Meniti Jejak Pengaruh Al-Qur’an: Kajian Kitab Mafatih Tadabbur Al-Qur’an wa Al-Najah fi Al-Hayah

Al-Qur’an sebagai entitas kemukjizatan Islam sudah seyogyanya harus terus dikaji baik dengan membaca, menelaah, mentadabburi maknanya, serta mengamalkan kandungannya. Salah satu tujuannya adalah agar Al-Qur’an pada kemudiannya dapat memberikan pengaruh bagi siapa saja yang berusaha berinteraksi dengannya.

Dr. Khalid Abdul Karim Al-Laahim dalam kitabnya yang bertajuk Mafatih Tadabbur Al-Qur’an wa Al-Najah fi Al-Hayah menuturkan bahwa hadirnya pengaruh Al-Qur’an sebab tiga hal, yakni Al-Muatstsir (yang mempengaruhi) yakni Al-Qur’an, Al-Muta’atstsir (yang dipengaruhi) yakni hati pembacanya, dan Al-Muwashshil (yang menyampaikan) yakni proses interaksi dengan Al-Qur’an.

Faktor paling mendasar dalam hal ini adalah Al-Muwashshil, bagaimana seseorang bisa belajar membaca Al-Qur’an sebagai tangga pertama ia bisa merasakan pengaruh Al-Qur’an sebelum menginjak pada faktor kedua dan ketiga. Oleh karena itu, dalam membaca dan memahaminya diperlukan bekal ilmu Tajwid dan seperangkat ilmu pendukung lainnya.

Banyak nash Al-Qur’an yang berbicara tentang perintah membaca Al-Qur’an, diantaranya:

ٱتْلُ مَآ أُوحِىَ إِلَيْكَ مِنَ ٱلْكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ ۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنْهَىٰ عَنِ ٱلْفَحْشَآءِ وَٱلْمُنكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” QS. al-Ankabut ayat 45.

أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَ رَتِّلِ الْقُرْأَنَ تَرْتِيْلًا

Baca juga:  Al-Kaafi, Tafsir Surah Al-Kahfi Karya Ulama’ Nusantara Berbasis Sains

 “atau lebih dari (seperdua) itu, dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan”. QS. Al-Muzammil [73]: 4.

Ali bin Abi Thalib r.a. menafsirkan kata tartil pada ayat tersebut dengan ungkapan “تَجْوِيْدُ الحُرُوْفِ وَ مَعْرِفَةُ الوُقُوْفِ” yakni membaguskan huruf sesuai dengan makhraj-nya dan mengetahui waqf. Sebab dengannya seseorang bisa membaca dengan baik dan benar serta dapat lebih mudah memahami mengetahui maknanya.

Urgensi membaca sendiri Al-Qur’an menurut Dr. Khalid Abdul Karim terdapat lima komponen yang terangkum dalam ungkapan (ثُمَّ شَعَّ)

(ث): ثواب (Mengharap pahala), ini adalah tujuan membaca Al-Qur’an yang paling dipahami oleh banyak orang. Dalam sebuah hadits riwayat Ibnu Mas’ud r.a, ia berkata bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفاً مِنْ كِتَابِ اللّه فَلَهُ حَسَنَةٌ. وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا. لَا أَقُوْلُ ألمّ حَرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari kitabullah, maka ia akan mendapat satu kebaikan, dan satu kebaikan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Saya tidak mengatakan Alif Lam Mim itu satu huruf, akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf, dan Mim satu huruf.”

(م): مناجة و مسألة (Munajat dan Memohon), maksud dari munajat adalah membaca dengan bacaan yang hidup dan mengetahui kewajibannya terhadap Al-Qur’an, yakni mengagungkan dan mensucikannya. Adapun tujuan memohon dalam Al-Qur’an maksudnya adalah hadirkan dalam diri ketika membacanya dengan niat sebagai wasilah untuk memohon kepada Allah SWT, terlebih ketika membaca ayat-ayat do’a, dengan begitu kita semakin nyaman untuk membaca Al-Qur’an.

