Laduni.ID, Jakarta – Berbakti terhadap kedua orang tua merupakan suatu kewajiban bagi setiap anak. Bagaimana tidak? Allah SWT telah memerintahkan hal tersebut. Serta telah mengancam setiap anak yang durhaka terhadap orang tuanya.
Allah SWT berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚ
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS. Al-Isra: 23)
Maka mencintai kedua orang tua merupakan perintah ilahi terhadap seluruh hambanya. Namun, terkadang cinta ketika memenuhi lubuk hati seseorang, hingga tak menemui tempat di dalamnya, maka akhirnya meluap dari lorong perasaan ke ranah perbuatan.
Dan termasuk dari contoh luapan cinta dari seorang anak kepada orang tuanya tersebut, adalah perbuatannya untuk mencium kedua kaki dari orang tuanya. Bagaimana hukum dari perbuatan tersebut dalam kaca mata Syaria’t? Akankah termasuk dari bentuk penghambaan terhadap makhluk yang diharamkan oleh Agama?
Yang perlu dipahami terlebih dahulu adalah motif melakukan perbuatan mencium kaki orang tua merupakan luapan cinta atau kasih sayang, maka perbuatan ini bukanlah termasuk perkara yang diharamkan.
Menguatkan pendapat ini, Hadits Rasulullah SAW:
– وعن صفوان بن عسال رضي الله عنه قال: قال يهودي لصاحبه اذهب بنا إلى هذا النبي فأتيا رسول الله صلى الله عليه وسلم فسألاه عن تسع آيات بينات فذكر الحديث إلى قوله: فقبلا يده ورجله وقالا: نشهد أنك نبي. رواه الترمذي وغيره بأسانيد صحيحة.
“Suatu ketika, seorang Yahudi berkata ke temannya, ‘Pergilah bersamaku!! untuk menemui seorang Nabi ini (Rasulullah SAW)’. Akhirnya mereka berdua pun menemui Rasulullah SAW serta menanyainya beberapa pertanyaan. Setelah Rasulullah SAW menjawab seluruh pertanyaan yang dilontarkan, dua orang Yahudi tersebut akhirnya mengakui kenabiannya dan beriman kepadanya seraya mencium tangan dan kaki dari Rasullullah SAW.” (HR. Turmudzi, no: 2733, bab: Tentang mencium tangan dan kaki, dari: Sy. Safwan bin Assal, Hadits Hasan Shohih)
Terlihat dari penuturan hadits, bahwasanya motif kedua orang tersebut mencium tangan serta kaki Rasulullah SAW hanyalah luapan cinta serta penghormatan kepadanya. Bahkan Rasulullah SAW membiarkan keduanya melakukan hal tersebut.
Al-Imam Yahya bin Abubakar Al-A’miry dalam komentarnya terhadap peristiwa ini, berkata:
فيه انه لا بأس بتقبيل يد العلماء والصلحاء وتقبيل أرجلهم تبركا وتعظيما لحرمات الله لا رياء ولا سمعة
“(Peristiwa ini) menerangkan kebolehan dari mencium tangan serta kaki dari ulama dan orang-orang solih (maka kedua orang tua lebih utama). Dengan maksud untuk mengais barakah, serta memuliakan sesuatu yang Allah SWT muliakan, tanpa ada tendensi sombong atau riya.” (Bahjatul Mahafil, 2/223)
Mencium kaki juga pernah dilakukan oleh Sahabat-Sahabat Rasulullah SAW baik semasa hidupnya ataupun setelah wafatnya.
ومن حديث بريدة في قصة الأعرابي والشجرة فقال يا رسول الله ائذن لي أن أقبل رأسك ورجليك فأذن له
“(Dalam hadits yang menerangkan kisah seorang badui Arab yang sangat mencintai Rasulullah SAW) Dia bertanya, ‘Wahai Rasulullah SAW izinkan aku tuk mengecup kening serta mencium kakimu.’ maka Rasulullah SAW pun mengizinkannya.” (dikutip dari Syarh Tuhfat Al-Ahwadziy, 7/437)
Mencium kaki bentuk luapan cinta, juga pernah dilakukan antara sahabat Rasulullah SAW satu sama lainnya.
وأخرج البخاري في الأدب المفرد: أن عليا قبل يد العباس ورجله
“Bahwasanya Sy. Ali pernah mencium tangan dan kaki dari Pamannya, yaitu: Sy. Abbas bin Abdul Mutthalib.” (Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad. Ditukil dari kitab: Syarh Tuhfat Al-Ahwadziy, 7/437)
Setelah diketahui bahwasanya perbuatan ini (mencium kaki) merupakan hal yang pernah dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah, baik kepada Rasulullah SAW sendiri atau kepada sesamanya. Lantas, Apa hukum dari mencium kaki tersebut dari sisi hukum fiqh sendiri?
Al-Imam Ibn Hajar Al-Haitamiy menjelaskan:
تنبيه: قد تقرر أنه يسن تقبيل يد الصالح بل ورجله
“(Dari keterangan tertutur) bisa ditarik kesimpulan bahwa mencium tangan dari orang sholih (terlebih kedua orang tua) bahkan mencium kakinya merupakan kesunnahan.” (Syarh Tuhfah Al-Muhtaj, 1/209, Bab: Haji)
Maka bisa kita simpulkan bahwasanya mencium kaki dari kedua orang tua (atas bentuk luapan cinta) bukanlah termasuk hal yang dilarang dalam syari’at. Bahkan ada sebagian pendapat yang menyatakan kesunnahannya.
Akan tetapi, yang terpenting bagi setiap anak adalah berbakti kepada orang tua, dengan cara patuh serta berbuat baik kepada keduanya. Adapun mencium kaki hanyalah sebuah bentuk luapan cinta yang tak dituntut oleh syaria’t.
Senada dengan kesimpulan yang tertutur, Salah seorang Ulama dari Mazhab Malik berkata:
وكذلك الولي تعظيمه اتباعه لا تقبيل يده وقدمه، ولا التمسح به،
“Adapun Wali (terlebih kedua orang tua) cara yang paling tepat untuk menghormati serta berbakti kepadanya adalah patuh terhadap perintahnya. Bukan hanya dengan mencium tangan atau kakinya saja.” (Fath Al-Aliy Al-Malik, 1/208)
Wallahu A’lam bis Showab.
Referensi:
1. Al-Quran Al-Karim.
2. Al-Jami As-Shohih (Sunan At-Turmudzy), karya: Al-Imam At-Turmudzy.
3. Tuhfat Al-Ahwadzy, karya: Abul Ula Muhammad Al-Mubarakfury.
4. Tuhfat Al-Muhtaj, karya: Al-Imam Ibn Hajar Al-Haitamy.
5. Bahjah Al-Mahafil, karya: Asy-Syekh Yahya bin Abu bakar Al-A’miry.
6. Fath Al-Aliy Al-Malik, karya: Syekh Muhammad bin Ahmad Alisy.
Oleh: Sibt Umar
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/72712/hukum-mencium-kedua-kaki-orangtua-atau-ulama.html