Laduni.ID, Jakarta – Assalamualaikum ustadz, saya mau tanya. Apakah untuk makmum masbuk diharuskan untuk menepuk pundak imam apa cukup membaca takbir dengan suara keras saja ? Terimakasih
Jawaban
Waalaikumussalam Wa Rahmatullahi wa Barakatuhu.
Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, baiknya terlebih dahulu untuk memahami dua point ini, hukum niat menjadi makmum (bagi makmum) dan hukum niat imamah (bagi imam).
1. Hukum niat menjadi makmum (bagi makmum)
Adapun hukum niat tersebut, ulama mengatakan bahwa diwajibkan bagi setiap makmum untuk berniat menjadi makmum, jika tidak, maka sholatnya tidak dianggap jamaah akan tetapi furada (sendiri), serta ia tidak mendapatkan fadilah dari jamaah itu sendiri.
Syekh Said Ba’asyin menerangkan:
واعلم: أن النية القدوة تجب مطلقا في جمعة ومعادة ومجموعة مطر، ولا تنعقد فرادى، والمنذورة جماعة تجب فيها الجماعة، لكن تنعقد فرادى، وأما غيرها .. فإنما تجب على من أراد الاقتداء.
“Adapun niat untuk bermakmum itu diwajibkan dalam sholat Juma’t, sholat Mua’dah (mengulang sholat secara jama’ah), dan sholat Jama’ takdim karena hujan.”
Maka jika tidak berniat makmum dalam tiga sholat ini sholatnya dianggap tidak sah secara mutlak (dikarenakan berjama’ah merupakan syarat tuk melakukannya).
Adapun sholat yang dinazarkan untuk berjamaah – jika seseorang tidak berniat makmum – hukumnya sah secara munfarid bukan jama’ah.
Adapun selain 4 macam sholat ini (Jum’at, Mua’dah, Jama Takdim lil Mathor, dan Mandzurah) hukum untuk berniat makmum adalah wajib bagi makmum (jika ditinggalkan maka dia tak dianggap berjamaah). (Busyro Karim, 1/347)
2. Hukum niat Imamah (bagi imam)
Adapun hukum niat Imamah bagi imam adalah sunnah, jika dia meniatkannya maka ia akan mendapat keutamaan jamaah, jika tidak berniat Imamah maka dia tak mendapatkannya.
وأفهم أيضا: أن نية الإمامة لا تجب على الإمام في غير ما مر، بل تسن، ولو نواها في الأثناء .. حصلت له حينئذ
“Dipahami dari penuturan yang lalu, bahwa niat Imamah tidaklah diwajibkan bagi seorang Imam akan tetapi sunnah. Jika ia meniatkannya – walau di tengah-tengah pelaksanaan sholat – maka ia akan mendapat keutamaan jamaah.” (Busyro Karim, 1/348)
بل هي مستحبة في حقه، فإن لم ينو فصلاته فرادى
“(Adapun hukum niat Imamah bagi imam) ialah sunnah, jika ia (imam) tak meniatkannya maka sholatnya sah secara munfarid (tak mendapat fadilah jamaah).” (Fathul Qarib, 1/92)
Adapun menepuk pundak Imam ataupun mengeraskan takbir hanyalah sebuah cara mengingatkan Imam agar ia tahu bahwa kita hendak bermakmum dengannya, maka ia akan berniat Imamah agar mendapat keutamaan dari jamaah.
Al-Habib Zain bin Sumait menjelaskan:
قال الفقيه الحبيب زين بن سميط ولذلك ينبغي لمن أراد الاقتداء بالمنفرد ان يشير إليه بنحو ضرب كتفه لينوي ذلك المنفرد الإمامة فيحوز فضيلة الجماعة
“Maka oleh karena itu (disunnahkannya niat Imamah bagi imam), dianjurkan bagi orang yang hendak bermakmum dengan seseorang, untuk memberikan isyarat padanya (agar dia tahu, yang dengannya ia akan berniat Imamah) dengan cara memukul pundak, supaya dia mendapat keutamaan jamaah.” (Syamsun An-Nayyirah)
Kesimpulan
Menepuk ataupun mengeraskan takbir hanyalah bentuk isyarat atau peringatan kepada seseorang (yang akan dijadikan imam) supaya ia berniat Imamah agar mendapat fadilah dari jamaah.
Maka bagi makmum, jika merasa bahwa imam sudah menyadari akan kehadirannya dengan tanpa isyarat, maka isyarat di sini tidaklah diperlukan (dikarenakan tujuan telah tercapai, yaitu: niat Imamah dari imam).
Maka manakah yang lebih utama, menepuk pundak atau mengeraskan takbir? Kita lihat tingkat kepekaan dari imamnya. Maka imam yang tingkat kepekaan nya rendah, kita beri isyarat dengan memukul pundaknya.
Perlu diperhatikan juga, untuk memukul pundak secara pelan (untuk memberi isyarat saja) bukan pukulan keras yang menganggu kekhusyua’n seorang imam tersebut serta ketentraman jamaah sholat yang lain. Karena hal ini diharamkan oleh Syaria’t.
ويحرم على كل أحد ( الجهر ) في الصلاة وخارجها ( إن شوش على غيره ) من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر
“Diharamkan bagi setiap orang untuk mengeraskan bacaan (baik bacaan dalam sholat atau diluarnya), jika hal tersebut menganggu ketentraman orang lain, semisal: orang yang sedang sholat, baca quran atau tidur.” (Minhaj Al Qawim, 1/126)
Jika hanya karena bacaan keras yang menganggu ketentraman jamaah sholat yang lain diharamkan, maka lebih utama dengan pukulan pundak yang keras.
Wallahu A’lam bis Showab.
Referensi:
1. Busyro Al-Karim, karya: Syekh Said Baa’syin.
2. Fath Al-Qarib Al-Mujib, karya: Syekh Muhammad Qasim Al-Ghoziy.
3. Minhaj Al-Qawim, karya: Imam Ibn Hajar Al-Haitamiy.
4. Asy-Syamsun An-Nayyirah, karya: Al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith.
5. Hasyiyah At-Turmusiy, karya: Syekh Mahfud At-Turmusiy.
Oleh: Sibt Umar
Editor: Daniel Simatupang