Dalam kondisi ekonomi yang masih belum stabil yang secara khusus dirasakan kelompok masyarakat ekonomi rendah dan sedang, masyarakat perlu memperhatikan pengelolaan keuangan agar tercipta kestabilan antara pendapatan dan pengeluaran. Di sisi lain, gaya hidup masyarakat perkotaan modern juga perlu diwaspadai agar masyarakat tidak terjerumus dalam perilaku hedonis, yaitu sekedar mencari kesenangan, tanpa memikirkan kebutuhan.
Khutbah Jumat kali ini berjudul: “Membangun Generasi Kuat dengan Manajemen Keuangan yang Baik”. Untuk mencetak khutbah ini, silakan klik fitur download berwarna merah atau bawah artikel ini (pada tampilan desktop). Semoga bermanfaat!
Khutbah I
اَلحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ. القَائِلِ فِي كِتَابِهِ الكَرِيْمِ: وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا (الفرقان: ٦٧). وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى أَشْرَفِ اْلأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ، نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُصَلُّونَ. اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Tantangan kebutuhan ekonomi saat ini semakin tinggi dengan kenaikan inflasi yang terjadi setiap saat dan tanpa dirasakan masyarakat. Di sisi lain, pemerintah telah menetapkan kenaikan pajak pph dari 11% menjadi 12% pada awal tahun 2025 mendatang. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi lapisan masyarakat ekonomi sedang dan rendah dalam menjalani kehidupan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Oleh karena itu, agama Islam memerintahkan kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mengelola keuangan dengan efisien. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam surat Al-Furqan, ayat 67:
وَالَّذِيْنَ اِذَآ اَنْفَقُوْا لَمْ يُسْرِفُوْا وَلَمْ يَقْتُرُوْا وَكَانَ بَيْنَ ذٰلِكَ قَوَامًا
Artinya, “Dan orang-orang yang apabila berinfak, tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya.”
Dalam kitab Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an, juz 19, halaman 300, Imam ath-Thabrani mengutip pendapat seorang Tabi’in bernama Yazib ibn Abi Habib bahwa ayat ini menggambarkan orang yang tidak berlebihan dalam berpakaian dan pola konsumtif. Ia memakai pakaian untuk menutupi aurat atau tubuh, bukan untuk kemewahan. Ia mengonsumsi segala sesuatu sesuai kebutuhan batas pemenuhan lapar dan penopang ibadah, bukan untuk mencari kenikmatan, apalagi kepuasan hawa nafsu. Ini adalah prinsip menjaga stabilitas ekonomi keluarga yang perlu diperhatikan setiap Muslim.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Dalam manajemen ekonomi, ada prinsip prioritas yang harus diperhatikan. Setiap pengeluaran dana, seseorang harus memperhatikan skala kebutuhan. Ada kebutuhan primer seperti biaya konsumsi keluarga, pendidikan anak, dan lain sebagainya. Ada kebutuhan sekunder seperti biaya liburan, jalan-jalan, dan lainnya. Jangan sampai kebutuhan primer tidak dapat dipenuhi karena dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan sekunder. Nabi Muhammad telah mengajarkan pola hidup dengan memperhatikan skala prioritas kebutuhan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim, juz 2, halaman 692:
ابْدَأْ بِنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فَإِنْ فَضَلَ شَيْءٌ فَلِأَهْلِكَ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ أَهْلِكَ شَيْءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فَإِنْ فَضَلَ عَنْ ذِي قَرَابَتِكَ شَيْءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا
Artinya, “Mulailah dengan dirimu, maka sedakahlah untuk dirimu! Jika ada kelebihan dari kebutuhan dirimu, maka untuk keluargamu. Jika ada kelebihan dari kebutuhan keluargamu, maka untuk kerabatmu. Jika ada kelebihan dari kebutuhan kerabatmu, maka untuk yang lainnya dan untuk yang lainnya seterusnya.”
Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim ibnul Hajjaj, juz 7, halaman 83 menjelaskan hadits ini sebagai berikut:
وَمِنْهَا أَنَّ الْحُقُوقَ وَالْفَضَائِلَ إِذَا تَزَاحَمَتْ قُدِّمَ الْأَوْكَدُ فَالْأَوْكَدُ
Artinya, “Di antara pelajaran hadits ini, bahwa jika ada keterbatasan dalam pemenuhan kebutuhan primer (hak/kewajiban) dan sekunder (keutamaan), maka harus diprioritaskan dengan memperhatikan skala kepentingannya.”
