Laduni.ID, Jakarta – Di dalam Kitab Qishohul Anbiya’ karya Ibnu Katsir dan Kitab Mukasyafatul Qulub karya Imam Al-Ghazali terdapat kisah menarik tentang nabi yang hidup di zaman Romawi, yang bernama Syam’un Al-Ghozi AS. Sebagian ulama menyebutnya seorang wali, tetapi kebanyak ahli tafsir menyebutnya sebagai seorang nabi, termasuk menurut Ibnu Katsir.
Membicarakan tentang Nabi Syam’un Al-Ghozi AS, maka kita tidak bisa terlepas dari latar belakang kenapa kemudian ada anugerah Malam Lailatul Qadar untuk umat Nabi Muhammad SAW. Malam Lailatul Qadar yang keutamaannya melebihi malam seribu bulan biasa itu seakan “terinspirasi” dengan komitmen perjuangan dan ibadah Nabi Syam’un Al-Ghozi AS.
Disebutkan bahwa Nabi Syam’un Al-Ghozi AS adalah seorang nabi dari kalangan Bani Israil. Beliau adalah hakim ketiga terakhir pada zaman Israil kuno. Ia memiliki beberapa nama, dalam bahasa Arab beliau disebut dengan Syamsaun atau Syam’un, dalam bahasa Ibrani disebut Simson, dalam bahasa Tiberias disebut Shimshon, sedangkan di dalam Alkitab Nasrani, beliau disebut Samson. Nama Syam’un sendiri artinya “yang berasal dari matahari”, sedangkan Al-Ghozi, artinya “yang berasal dari Ghazi” (Ghaza, Palestina sekarang).
***
Suatu ketika Nabi Muhammad SAW berkumpul bersama para sahabat dibulan Suci Ramadhan. Nabi Muhammad SAW tampak tersenyum sendiri. Lalu ditanya oleh para sahabat, “Apa yang membuatmu tersenyum wahai Rasulullah?”
Beliau menjawab, “Diperlihatkan kepadaku bahwa di Hari Akhir, ketika seluruh manusia dikumpulkan di Padang Mahsyar, ada seorang nabi yang membawa pedang dan tidak mempunyai pengikut satupun, yang kemudian masuk ke dalam surga. Namanya adalah Syam’un.”
Kemudian Rasulullah SAW bercerita tentangnya. Nabi Syam’un AS adalah seorang nabi yang berasal dari Bani Israil yang diutus di tanah Romawi. Ia berperang melawan bangsa yang menentang Ketuhanan Allah SWT.
Nabi Syam’un Al-Ghozi AS adalah seorang pahlawan berambut panjang yang memiliki kemukjizatan dapat melunakkan besi dan dapat merobohkan istana. Selain itu ia memiliki senjata semacam pedang yang terbuat dari tulang rahang unta bernama Liha Jamal, dan dengan pedang itu ia dapat membunuh ribuan orang kafir. Siapapun musuh yang berhadapan dengannya, pasti akan hancur dengan pedang ajaibnya. Tidak hanya itu, bahkan ketika dia merasa haus dan lapar, dengan perantara pedangnya pula Allah memberikan makanan dan minuman.
Nabi Syam’un AS adalah seorang Muslim dan seorang ahli ibadah yang sangat disegani oleh kaum kafir. Sudah tak terhitung lagi orang kafir yang mati di tangannya. Selain itu, Syam’un juga ahli ibadah dan tercatat ia sanggup beribadah selama 1000 bulan dengan shalat malam dan siangnya berpuasa. Karenanya, disebutkan bahwa ia pernah beribadah selama 1000 bulan tak pernah lepas dari shalat malam dan siangnya selalu berpuasa.
Kisah tentang Nabi Syam’un Al-Ghozi AS itu juga disebutkan oleh Syaikh Ustman bin Hasan bin Ahmad d dalam Kitab Durratun Nashihin. Dikisahkan bahwa ketika ia memerangi orang kafir, justru istrinya diam-diam berpihak kepada kaum kafir.
Berulang kali istrinya mengikat Nabi Syam’un AS, tetapi selalu gagal karena semuanya bisa di atas. Tali tambang bisa terputus, bahkan rantai pun bisa musnah di tangan Nabi Syam’un AS. Tetapi tatkala istrinya sempat mengetahui bahwa sumber kekuatan itu terletak di rambut Nabi Syam’un yang panjang, maka di suatu malam, saat ia terlelap dalam tidur, istrinya menggunting rambutya menjadi 8 bagian. 4 potongan rambut, 4 potong pertama mengikat kedua tangannya, 4 potong kedua mengikat kedua kakinya. Lalu saat dirinya terbangun, maka tentu tidak bisa berbuat apa-apa dan hanya terkulai dalam ikatan yang disertai potongan rambutnya itu.
Lalu istrinya memberi tahu kepada kaum kafir perihal yang telah dilakukannya. Saat itu, dalam keadaan tak berdaya Nabi Syam’un dimutilasi oleh kaum kafir. Mereka memotong kedua telinga Nabi Syam’un, mencongkel kedua matanya, menggunting bibir dan lidahnya, dan kedua tangan serta kedua kakinya pun dipotong dengan keji. Pertunjukkan mengerikan itu disaksikan oleh banyak orang, sebab ditempatkan di sebuah rumah yang biasa dipakai untuk mengeksekusi seseorang.
Di saat kritis seperti itu, Allah SWT memberikan “wahyu” kepada Syam’un AS dan menawarkan, “Apa yang kamu inginkan pada kaum kafir ini, Aku akan melakukannya wahai Syam’un?”
