Laduni.ID, Jakarta – Hina dan butuh kepada Allah adalah sifat kehambaan, sementara keagungan dan kesombongan adalah sifat ketuhanan. Dan diantara sifat kehambaan dan ketuhanan keduanya saling bertolak belakang, tidak ada kebaikan dalam ketaatan ketika disertai kesombongan karena itu bisa merusak dan membatalkanya. Sebagaimana tidak ada bahayanya kemaksiatan yang di sertai sifat hina dan butuh terhadapallah karena itu juga bisa meleburnya.
Ibnu Athi’illah Assakandari berkata:
معصية اورثت ذلا وافتقارا خير من طاعة اورثت عزا واستكبارا
“Kemaksiatan yang menyebabkan hina dan butuh kepada allah adalah lebih baik daripada ketaatan yang menyebabkan keagungan dan kekesombongan.”
Sayyid Abdul Abbas Almursi beliau menghormati manusia sesuai kedudukannya di sisi Allah. Terkadang datang kepada beliau orang yang taat namun tidak diperhatikan, tapi terkadang datang kepada beliau orang yang durhaka, namun beliau justru memuliakannya. Ternyata orang taat tadi adalah orang yang selalu menyombongkan amalnya, sementara orang yang durhaka tadi datang dengan segenap dosa-dosanya namun ia merasa hina dihadapan Allah.
Dikisahkan dari Ubban bin ‘Iyas, ia bekata suatu hari aku keluar menuju Basroh lalu aku melihat jenazah yang di angkat empat orang dan tidak ada orang lain yang menyertainya. Aku sangat heran sekali kenapa di dekat pasar sebesar Basroh ini jenazah seorang muslim tidak ada yang mengiringi sama sekali, maka kemudian aku memutuskan untuk bergabung dengan mereka, ketika mereka hendak mensalatkan jenazah tadi mereka berkata kepadaku, “tuan majulah untuk menjadi imam kerena posisi kami berempat ini sama.” Lantas akupun maju untuk menjadi imam. Setelah salat aku bertanya pada mereka. “sebenarnya apa yang terjadi?”
Mereka menjawab, “kita ini disewa oleh perempuan itu untuk mengurus jenazah ini.” Setelah penguburan selesai, perempuan tadi pergi sambil tertawa. Dengan perasaan heran, aku kemudian berkata kepada perempuan tadi, “kabarkanlah kepadaku, apa sebenarnya yang terjadi?” Dia kemudian bercerita, “sebenarnya jenazah ini adalah anakku yang selalu berbuat maksiat, dalam tiga hari ini ia sakit dan berpesan kepadaku: wahai ibu kalau nanti aku mati tolong jangan sebar berita kematianku kerana orang pasti tidak mau mendatangi jenazahku, tapi tulislah diatas cincinku ini kalimat لا اله الا الله محمد رسول الله dan masukkanlah dalam kain kafanku semoga Allah mau memberi kasih sayangnya. Kemudian injaklah pipiku dengan kakimu serta katakankah ini balasan bagi orang yang durhaka kepada Allah. Aku ridho atas anakku ya Allah, maka ridhoilah dia,” tutur sang ibu.
“Setelah anakku mati, aku laksanakan semua wasiatnya, ketika menengadahkan tangan ke langit, aku mendengar suara anakku dengan lisan yang fasih: kembalilah wahai ibuku kerena aku telah bertemu tuhanku dan dia sama sekali tidak membenciku. Atas kejadian ini, akupun tersenyum dan bahagia tiada tara,” kata sang ibu.
Dari kisah diatas dapat kita ambil ibroh bahwasanya ketika seseorang melakukan ketaatan jangan kemudian menyombong diri, karena ketaatan yang kita lakukan merupakan pertolongan dari Allah, sementara ketika seseorang melakukan kemaksiatan janganlah berputus asa, namun tetaplah mengharap ampunan Allah dan merasa hina dihadapanya.
Guru saya KH Maesur Zuhri Brabo sering dawuh, “Jangan pernah berhenti dan merasa bosan minta ampun kepada Allah, terus beristighfarlah hingga kau bosan melakukan maksiat.”
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/72752/bahaya-keangkuhan-dan-cara-menghilangkannya.html