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Selain prinsip prioritas dalam pengelolaan ekonomi, Islam juga menganjurkan investasi keuangan untuk kebutuhan masa depan. Umat Islam harus memiliki kesadaran bahwa rezeki yang telah diterima tidak seutuhnya diperuntukkan dalam pemenuhan kebutuhan sesaat, tapi juga untuk pemenuhan kebutuhan akan datang seperti pendidikan, hunian, transportasi, dan hari tua. Kebutuhan ini bersifat besar, sehingga tidak bisa dipenuhi dengan pendapatan rutin bulanan, akan tetapi dengan investasi sejak dini. Dalam konteks ini, Nabi Muhammad mengingatkan pentingnya mempersiapkan keturunan yang memiliki daya tahan ekonomi baik, sebagai mana hadits yang dikutip oleh Imam al-Bukhari dalam kitab Shahihul Bukhari, juz 2, halaman 81:
إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ، خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ
Artinya: “Sesungguhnya lebih baik kamu meninggalkan keluargamu dalam kondisi kaya daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin, sehingga mereka terpaksa meminta-minta kepada orang lain.”
Hadits ini merupakan nasihat Nabi kepada salah seorang sahabatnya yang hendak menyedekahkan setengah dan/atau sepertiga hartanya, tetapi ditolak Nabi karena ia masih memiliki seorang anak perempuan dan keluarga lain yang harus diberikan harta warisan untuk melanjutkan kehidupan mereka di masa yang akan datang dengan kecukupan ekonomi.
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Terakhir, Nabi mengingatkan bahwa manajemen ekonomi adalah tanggung jawab besar bagi seluruh manusia, terlebih lagi seorang Muslim. Harta adalah titipan Allah kepada seluruh manusia yang harus digunakan dengan baik dan sebaik-baiknya, sehingga jangan sampai salah dalam mengelola harta dengan menggunakannya pada hal-hal yang tidak baik, tidak penting, dan tidak berguna. Nabi bersabda dalam sebuah hadits yang dikutip oleh Imam at-Tirmidzi dalam kitab Sunan at-Tirmidzi, juz 4, halaman 612:
لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ القِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ، وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ
Artinya, “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat, sampai ia ditanya mengenai empat hal, yaitu umurnya yang dihabiskan untuk apa, ilmunya yang dimanfaatkan untuk apa saja, hartanya yang diperoleh dari mana dan dimanfaatkan untuk apa saja, dan jasadnya yang digunakan untuk melakukan apa saja.”
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Marilah kita mengelola ekonomi dengan sebaik-baiknya dengan melakukan pemetaan kebutuhan primer dan sekunder serta merencanakan kebutuhan di masa yang akan datang dengan melakukan investasi, sehingga kita dapat menjalani kehidupan dengan baik, meskipun terjadi kondisi kesulitan ekonomi. Semoga dengan itu, kita dapat menjalankan ibadah kepada Allah dengan penuh kebahagiaan dan ketenangan. Amin, ya Rabbal‘Alamin.
أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah II
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ. وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ بنِ عَبدِ الله وَعَلَى اٰلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ القِيَامَة. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ المُسلِمُونَ. اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَاعلَمُوا إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ. قَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا
اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اَللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ
اَللّٰهُمَّ انْصُرْ إِخْوَانَنَا فِي فَلِسْطِيْن وَلُبْنَان وَسَائِرَ العَلَمِيْنَ. اَللّٰهُمَّ اجْعَلْ بَلْدَتَنَا اِنْدُونِيْسِيَّا بَلْدَةً طَيِّبَةً وَمُبَارَكَةً وَمُزْدَهِرَةً. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِي بَارًّا بِوَالِدَيَّ. رَبِّ اغْفِرْ لِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرَا. وَٱخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ ٱلذُّلِّ مِنَ ٱلرَّحْمَةِ
عِبَادَ اللهِ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُم بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ
Ustadz Fatihunnada, Dosen Fakultas Dirasat Islamiyyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta