Adab dan Niat Bershalawat agar Semua Hajat Tercapai

Laduni.ID, Jakarta – Allah menganugerahkan amalan shalawat Nabi SAW untuk umat Muslim sebagai wasilah yang agung untuk semua hajat, bukan hanya soal urusan dunia namun juga syafaat, mulai dari sakaratul maut, di alam kubur, juga kelak saat di Hari Kiamat.

Bahkan para ulama terdahulu yang sholeh juga sepakat bahwa shalawat itu menjadi satu-satunya perantara yang dapat mengantarkan seorang hamba yang tidak memiliki guru pembimbing ruhani (mursyid) untuk dapat mendekat kepada Allah. Dan jika murid sudah memiliki mursyid, shalawat akan memperkuat hubungan ruhaninya kepada gurunya, sehingga pintu untuk wushul kepada Allah bisa terbuka lebih cepat.

Lalu bagaimana adab bershalawat yang paling baik? Menurut KH. Mahrus Aly, sebagaimana disampaikan oleh KH. Abdullah As’ad dalam sebuah pengajian, menjelaskan bahwa ketika seseorang mengamalkan shalawat, seyogyanya harus dalam keadaan hadir hatinya, seraya membaca niat sebagaimana yang telah diajarkan orang-orang sholeh terdahulu.

Pertama, dengan niat untuk mengamalkan perintah Allah yang termaktub dalam QS. Al-Ahzab ayat 56.

اِنَّ اللّٰهَ وَمَلٰۤىِٕكَتَهٗ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّۗ يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, berselawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.”

Sembari melafadhkan ayat tersebut kemudian melantunkan dan menghadirkan dalam hati, “Ya Allah, saya niat membaca shalawat ini untuk mengamalkan perintah Engkau.”

Kedua, “Saya niat membaca shalawat kepada Rasulullah SAW untuk diniatkan membayar hak Rasulullah SAW.” Hal ini karena memang beliau adalah makhluk terbaik yang paling layak mendapatkan Azkas Shalawat (kesejahteraan yang paling suci) dari Allah.

Ketiga, “Saya membaca shalawat diniatkan untuk meminta syafaat Rasulullah SAW.”

Keempat, diniatkan hajatnya (permintaan kepada Allah SWT).

Kyai Abdullah As’ad juga pernah mengatakan, bahwa tidak salah apabila seseorang yang mempunyai masalah lalu membaca shalawat dengan harapan supaya diberi jalan keluar oleh Allah SWT. Sebab shalawat itu memang perantara untuk setiap hajat dan menjadi solusi bagi permasalah hidup kita. Namun ketika lisan telah melafadhkan shalawat, seseorang jangan membayangkan hajat ataupun juga masalah yang sedang dihadapi.

“Ketika lisan sudah mulai mengucap, ‘Shallallahu ‘ala Muhammad’ kamu harus menghayati makna dari kalimat yang sedang dibaca. Seraya dalam hati menuturkan, semoga Allah memberikan rahmat ta’dzimnya kepada Nabi Muhammad SAW,” Kata Kyai Abdullah As’ad.

Lanjut beliau, “Selain itu dibarengi niat untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membesarkan harapan hanya kepada Allah SWT, bahwa kamu sedang memintakan rahmat untuk kekasih Allah.”

Kyai Mahrus sebagaimana penuturan Kyai As’ad, juga menganjurkan seorang mushalli untuk merenungkan bahwa Allah pernah berfirman kepada Nabi, “Barang siapa yang bershalawat kepadamu, maka aku bershalawat kepadanya.” Selain itu juga dianjurkan untuk mengingat, bahwa Nabi pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membalas sesuatu.”

“Kemudian seolah-olah kalian bayangkan Nabi tersenyum, sebab kalian termasuk umat yang mau berterimakasih kepadanya,” tutur Kyai Abdullah As’ad sebagaimana dikutip dari gurunya, KH. Mahrus Aly.

Beliau juga menambahkan, bahwa ketika membaca shalawat kepada Nabi, seharusnya seseorang menghadirkan kesadaran bahwa shalawat ini adalah satu-satunya cara untuk berterimakasih kepada Nabi Muhammad SAW yang sudah menuntun kehidupan kita dan kemudian dengan shalawat tersebut berharap agar dapat keluar dari kegelapan menuju cahaya.

Dengan demikian, hendaknya ketika seseorang bershalawat kepada Nabi Muhammad SAW, maka perlu kiranya untuk melakukannya dalam keadaan hadir hatinya dan dengan perasaan mahabbah (cinta) yang dalam, syauq (kerinduan), raja’ (pengharapan) dan ta’dzim (penghormatan) kepada Allah dan Rasulullah.

Dengan wasilah shalawat ini, maka akan membawa manfaat yang tidak pernah terbatas dan membuahkan amalan yang tidak bisa dibandingkan dengan amalan lainnya. Selain itu, juga menjadi sarana untuk memperkuat tali hubungan dengan Allah dan Rasul-Nya. Dan semoga dengan sebab keberkahan Nabi Muhammad SAW itu maka kita menjadi manusia yang beruntung, baik di dunia maupun di akhirat. []


Penulis: Rasyida Rifa’ati Husna

Editor: Hakim

https://www.laduni.id/post/read/525618/adab-dan-niat-bershalawat-agar-semua-hajat-tercapai.html