Laduni.ID, Jakarta – Pikiranku dibuat takjub ketika mendengar sebuah pernyataan dari salah seorang ulama besar yang sedang memberikan tausiahnya kepadaku. Sebuah pernyataan berupa, “Konon, as-Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir tak pernah luput dalam sehari untuk membaca sighoh dzikir sebanyak 25.000 kali.”
Wah, bagaimana bisa beliau meluangkan waktunya untuk bisa melantunkan kalimat dzikir sebanyak itu? Aku pun penasaran dengan memoar darinya, agar setidaknya bisa menggugah semangatku lagi dalam beribadah dan mengamalkan ilmu.
As-Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir terlahir di kota sejuta wali Tarim, wilayah Hadramaut. Keutamaan dan keunggulan yang signifikan dalam segi keilmuan dan budi pekerti sudah mulai terlihat dari usianya yang dikatakan masih belia.
Dikisahkan bahwasanya ketika beliau bermain dengan adiknya, As-Sayyid Thahir bin Husein ia selalu mengalah kepada saudaranya, demi menjaga etika dan adab dengannya. Hingga adab dan etika ini terus melekat erat dalam diri As-Sayyid Abdullah di setiap korelasi dan interaksi dengan saudaranya.
As-Sayyid A’lwi bin Hasan al-Haddad, salah seorang murid serta saksi mata atas kemuliaan etika dan keluhuran akhlak dari al-Sayyid Abdullah menyatakan, “Adapun guruku selalu menghindari untuk duduk atau berdiri di tempat yang lebih tinggi dari saudaranya (as-Sayyid Thahir bin Husein), demi menjaga etika dan adab dengannya.”
Selain bersifat tawadhu dan rendah hati, beliau juga dikenal sebagai sosok yang wira’i, zuhud, dan masih banyak sifat-sifat kemulian lainnya.
ولما سأله أهل المدينة عنه؟ قال لهم: خالي عبد الله بن حسين تخلى عن المهلكات، وتحلى بالمنجيات، ووصفه الإحياء وزيادة
Salah seorang penduduk kota bertanya perihal sifat dari al-Habib Abdullah kepada keponakan dari al-Habib Abdullah. Maka ia pun menjawab, “Pamanku ialah sosok yang terhindari dari sifat-sifat yang menjerumuskan, serta berhias dengan sifat-sifat penyelamat. Seluruh sifat-sifat mulia dalam kitab Ihya merupakan analogi dari sifatnya, bahkan lebih dari itu.”
Beliau merupakan sosok yang ahli ibadah, serta termasuk orang yang Allah SWT sematkan keberkahan dalam waktunya.
Diriwayatkan bahwasanya 10 juz al-Quran beliau habiskan dalam setiap munajat akhir malamnya, serta 8 juz al-Quran di sholat Dhuha. Mulutnya selalu basah dengan kalimat dzikir, dan sholawat hingga dihitung bahwa setiap harinya ia tak kurang dari 25 000 kali dari bacaan dzikir, tahlil, dan sholawat.
Hingga murid kesayangannya al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi (Penggubah kitab maulid Simtud ad-Durror), ketika disuruh menyebutkan amalan dari gurunya ia hanya mampu mengatakan,
لو جاء كاتب بايكتب أعمال ولد حسين ما بايقدر يكتبها أو يحصيها لكثرتها
“Andaikan seorang penulis datang tuk menulis seluruh amalan dari anak Husein (bermaksud gurunya), sungguh ia tak akan mampu menulis atau menghimpunnya, sebab banyaknya amalan tersebut.”
Selain dikenal sebagai sosok yang ahli ibadah, ia pula dikenal sebagai seorang yang alim dalam berbagai bidang ilmu, semisal Fiqh, hadits, tafsir, nahwu, dan lain sebagainya.
Cukuplah karangannya dalam ilmu Fiqh Sullam at-Taufiq, kitab Miftah al-I’rab dalam bidang gramatika bahasa, serta kitab Tadzkirah an-Nafs wa al-Ikhwan dalam bidang tafsir menjadi bukti akan kedalaman ilmu yang berhias dengan sifat takwa.
Beliau pernah mengungkapkan hakikat serta tujuan utama dari sebuah ilmu, dalam petikan syairnya,
العلم خشية كله # يعرف بذاك أهله
“Karekteristik ilmu yang sebenarnya adalah sifat takwa. Sebuah sifat yang menjadi identitas dari ahli ilmu.”
Suatu ketika al-Habib A’idrus bin Umar al-Habsyi datang mengunjungi al-Habib Abdullah, guna mengajukan beberapa pertanyaan terkait dengan ilmu Hadis dan Tafsir. Kemudian ia menyatakan, “Sungguh cukup dengan melihat lekuk wajah dari habib Abdullah sudah mampu menghilangkan permasalahanku, sebab pantulan ilham darinya. Terkadang beliau menjawab persoalanku sebelum aku menyebutnya (kasyaf).”
Beliau wafat pada malam Kamis, 17 Rabiul As-Tsani, tahun 1272 H. Dan dimakamkan di daerah bernama ‘Masileh’ (Daerah yang terletak di sebelah timur kota Tarim), bersanding dengan makam saudaranya, as-Sayyid Thahir yang telah mendahuluinya.
100 tahun lebih beliau telah meninggalkan alam dunia ini, namun karangan, memori, biografi, dan syairnya masih lekang di ingatan kita. Sosoknya masih sering terbayang di benak kita. Majelis-majelis pun masih bersahutan menyenandungkan qasidah gubahannya.
Yah, qosidah ‘Ya arhamarrahimin’ yang mungkin banyak dari kita menghafalnya, namun tak kenal siapa penggubahnya. Ia adalah As-Sayyid Abdullah bin Husein bin Thahir, seorang alim penghimpun ilmu syari’at dan hakikat.
Wallahu A’lam bis Showab
Referensi:
1. Majmu’ al-Kalam al-Habib Abdullah bin Husein.
2. al-Fawaid al-Mukhtarah, karya; al-Habib A’li bin Husein Baharun
3. Manaqib al-Habib Ali al-Habsyi.
Oleh: Sibt Umar
Editor: Daniel Simatupang