Baca juga:  Buku Baru: Dinamika Tafsir Al-Qur’an di Nusantara dan Kajian-Kajian Pentingnya

Dan yang perlu kita tanamkan kita ketika membaca Al-Qur’an adalah bahwa Allah swt itu “حَرَسٌ مَعَ”, yakni ح: Yuhibbuka (mencintaimu) ketika membaca Al-Qur’an, ر : Yaraka (melihatmu), س: Yasma’uka (mendengarmu), م: Bahwa Allah SWT Yamdahuka (memujimu), dan ع: Bahwa Allah SWT Yu’thika (memberimu pahala) ketika membaca Al-Qur’an.

(ش):شفاء  (Penyembuh), sebagaimana yang telah diketahui oleh banyak orang bahwa Al-Qur’an adalah obat atau sarana penyembuhan, baik penyembuhan dari penyakit hati (Al-Qur’an sebagai obat maknawi nafsi (rohani) maupun penyakit jasmani.

(ع):علم  (Ilmu), urgensi ini merupakan yang paling utama dan agung, karena sebagaimana perintah pertama yang disampaikan oleh Al-Qur’an sendiri yakni untuk membaca, sedangkan salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan membaca tersebut. Allah swt sendiri yang bersumpah bahwa:

وَلَقَدْ يَسَّرْنَا القُرْأَنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُّدَّكْرٍ

Sungguh Kami bersumpah bahwa Kami telah mempermudah Al-Qur’an untuk menjadi pelajaran, maka adakah yang ingin bersungguh-sungguh mengambil pelajaran sehingga Allah melimpahkan karunia dan membantunya memahami kitab suci itu? QS. Al-Qamar [54]: 32.

(ع):عمل  (Amal), tujuan ini adalah reaksi dari ritual terhadap Al-Qur’an, yakni membaca dan tadabbur. Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a pernah berkata bahwasannya seorang pembawa Al-Qur’an atau pembawa ilmu pada esensinya adalah mereka yang bisa dan mau mengamalkan apa yang sudah mereka ketahui dan amalannya sesuai dengan apa yang mereka ketahui.

Baca juga:  Tafsir Surah At-Takatsur (Bagian 1)

Dalam kaitannya mendapatkan pengaruh Al-Qur’an selain dengan membaca dan mengkaji Al-Qur’an, tentu tidak bisa melupakan faktor lain, yakni Al-Muatstsir (yang mempengaruhi), yakni Al-Muta’atstsir (yang dipengaruhi), yakni hati orang yang membacanya. Sebab untuk mencapai tujuan tersebut, seseorang harus memurnikan hati dari segala penyakitnya. Namun, justru yang bisa dilakukan berkaitan dengan hal ini adalah dengan membangun connection yang baik dengan Al-Qur’an. Allah berfirman:

… فَمَنِ التَّبَعَ الْهُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَ لاَ يَشْقَى. وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكَا وَ نَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى

“… barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, dia tidak akan tersesat dan tidak celaka. Dan barangsiapa berpaling dari peringat-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. QS. Thaha [20]: 123-124.

Petunjuk Allah swt tidak lain ialah Al-Qur’an itu sendiri, maka manusia sendirilah yang harus menyalakan pelita di tengah kegelapan yang dapat memberikan pengaruh negatif baginya. Manusia harus kembali kepada penuturan Al-Qur’an dalam mengatasi segala polemic dalam kehidupan, sebab Allah swt melalui Al-Qur’an ialah pengajar bagi yang belum mengetahui, penerang bagi setiap kegelapan, dan pembimbing bagi setiap ketersesatan menuju keterselamatan. Maka jika semua faktor tersebut berhasil dijalani oleh setiap manusia, maka pengaruh Al-Qur’an akan didapatkannya.

Katalog Buku Alif.ID

https://alif.id/read/mkhi/meniti-jejak-pengaruh-al-quran-kajian-kitab-mafatih-tadabbur-al-quran-wa-al-najah-fi-al-hayah-b250137p/