Laduni.ID, Jakarta – Kicauan burung saling beradu, hembus angin menerpa pori-pori kulit hingga menusuk tubuh yang menggigil dibuatnya. Pagi hari yang cerah bersanding udara dingin Mukalla yang memasuki fase musim dinginnya, suatu hal yang sangatlah mahal untuk disia-siakan.
Pagi ini, aku dikagetkan oleh suatu kejadian yang tak terduga:
“Ijazah!” ucap salah seorang dosenku.
“Haa…? Serius?” jawabku sambil melongo.
“Alhamdulillah, setidaknya ada waktu bagiku untuk merefresh otak,” celatuk salah seorang temanku.
Adapun aku masih di sudut bilik kamar sedang berbayang serta menghayati makna tersirat hari ini.
Jika kita mencoba memutar ruang waktu dan berhenti pada tahun 571 Masehi, kita akan melihat sebuah suasana bak pesta yang melibatkan seluruh makhluk di alam semesta ini. Kegembiraan beraduk dengan isak tangis kebahagiaan atas kelahiran seorang yang dinantikan kehadirannya.
Langit Subuh menyibakkan senyumnya, seluruh tumbuhan di atas muka bumi bersaut tasbih luapan kegembiraan atas kelahiran “Rasul Muhammad bin Abdullah”, sang purnama yang cahayanya menyorot seluruh alam semesta atas kelahirannya.
Pamannya sendiri, Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib mencoba untuk melukiskan suasana tersebut dalam gubahan syairnya:
وأنت لما ولدت أشرقت الأرض * وضائت من نورك الأفق
فنحن في ذلك النور والضياء * وسبل الرشاد نخترق
“Dan ungguh engkau (Muhammad SAW) tatkala dilahirkan, semesta gembira serta cahaya menyibak seluruh ufuk karena pancaran sinarmu. Maka kami berusaha tuk menerobos sorotan cahaya yang memancar tersebut agar bisa menempuh jalan petunjuk.”
Tidaklah suatu hal yang berlebihan, Rasulullah SAW sendiri membenarkan ungkapan tersebut dalam haditsnya:
وأخرجه الحاكم وصححه البيهقي عن خالد بن معدان عن أصحاب رسول الله أنهم قالوا: “يا رسول الله أخبرنا عن نفسك!” فقال: ((أنا دعوة أبي إبراهيم وبشرى عيسى ورأت أمي حين حملت كأنه خرج منها نور أضائت له بصرى من أرض الشام))
Sekelompok sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, “Wahai Rasulullah berilah tahu kami hal tentangmu!” Rasulullah SAW pun menjawab, “Ketahuilah! Sesungguhnya akulah harapan serta doa-doa ayahku Ibrahim, akulah kabar gembira dari Nabi Isa AS. Ketika ibuku melahirkanku seakan keluar darinya sorotan cahaya yang sinarnya menyibak Basrah di negeri Syam.” (HR. Hakim dari Khalid bin Ma’dan)
Kegembiraan pun muncul dari paman Rasulullah SAW yang lain, Abu Lahab. Ketika budaknya Tsuwaibah memberi kabar padanya atas kelahiran keponakannya, sontak atas luapan kegembiraannya ia langsung memerdekakan budak itu.
Dikisahkan setelah kematian dari Abu Lahab, Abbas bin Abdul Muthalib bermimpi melihatnya seraya bertanya keadaannya, lantas ia pun menjawab:
“Sunguh tidaklah aku temui kenyamanan sedikitpun kecuali keringanan atas siksaku dan memancarnya tetesan air dari ujung jariku setiap hari Senin (Kegembiraanku atas kelahiran Rasulullah SAW).”
Lantas, muncul pertanyaan, “Bagaimana bisa seorang yang kufur terhadap syari’at Nabi mendapatkan keringanan azab?”
Al-Imam Al-Hafidz Abdurrahman Asy-Syibani dalam kitabnya bertutur, “Adapun keringanan azab yang Abu Lahab dapatkan bukanlah disebabkan amal baiknya (memerdekakan budak) akan tetapi karena sebab kemuliaan Rasulullah SAW kepadanya.” (lihat: Haul Al-ihtifal Li Sayid Muhammad Al-Maliki)
Kebahagiaan ini tak hanya dirasakan oleh manusia saja, tetapi gema cinta, suka dan bahagia juga dirasakan oleh benda mati:
1. Retaknya Istana Kisra’ karena Getaran Cinta Menjelang Kehadiran Sang Kekasih Semesta, serta Runtuhnya 14 Tiang.
Al-Imam Ibn Hajar menjelaskan, “Sungguh istana Kisra’ adalah suatu bangunan yang sangatlah kokoh di masanya, tidaklah bergetar kecuali hanya sebab gempa bumi. Tetapi ia bergetar serta runtuh saat malam kelahiran Rasulullah, bukti atas kuasa Ilahi menjadikan kepemimpinan manusia secara mutlak ada pada diri Rasulullah SAW bukan raja-raja Kisra’.” (Al-Minah Al-Makkiyah)
2. Padamnya Api Sesembahan Majusi yang Berkobar Lebih dari 100 Tahun karena Tangis Kebahagiaannya Atas Kehadiran Sang Rasul.
Al-Imam Al Bushiri menggambarkan dalam syairnya:
وغدا كل بيت نار وفيه * كربة من خمودها وبلاء
“Kobaran api di setiap rumah Majusi, menjadi padam (karena kilauan cahaya Rasulullah sebagai bukti sesatnya pemahaman mereka).”
Jika seluruh makhluk hidup ataupun benda mati gembira ataupun senang atas kehadiran sang Rasul pembawa cahaya petunjuk. Jika pamannya Abu Lahab yang kufur padanya mendapat keringanan azab karena bahagia atas kelahirannya. Jika para malaikat bersaut tasbih luapan syukur atas kehadiran sang kekasih penebar kasih sayang terhadap semesta.
“Lantas, bagaimanakah perasaan kita selaku umatnya? Umat yang Rasulullah rindukan dalam haditsnya, umat yang Rasulullah banggakan di hadapan para nabi?”
Pastinya, lebih layak bagi kita untuk meluapkan rasa bahagia kita atas kelahiran Rasulullah SAW melalui perjuangan atas syari’atnya, bersholawat kepadanya sebagai balasan kebaikannya, dan lain sebagainya.
Adapun perayaan Maulid hanyalah sebuah aplikasi ataupun penerapan cinta yang membara dalam hati atas kelahiran Rasulullah SAW, karena luapan cinta bukanlah hal yang di larang oleh syari’at selama masih dalam koridor yang dibenarkan.
Wallahu A’lam
Oleh: Sibt Umar
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/72722/sahut-kicau-kebahagiaan-di-malam-kelahiran-rasulullah-saw.html