Nabi Syam’un lalu menjawab, “Berilah aku kekuatan, aku ingin menghancurkan tiang ini, sehingga rubuh dan menimpa mereka.”
Allah SWT pun memberinya kekuatan sebagaimana yang diinginkan Nabi Syam’un AS. Allah SWT mengembalikan keadaan tubuhnya seperti sedia kala. Lalu Nabi Syam’un AS menggerakkan dirinya, dan hancurlah tiang rumah itu. Atapnya menimpa semua orang sehingga tewas, termasuk istrinya. Tetapi Allah SWT menyelamatkan Nabi Syam’un AS.
Setelah peristiwa itu, Nabi Syam’un Al-Ghozi AS bersumpah kepada Allah SWT akan menebus semua dosanya dengan berjuang menumpas semua kebatilan dan kekufuran selama 1000 bulan tanpa henti. Selain itu, ia juga menyibukkan diri dalam beribadah kepada Allah SWT. Malam hari dilalui dengan memperbanyak shalat malam, sedangkan siangnya beliau berpuasa. Semua itu dijalankannya selama seribu bulan hingga ajalnya tiba.
Setelah kisah di atas disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW, salah satu sahabatnya berkata: “Ya Rasulullah, kami ingin juga beribadah seperti nabiyullah Syam’un Al-Ghozi AS.”
Menanggapi hal itu, Rasulullah SAW diam sejenak. Kemudian datanglah Malaikat Jibril AS untuk menyampaikan wahyu, bahwa di setiap bulan Ramadhan ada sebuah malam, yang mana malam itu lebih baik daripada 1000 bulan, yakni Malam Lailatul Qadar. Dan turunlah Surat Al-Qadr ayat 1-5:
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ. لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ. تَنَزَّلُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.”
Setelah itu, Rasulullah SAW menyuruh sahabat-sahabatnya untuk bersemangat dalam meraih kemuliaan Malam Lailatul Qadar. Hal itu diharapakan agar mendapatkan pahala seperti yang Allah SWT telah berikan kepada Nabi Syam’un Al-Ghozi AS.
***
Imam Ar-Rozi pernah menyebutkan sebuah riwayat mengenai Malam Lailatul Qadar yang dianugerahkan oleh Allah SWT untuk umat Nabi Muhammad SAW.
فَإِذاَ طَلَعَ الفَجْرُ فىِ لَيْلَةِ القَدْرِ ناَدَى جِبْرِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ، ياَمَعْشَرَ المَلاَئِكَةِ الرَّحِيْلَ الرَّحِيْلَ، فَيَقُوْلُوْنَ ياَجَبْرَئِيْلُ ماَصَنَعَ اللهُ بِالمُسْلِمِيْنَ فىِ هَذِهِ اللَّيْلَةِ مِنْ أُمَةِ مُحَمَّدٍ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ السَّلاَمُ فَيَقُوْلُ لَهُمْ، إِنَّ اللهَ تَعاَلىَ نَظَرَ إِلَيْهِمْ بِالرَّحْمَةِ وَعَفاَ عَنْهُمْ وَغَفَرَ لَهُمْ إِلاَّ أَرْبَعَةَ نَفَرٍ، قاَلُوْا مَنْ هَؤُلاَءِ الأَرْبَعَة؟ قاَلَ مُدْمِنُ الخَمْرِ وَعاَقُ الواَلِدَيْنِ وَقاَطِعُ الرَّحْمِ وَالمَشاَحِنُ، يَعْنِى المُصاَرِمُ وَهُوَ الَّذِى لاَيُكَلِّمُ أَخاَهُ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيّاَمٍ
“Ketika fajar telah terbit di Malam Lailatul Qadar, maka Malaikat Jibril berkata: ‘Wahai para malaikat, kumpul kemari dan kumpul kemari.’ Para malaikat berkata, ‘Ya Jibril apa yang Allah perbuat untuk kaum Muslimin di malam ini dari umat Nabi Muhammad SAW?’ Jibril berkata, ‘Sesungguhnya Allah memandang kepada mereka dengan penuh kasih sayang, Allah memaafkan serta ngampuni dosa-dosa mereka, kecuali empat kelompok.’ Para malaikat bertanya, ‘Siapakan empat kelompok itu?’ Jibril menjawab, ‘Pertama, orang yang membiasakan diri minum arak, mabuk-mabukan. Kedua, prang yang durhaka kepada orang tua. Ketiga, orang yang memutus silaturrahmi. Keempat, orang yang bertengkar, yaitu pertengkaran itu adalah dengan sesama yang belum damai dalam jangka waktu tiga hari.’”
Sungguh beruntung orang yang dapat meraih kemuliaan Malam Lailatul Qadar. Meskipun umur rata-rata umat Nabi Muhammad SAW tidak sepanjang umur umat terdahulu, tetapi dengan keutamaan dan kemuliaan Malam Lailatul Qadar itu, maka keberkahan umur umat Nabi Muhammad SAW tidak kalah dengan umat terdahulu yang berumur panjang dan bisa beribadah sampai seribu bulan tanpa henti seperti kisah Nabi Syam’un di atas.
Tentu semua itu tidak lain juga karena kemuliaan Nabi Muhammad SAW. Maka sebagai umat beliau, selayaknya kita mengikuti jejak langkahnya, meneladani sunnah-sunnah yang dilakukannya, termasuk bersungguh-sungguh dalam beribadah di bulan Ramadhan, khususnya di malam-malam terakhir, dan terkhusus lagi di malam-malam ganjil terakhir bulan Ramadhan. Wallahu A’lam bis Showab. []
Penulis: Hakim
Editor: Denny