Laduni.ID, Jakarta – Bulan Dzulhijjah Al-Azhar mencetak sebuah turats yang berkenaan dengan orang yang hajinya diterima, apakah semua dosanya terampuni tanpa terkecuali, baik dosa besar maupun kecil atau hanya sebatas dosa kecil saja? Tentu, ini pembahasan haji yang diterima.
Buku yang kecil dari segi ukurannya ini ditulis oleh seorang ulama yang bernama Syekh Muhammad Amin bin Mahmud Al-Bukhari Al-Hanafi yang wafat sekitar tahun 987 H.
Syekh Amir Badisyah (W. 987 H) menyebutkan diawal risalahnya tujuan kenapa beliau menulis buku ini. Tujuannya untuk membantah salah satu pendapat yang sempat viral di Mekkah bahwa haji tidak membersihkan dosa besar, alias hanya menggugurkan dosa kecil saja. Menurut beliau pendapat ini bertentangan dengan hadis-hadis Shahih, dan dapat membuat umat muslim malas untuk berangkat haji, sehingga harus dibantah.
Bahkan pertentangan Syekh Amir Badisyah sampai ditulis oleh Ibn Abidin (W. 1252 H) dalam Hasyiah atas kitab Radd Al-Mukhtar. Beliau menerangkan bahwa pendapat yang dibantah oleh Syekh Amir adalah pendapatnya Imam Ibnu Hajar Al-Haitami (W. 974 H) dalam kitab Tuhfah Al-Muhtaj yang mana Imam Ibnu Hajar dalam hal ini mengikuti pendapat Imam Nawawi (W. 676 H) dalam kitab Majmu’ Syarah Al-Muhadzab dan Al-Qadhi ‘Iyadh (W. 544 H), bahwa dosa besar hanya dapat terhapuskan dengan taubat.
Buku yang ditulis Syekh Amir ini kuat kaitannya dengan kitab yang dicetak oleh Al-Azhar bulan Januari kemarin. Kitab yang berjudul Tanwir Al-Qulub bi Takfir Al-‘Amal Ash-Shalihah li Al-Dzunub karya Syekh Abi Al-‘Abbas Ahmad Baba At-Tunbukti yang wafat pada tahun 1036 H. Hanya saja kitab Tanwir Al-Qulub ini pembahasannya lebih luas, tidak membatasi kepada amalan haji saja.
Secara keseluruhan, kitab Tanwir Al-Qulub ini lebih detail dan lengkap menyajikan argumentasi setiap pendapat. Penulis kitab memulai kajiannya dengan pemetaan, bahwa masalah ini terpecah menjadi dua pendapat. Kemudian, beliau sebutkan dalil pada setiap pendapat dan disertakan penjelasan ulama atas dalil tersebut. Beliau juga menambahkan beberapa jawaban atas sanggahan yang telah beliau duga akan datang dari ulama yang berbeda pendapat.
Untuk mempersingkat, permasalah ini terbagi menjadi dua pendapat. Pertama, sekelompok ulama yang menilai bahwa setiap hadis tentang dosa yang diampuni hanya menghimpun dosa kecil saja, alasannya karena dosa besar diampuni jika melewati proses taubat.
Bahkan Al-Imam Ahmad Zaruq (W. 899 H) dalam kitab Syarah Ar-Risalah mengutip Ibnu ‘Arabi Al-Maliki (W. 543 H) yang mengatakan bahwa dosa besar dapat diampuni hanya dengan taubat sudah menjadi konsensus (‘Ijma’) para ulama.
Pendapat ini juga diikuti oleh Al-Imam Taqiyuddin Ibnu Daqiq Al-‘Ied (W. 702 H) dalam kitab Syarah Al-‘Umdah ketika mengomentari hadis tentang keutamaan berwudhu yang diriwayatkan oleh sahabat ‘Utsman RA bahwa berwudhu dapat menghapus dosa yang telah lampau. Beliau mengomentari, secara tekstual berwudhu dapat menghapus semua dosa tanpa terkecuali, hanya saja para ulama berpendapat bahwa dosa besar hanya dapat terampuni dengan taubat, mereka menjadikan taubat ini sebagai qaid atas hadis yang bersifat global.
Imam Jalaluddin As-Suyuthi (W. 911 H) ketika mengutip pendapat Ibnu Daqiq Al-Ied dalam kitab beliau, Tanwir Al-Hawalik, beliau menambahkan bahwa pendapat ini harus dikaji ulang.
Pendapat kedua, sekelompok ulama lain yang menyatakan bahwa hadis yang berkaitan dengan pengampunan dosa, ada kemungkinan dosa besar juga diampuni sebagaimana dosa kecil.
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani (W. 852 H) dalam kitab Fathul Bari pada permulaan kitab Ad-Da’awat beliau berkata, “Hadis yang paling jelas yang menerangkan keutamaan istighfar adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi melalui jalur Yasar bin Zaid, dari ayahnya (marfu’) berkata:
من قال أستغفر الله الذي لا إله الا هو الحي القيوم و أتوب اليه، غفرت له ذنوبه و ان كان فر من الزحف.
Ibnu Hajar Al-Asqalani mengutip perkataan Abu Nu’aim Al-Ashbihani, “Hadis ini menunjukkan bahwa ada sebagian dosa besar yang dapat diampuni dengan amal shaleh (tanpa taubat), dengan batasan selama dosa tersebut tidak berkaitan dengan hak orang lain, baik itu harta maupun jiwa.”
Al-Imam Abu Al-‘Abbas Al-Qurtubi dalam Syarah Shahih Muslim berkata, “Bisa saja sebagian orang itu diampuni dosa besarnya hanya dengan berbuat amal shalih, dengan ukuran sebesar apa ikhlas dan adabnya ketika ibadah, karena Allah selalu memberikan keutamaannya bagi orang yang dikehendaki.”
Pada akhir kitab, Syekh Abu Al-Abbas Ahmad Baba memberikan pendapatnya, beliau mengatakan bahwa pendapat kedua, yaitu pendapat yang mengatakan bahwa amal shaleh juga dapat menghapus dosa besar, itu lebih kuat dan lebih jelas karena beberapa pertimbangan:
1. Ada kaidah pada ahli sunnah bahwa Allah punya kekuasaan untuk menghapus dosa apa saja bagi siapa saja yang dikehendaki. Oleh karena itu tidak ada penghalang jika amal shaleh dapat menghapus dosa besar, lebih-lebih ada hadis yang menerangkan hal tersebut.
2. Apa yang disebutkan oleh para imam, bahwa teks syariat adalah rujukan utama ketika banyak pendapat yang bertentangan. Tidak diragukan, bahwa hadis yang menjelaskan tentang penghapusan dosa besar sangat banyak. Bahkan banyak ulama yang menulis seputar substansi ini, misalnya ada Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqalani (W. 852 H) yang menulis kitab Al-Khishal Al-Mukaffarah li Al-Dzunub Al-Muqaddamah wa al-Muakhharah, kemudian ada Imam Abdurrahman bin Khalil Al-Qabuni (W. 869 H) yang menulis kitab Bisyarah Al-Mahbub bi Ghufran Al-Dzunub. Ada juga Al-Imam Muhammad Al-Hattab Al-Makki (W. 954 H) yang menulis kitab Tafrij Al-Qulub.
3. Jika diperhatikan, seorang hamba dengan dosanya terbagi menjadi tiga macam. Pertama, hamba yang bersih dari dosa besar maupun kecil, golongan ini tidak kita bahas. Kedua, hamba yang hanya memiliki dosa kecil saja. Jika begitu, maka dosa kecilnya akan terhapuskan sebab ia tidak melakukan dosa besar sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadis. Ketiga, hamba yang memiliki dosa besar dan dosa kecil. Jika dikatakan bahwa dosa besar itu tidak dihapus kecuali dengan taubat, maka pintu harapan akan tertutup bagi orang yang tidak bertaubat atau tidak diberikan taufiq untuk bertaubat. Dan khabar tentang amal yang dapat menghapus dosa seakan sia-sia.
4. Banyaknya riwayat kisah dari orang-orang shaleh yang telah wafat dan kemudian terlihat dalam mimpi sebagian orang, orang shaleh tersebut menyebutkan bahwa mereka diampuni sebab salah satu amal shaleh mereka.
5. Pendapat ulama yang mengatakan bahwa amal shaleh tidak dapat menghapus dosa besar itu akan menjadi masalah pada mazhab yang berpendapat bahwa semua dosa itu dosa besar, tidak ada yang dosa kecil. Imam Ibnu Al-Faras dalam kitab Ahkam Al-Quran menisbatkan pendapat ini kepada mazhab Al-‘Asy’ari. Sebelumnya Ibnu Furak dalam kitab Tafsirnya mencantumkan hal tersebut. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Abu Ishaq Al-Isfiroiyini, Al-Qadhi Abu Bakr, dan Ibnu Al-Qusyairi, dan diikuti oleh Imam Taqiyuddin As-Subki, alasan mereka bahwa semua dosa itu dosa besar karena melihat betapa agungnya Allah yang tidak berhak sama sekali untuk diselisihi aturannya.
Kembali kepada kitab Imam Amir Badisyah, di akhir kitabnya beliau mengatakan, bahwa yang lebih layak bagi Dzat yang Maha pemurah, apalagi yang meminta adalah hambanya yang sangat butuh atas ampunannya, adalah mengampuni segala dosa. Kata beliau,
“Kami tidak akan ragu bahwa Allah akan mengampuni segala dosa, karena Allah tergantung prasangka hambanya.”
Tulisan ini disarikan dari kitab Tanwir Al-Qulub bi Takfir Al-‘Amal Ash-Shalihah li Adz-Dzunub karya Abi Al-‘Abbas Ahmad Baba At-Tunbukti (W. 1036 H) dan kitab karya Muhammad Amin bin Mahmud yang terkenal dengan Amir Badisyah (W. 987 H).
Madinah Buuts Al-Islamiyyah, Kairo
Oleh: Fahrizal Fadil
Editor: Daniel Simatupang