Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) hingga kini masih sering terjadi. Data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menunjukkan, selama tahun 2023, jumlah kasus kekerasan di Indonesia mencapai 18.466 kasus. Dari jumlah tersebut, korban terbanyak adalah perempuan, mencapai 16.351 orang (88,5%) dan 11.324 di antaranya (61,3%) merupakan kasus KDRT.
Pada tahun 2024 ini, sesuai data sementara yang diinput KPPPA mulai 1 Januari 2024 hingga saat ini (real time), kasus kekerasan tercatat sebanyak 22.912 Kasus dengan korban laki-laki 5.038, dan korban perempuan 19.865.
Dalam BAB I Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga disebutkan:
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.”
Kemudian dalam BAB III Pasal 5 terkait larangan KDRT disebutkan:
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara: a. kekerasan fisik; b. kekerasan psikis; c. kekerasan seksual; atau d. penelantaran rumah tangga.”
Berkaitan dengan hak-hak korban, pada BAB IV Pasal 10 disebutkan bahwa korban berhak mendapatkan:
a. perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
b. pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
c. penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
d. pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
e. pelayanan bimbingan rohani.
Meski Pemerintah telah memberikan perlindungan kepada korban KDRT, namun tidak semua perempuan mau untuk melaporkan suaminya atas kekerasan tersebut. Terutama bagi para perempuan yang sudah memiliki anak. mereka rela menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak harmonis, demi kebaikan masa depan buah hatinya.
Hukum Istri Korban KDRT Pertahankan Rumah Tangga
Lantas, bagaimana hukum mempertahankan rumah tangga demi kebaikan anak, bagi wanita yang mengalami KDRT?
Dalam pandangan fiqih Islam, wanita yang mengalami KDRT dibolehkan untuk mempertahankan rumah tangga demi kebaikan anak karena beberapa pertimbangan. Di antaranya:
1. Perceraian berdampak buruk pada anak
Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki mengatakan, bahwa di antara dampak buruk dari perceraian adalah dapat membuat anak menjadi kebingungan dan tidak tahu arah, karena kehilangan kebahagiaan keluarga.
اَلطَّلَاقُ غَيْرُ الْمَشْرُوْعِ هُوَ الَّذِي يَهْدِمُ الأَسْرَ وَيُفَكِّكُ عُرَاهَا وَيُضْعِفُ وَحْدَةَ الْأُمَّةِ وَيُوْغِرُ الصُّدُوْرَ وَيَهْتِكُ السُّتُوْرَ وَهُوَ أَشَدُّ الْإِضْرَارِ فِي مُجْتَمَعِ الْحَيَاةِ وَأَبْغَضُ الْحَلَالِ إِلَى اللهِ كَمْ جَرَّ مَصَائِبَ وَفَرَّقَ أُسْرًا وَكَمْ ضَيَّعَ وِدَادَ الْعَشَائِرِ وَفَصَّلَ بَيْنَ زَوْجَيْنِ جَعَلَ اللهُ بَيْنَهُمَا مَوَدَّةً وَرَحْمَةً وَذَهَبَ بِأَطْفَالِهِمَا فِي أَوْدِيَةِ الْحِيَرَةِ وَالضِّيَاعِ حِيْنَ فَقَدُوْا النَّعِيْمَ فِي ظِلِّ اجْتِمَاعِ الْأُبُوَّةِ وَالْأُمُوْمَةِ
Artinya, “Perceraian yang tidak disyariatkan adalah yang menghancurkan keluarga, memutuskan tali silaturahmi, melemahkan persatuan bangsa, mematahkan hati dan membuka tirai rahasia keluarga. perceraian sangat membahayakan kehidupan masyarakat dan paling dibenci oleh Allah.
Perceraian menimbulkan banyak musibah, memisahkan keluarga, menghilangkan kasih sayang keluarga, memisahkan dua pasangan yang telah diberi oleh Allah rahmat dan kasih sayang antara keduanya, dan dapat menjerumuskan anak-anak mereka ke dalam lembah kebingungan dan kehilangan ketika anak-anak tidak lagi mendapat kebahagiaan saat orang tua mereka bersama.” (Adabul Islam fi Nizhamil Usrah, [Beirut, Darul Hawi], halaman 87).
2. Anjuran untuk bersabar bagi istri ketika disakiti suami
Imam Al-Ghazali mengutip hadits yang menganjurkan suami untuk bersabar atas buruknya akhlak istri. Begitu pula istri dianjurkan untuk bersabar atas akhlak buruknya suami.
قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَبَرَ عَلَى سُوْءِ خُلُقِ امْرَأَتِهِ أَعْطَاهُ اللهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلَ مَا أَعْطَى أَيُّوْبَ عَلَى بَلَائِهِ وَمَنْ صَبَرَتْ عَلَى سُوْءِ خُلُقِ زَوْجِهَا أَعْطَاهَا اللهُ مِثْلَ ثَوَابِ آسِيَةَ امْرَأَةِ فِرْعَوْنَ
Artinya, “Rasulullah saw bersabda: ‘Barangsiapa bersabar terhadap kelakuan buruk istrinya, maka Allah akan memberinya pahala yang sama dengan apa yang Dia berikan kepada Nabi Ayub atas musibahnya’ dan barangsiapa bersabar terhadap kelakuan buruk suaminya, Allah akan memberinya pahala seperti Asiyah, istri Firaun’.” (Ihya’ Ulumiddin, [Semarang, Karya Thaha Putra], juz II, halaman 44).
3. Pilihan mempertahankan rumah tangga atau tidak adalah hak istri
Dalam Islam, ketika istri yang menjadi korban KDRT masih ingin mempertahankan keluarganya dan tidak mengajukan gugatan cerai, maka langkah yang dapat ditempuh adalah melaporkan suami kepada hakim (pengadilan) agar mendapatkan peringatan untuk menghentikan kekerasannya.
Jika setelah itu suami masih mengulangi berbuat kekerasan, maka hakim dapat memberikan hukuman atas permintaan istri. Jika kekerasannya masih terus dilakukan, maka kedua pasangan tersebut dipisahkan dan tidak dipertemukan kembali sampai suami telah terbukti kembali berperilaku baik.
Muhammad bin Ahmad As-Syathiri menjelaskan, sebagaimana Suami berhak mendapatkan perlakukan yang baik dari istri, isteri juga berhak mendapatkan perlakukan yang baik dari suami. Karena itu, jika suami berbuat buruk, isteri berhak untuk melaporkannya kepada pengadilan (hakim).
وَإِذَا كَانَ لِلرَّجُلِ عَلَى الزَّوْجَةِ حُقُوْقٌ فَإِنَّ لِلْمَرْأَةِ عَلَى الرَّجُلِ حُقُوْقاً أَيْضًا وَعَلَيْهِ أَنْ يُحْسِنَ مُعَاشَرَتَهَا فَإِنْ أَسَاءَ مُعَامَلَتَهَا لَهَا الْحَقُّ أَنْ تَشْكُوَ إِلَى الْحَاكِمِ وَعَلَى الْحَاكِمِ أَنْ يَنْهَاهُ
Artinya “Jika laki-laki mempunyai hak atas isterinya, maka perempuan juga mempunyai hak atas laki-laki, dan laki-laki harus memperlakukannya dengan baik, maka perempuan berhak mengadu kepada penguasa, dan penguasa harus mengakhirinya. (Syarhul Yaqutun Nafis, [Beirut, Darul Hawi: 1997), halaman 605).
Namun jika dalam mempertahankan rumah tangga diduga kuat akan menimbulkan dampak yang lebih buruk, baik bagi istri maupun anak, seperti KDRT suami telah melampaui batas kesabaran istri, menggangu kesehatan mental atau psikologis anak, dan semisalnya, maka istri dianjurkan mengajukan gugat cerai.
Pengajuan perceraian dari istri disebut dengan khulu’. Ulama fiqih menjelaskan, hukum khulu’ sama dengan hukum talak. Hukum dasarnya makruh, namun bisa menjadi boleh bahkan dianjurkan ketika pasangan memiliki akhlak buruk yang melewati batas kewajaran.
وَهُوَ إِمَّا وَاجِبٌ كَطَلَاقِ مُوْلٍ لَمْ يُرِدِ الْوَطْءَ … أَوْ مَنْدُوْبٌ كَأَنْ يَعْجِزَ عَنِ الْقِيَامِ بِحُقُوْقِهَا … أَوْ سَيِّئَةَ الْخُلُقِ أَيْ بِحَيْثُ لَايُصْبَرُ عَلَى عُشْرَتِهَا عَادَةً فِيْمَا يَظْهَرُ
Artinya, “Talak adakalanya wajib, seperti menceraikan orang yang sumpah ila’ yang tidak ingin bersetubuh, … atau dianjurkan, seperti jika suami tidak dapat menunaikan hak-haknya … atau ia bersifat buruk, sekira umumnya orang tidak akan sabar berkumpul dengannya seperti masalah sudah jelas.” (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 2016], juz III, halaman 344).
Kesimpulannya, wanita yang mengalami KDRT dibolehkan untuk mempertahankan rumah tangga demi kebaikan anak. Namun jika dalam mempertahankan rumah tangga diduga kuat akan menimbulkan dampak yang lebih buruk, baik bagi istri maupun anak, maka dianjurkan mengajukan gugat cerai.
Sebagai catatan, tulisan ini bersumber dari Hasil Keputusan Komisi A Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri (FMP3) se-Jawa Timur ke-XXVII, di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, 13-14 November 2024. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum, Wonodadi, Blitar
https://islam.nu.or.id/nikah-keluarga/bolehkah-istri-korban-kdrt-pertahankan-rumah-tangga-nzLMz