Alif.Id, Jurnalisme Budaya, dan Keislaman Kaum Santri (1): Melihat Islam dari Sudut Pandang Budaya

Alif.id adalah website tentang budaya yang menaruh perhatian pada pemikiran keislaman. Di dalamnya memuat dua jenis pewartaan. Yang satu berupa gagasan pemikiran, satunya lagi berupa ulasan tentang keadaan keislaman.

Ciri khas yang tampak pada media ini ialah usaha memberikan cara pandang tentang praktik keislaman masyarakat dari sudut pandang budaya. Budaya yang dimaksud dalam hal ini ialah cara berpikir dan praktik hidup bernilai di masyarakat.

Dengan kata lain alif.id ingin mengajak pembacanya melihat persoalan keislaman di Indonesia dengan sudut pandang budaya, bukan “cara pandang Islam melihat kebudayaan” atau “cara pandang Islam melihat praktik keislaman”.  Tetapi dalam ruang diskursus semacam ini, perihal islam dan budaya yang diletakkan alif.id sebenarnya lebih taat pada nilai dialektik karena saya melihat tujuan akhir dari diskursus ini adalah nilai inklusif;  kebebasan dalam usaha memajukan pemikiran.

Demikian kesimpulan saya dalam meletakkan objek alif.id. Kesimpulan ini tentu saja bisa meleset. Namun saya yakin tidak terlalu jauh tersesat menilai karena saya merujuk dari visi yang ditetapkan redaksinya pada ungkapan, “budaya adalah kunci utama membuka jalan lapang keberislaman.”

Saya merasa perlu menulis tentang alif.id karena dua hal.

Pertama, karena alasan subyektif hubungan pertemanan saya dengan Susi. Lama saya tak bertemu dan saya juga tidak mengenal banyak tentang perkembangan websitenya yang pada beberapa tahun sebelumnya sekilas pernah kami bicarakan. Baru setelah ketemu pada 13 Desember 2022, seusai pemakaman Budayawan Remy Sylado, Susi menceritakan alif.id sebagai produk yang menurutnya layak diurus lebih serius.

Baca juga:  Roman Islam dan Roman Picisan

Sejumlah “bualan” atas keinginan keluar dari mulutnya yang cerewet. Dari situlah saya terpancing untuk bicara lebih lanjut.

Alasan kedua, setelah melihat lebih lanjut tulisan-tulisan di website alif.id itu, saya melihat adanya peluang alif.id untuk menjadi bagian penting dari agen perubahan kaum intelektual muslim usia rentang 22 hingga 35 tahun.

Ringkasnya, pada segmen tertentu, alif.id bisa menjadi tempat berkembangnya pemikiran kaum muda sekaligus bisa memperkuat organisasi keislaman, terutama Nahdlatul Ulama yang berkepentingan dalam pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) khususnya dalam bidang literasi.

Karena di dalam alif.id terdapat 1) produktivitas penulisan yang menaruh perhatian pada gagasan budaya sekaligus agama -dua hal mendasar yang penting dikuasai sebagai modal pemikiran generasi muda. 2) pengembangan literasi dengan praktik kelompok/komunitarianisme.

Produksi dan kolektivitas ini merupakan aset penting karena di dalamnya terdapat nilai-nilai edukatif yang saling membantu untuk berproses maju bersama. Selain itu juga bisa memunculkan semangat kompetitif di antara para penulis/pemikir yang bisa memicu lahirnya semangat kader bermental “achievement” diri.

Di luar urusan literasi, alif.id (tentu saja bergantung pada kesiapan untuk repot lebih lanjut dari para pendirinya) punya peluang besar untuk memajukan SDM dalam keorganisasian, gagasan dan sekaligus praktik jurnalisme.

Saya amati mayoritas penulis di alif.id lahir dari keluarga santri golongan Nahdlatul Ulama. Mereka tumbuh kuat dengan hasrat yang meluap untuk usaha “penyebaran gagasan” atau dalam naluri mereka terselip niatan “dakwah”.

Baca juga:  Haji dan Humanisme

“Penyebaran gagasan” ini -selain menjadi naluri kaum beradab”, menurut saya penting dimaksimalkan karena dalam perjuangan memajukan kebudayaan selalu meminta syarat kuatnya praktik literasi -dan di dalam “kedigdayaan budaya” (merujuk pada pengalaman sejarah jatuh-bangunnya bangsa) senantiasa ditentukan oleh faktor kelemahan atau kekuatan “penyebaran gagasan”.

https://alif.id/read/fmn/alif-id-jurnalisme-budaya-dan-keislaman-kaum-santri-1-melihat-islam-dari-sudut-pandang-budaya-b246746p/