayat suci Al-Quran dengan musik, apalagi dengan genre seperti DJ dan rap, adalah penghinaan terhadap kesakralan Al-Quran.
Sebenarnya, sebatas mana melagukan Al-Quran yang diperbolehkan dan bagaimana hukum membuat quranic song sebagaimana di atas?
Al-Quran memiliki kedudukan yang sangat tinggi bagi umat Islam, sebab ia adalah kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai sumber utama ajaran Islam, menjadi petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk akidah, ibadah, muamalah, akhlak, dan hukum.
Sebab itu, umat Islam harus mengagungkan dan menghormati Al-Quran, serta tidak boleh merendahkan, meremehkan atau menghinakannya. Bahkan saking sakralnya Al-Quran dalam membacanya pun tidak boleh sembarangan apalagi sampai berdampak merubah makna.
Ulama telah menetapkan bahwa dalam membaca Al-Quran harus memperhatikan hukum-hukum tajwid dengan benar, dan berdosa seseorang yang membaca Al-Quran tanpa memperhatikan ilmu tajwid yang berlaku:
ويجب على القارئ مراعاة أحكام التجويد مما أجمع عليه القراءة كالمد والقصر والإدغام بقسميه والإظهار والإقلاب والإخفاء ويأثم بتركه ذلك على المعتمد الذي جرى عليه جمهور علمائنا
Artinya, “Dan wajib bagi pembaca Al-Quran untuk memperhatikan hukum-hukum tajwid yang disepakati oleh para ahli qira’ah, seperti mad (panjang), qasr (pendek), idgham dengan kedua pembagiannya, izhar (jelas), iqlab (mengganti), dan ikhfa (samar). Berdasarkan pendapat yang dipegang mayoritas ulama, seseorang berdosa jika meninggalkan hal-hal tersebut.” (Abdullah bin Husein Ba’alawi, Is’adur Rafiq, [Surabaya, Al-Hidayah], juz II, halaman 87).
Kemudian terkait dengan bacaan Al-Quran yang terdengar melalui media, semisal radio, televisi atau semisalnya, menurut As-Syatiri tetap dianjurkan untuk menghormati dan menjaga adap terhadapnya.
ثم لو أن تلاوة قرآن تسمع من راديو أو تلفاز أو غيرهما، وبعض الحاضرين أو واحد منهم يلهو ويعبث عبنا يعتبر قلة أدب، الا يكون فيه إعراض وعدم تشريف لكتاب الله؟ ولا تبعد الحرمة. فإذا قلنا بالحرمة أو على الأقل قلنا بالكراهة، فهلاً تستدل باحترام هذه القراءة والتأدب معها
Artinya, “Kemudian jika ada bacaan Al-Qur’an yang terdengar dari radio, televisi, atau media lainnya, dan beberapa orang yang hadir atau salah satu dari mereka bermain-main atau melakukan tindakan yang dianggap kurang sopan, bukankah ini menunjukkan sikap berpaling dan tidak menghormati kitab Allah? Hal ini bisa jadi mendekati keharaman. Jika kita katakan ini haram, atau setidaknya makruh, maka tidakkah menunjukkan menghormati bacaan al-Qur’an ini dan bersikap sopan terhadapnya.” (Muhammad bin Ahmad bin Umar As-Syatiri, Syarhul Yaqutin Nafis, [Beirut, Darul Minhaj: 2007], halaman 170).
Penjelasan As-Syatiri ini menegaskan, bacaan ayat Al-Quran baik secara langsung atau dari melalui media hukumnya sama saja harus dihormati, dimuliakan dan dan direspon dengan penuh keadaban.
Hadratussyekh KH M Hasyim Asy’ari mengutip penjelasan Syekh Ibnul Hajj yang menyatakan, memuji Allah, bershalawat atau berdoa dengan diiringi alatul malahi atau alat musik yang diharamkan, hukumnya tidak dibolehkan dan termasuk tindakan merendahkannya.
Syekh Hasyim Asy’ari menulis:
صرح الشيخ ابن الحاج في حاشيته ميارة إن استعمال ما وضع للتعظيم في غير محل التعظيم حرام فإنه قال فيها من أسمج العوائد ما يفعله اصحاب الملاهي في العود ونحوه من ابتدائهم الموازين أو بعضها بثناء على الله تعالى او امداح نبوية أو صلاة على المصطفى صلى الله عليه وسلم او ختمهم بأدعية فانهم ان ارادوا بذلك استحلال ما حرم من تلك الآلات فقريب من الكفر والعياذ بالله وإن ارادوا تكفير ما فيه من الوزر فجهل عظيم بل هو إلى الاستهزاء اقرب فيزداد الأئم من جهة استعمال ما وضع للتعظيم في غير محل التعظيم حرام
Artinya, “Syekh Ibnul Hajj dalam kitabnya, Hasyiah Mi’yarah, menyatakan bahwa menggunakan sesuatu yang semestinya diagungkan dengan tidak mengagungkannya adalah haram. Ia mengatakan bahwa salah satu kebiasaan tercela adalah apa yang dilakukan oleh para pemain musik yang menggunakan alat musik dalam sebuah acara atau sejenisnya, di mana mereka memulai dengan nada-nada atau sebagian darinya dengan memuji Allah swt, melantunkan pujian kepada Nabi, atau membaca shalawat kepada Rasulullah saw, atau menutupnya dengan doa.
Jika mereka memaksudkannya untuk menghalalkan sesuatu yang haram dari alat-alat tersebut, maka hal itu mendekati kekufuran–na’udzubillah–; dan jika mereka memaksudkannya untuk menghapus dosa-dosa, maka itu adalah kebodohan besar, bahkan lebih dekat pada penghinaan. Dengan demikian, dosa akan bertambah karena menggunakan sesuatu yang diciptakan untuk diagungkan pada hal yang tidak diagungkan adalah haram.” (At-Tanbihatul Wajibat, halaman 30-31).
Dari penjelasan ini dapat diketahui, jika bacaan ayat Al-Quran diiringi dengan musik DJ, rap, rock, dangdut, dan semisalnya, hukumnya jelas diharamkan, karena tindakan tersebut termasuk kategori perbuatan merendahkan dan meremehkan keagungan Al-Quran. Hal ini tercakup dalam kaidah: “Menggunakan sesuatu yang semestinya diagungkan dengan tidak mengagungkannya adalah haram.”
Namun demikian, hukum melagukan ayat Al-Quran adalah boleh dengan tiga batasan, sebagai berikut:
- Tidak mengubah makhraj dan makna;
- Tidak dengan alat musik yang diharamkan;
- Tidak ada indikasi ihanah.
Ini semakin menguatkan kesimpulan bahwa membuat quranic song sebagaimana di atas adalah haram, karena terdapat unsur ihanah (meremehkan) terhadap keagungan Al-Quran.
Untuk diketahui, tulisan ini bersumber dari adalah Hasil Keputusan Bahtsul Masail Kubro Se-Jawa Madura dalam rangka Haul KH M Ali Shodiq Umman Ke-26 di Pondok Pesantren Hidayatul Mubtadiin (PPHM), Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur, pada 30-31 Oktober 2024.
Hadir sebagai Musahhih: KH Minanurrahim Ali, KH Zahro Wardi, KH Anang Muhsin, dan selainnya; dan hadir sebagai Perumus: Kiai Mahsus Izzi, Kiai Dinul Qayyim, Kiai Muwafiq Dinul Haq, dan selainnya. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma’had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo.
https://islam.nu.or.id/syariah/hukum-quranic-song-menggabungkan-musik-dengan-ayat-al-quran-IhABP