Asy’ariyah di Balik Politik Damai Nusantara (bagian 1)

Laduni.ID, Jakarta – Menjadi oposisi terhadap pemerintahan Jokowi periode kedua dianggap sebagai jalan yang elegan dan bermartabat pasca kekalahan memalukan dan memilukan bagi pendukung capres 02. Sedangkan kelompok radikal (HTI, ISIS, JI) menawarkan oposisi ideologis yakni oposisi terhadap NKRI bukan hanya kepada Jokowi.

Bagi HTI, ISIS dan JI sikap oposisi terhadap Jokowi masih nanggung, belum kaffah. Namun teologi Asy’ariyah yang dianut oleh mayoritas umat Islam di Nusantara tidak mendukung hal tersebut.

Dari sekian banyak sebaran umat Islam, muslim di Nusantara termasuk daerah pinggir sebelah timur jika di lihat dari Arab sebagai pusat agama Islam. Melingkupi tiga negara muslim yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam.

Selain itu ada komunitas umat Islam di negara Filipina, Singapura dan Thailand. Jika muslim Arab disatukan dengan kearabannya (agama, suku, bahasa dan sejarah).

Faktor kearaban ternyata belum bisa mengatasi sifat ashabiyah (fanatik) kesukuan mereka. Kawasan Arab sudah dikenal sebagai daerah konflik dan medan perang sejak zaman dahulu sampai sekarang.

Lain halnya dengan muslim di Nusantara. Secara kesukuan umat Islam yang mendiami bagian tenggara Asia ini lebih banyak suku bangsanya. Yang terbesar adalah suku Jawa dan Melayu. Di samping itu ada juga suku Aceh, Batak, Banjar, Bugis, Maluku, Rohingya, Sulu, Madura, dll.

Karena suku Jawa suku terbesar maka di Haramain sebelum abad 20, pelajar-pelajar dari Nusantara disebut al-Jawi oleh guru-guru mereka. Keragaman suku bangsa otomatis menyebabkan keragaman bahasa dan budaya.

Akan tetapi keragaman suku, bahasa dan budaya muslim di Nusantara tidak membawa bencana sosial politik sebagaimana saudara mereka di Arab. Nusantara relatif aman dari konflik kesukuan. Kaum muslim di Nusantara lebih mengedepankan keharmonian kehidupan bermasyarakat dan stabilitas politik dibandingkan ashabiyah (fanatisme) kesukuan.

Ditilik dari paham keagamaannya, muslim di Asia Tenggara sampai abad ke-19 relatif homogen. Sebelum pengaruh pemahaman pembaharuan Jamaluddin al-Afghani, Muhammad Abduh danRasyid Ridha serta paham Wahabiyah yang dicetuskan oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab masuk ke Nusantara. Peradaban dan keilmuan Islam telah matang pada abad 11 dan 12.

Ilmu aqidah (kalam), syariah (fiqih) dan akhlak (tasawuf) terintegrasi dalam praktik tarekat. Momentum kematangan peradaban dan ilmu Islam terpusat di kota Baghdad sebagai ibukota Daulah Abbasiyah. Tidak lama setelah itu terjadi penyerangan oleh tentara Mongol terhadap Baghdad. Di sana berkumpul ribuan ulama dan ahli sufi.

Pasukan Daulah Abbasiyah tidak mampu menahan serangan tentara Mongol yang membuat kota Baghdad hancur berantakan. Untuk menjaga kelangsungan dakwah Islam, para ulama sufi berpencar ke seluruh dunia. Termasuk ke Nusantara.

Ulama da’i yang berdakwah ke Nusantara umumnya golongan sunni yang bermadzhab Asy’ariyah dalam aqidah, Syafi’iyah di bidang syari’ah (fiqih) serta menganut tarekat tertentu. Paham Asy’ariyah, Syafi’iyah dan tasawuf (tarekat) juga yang mereka ajarkan kepada penduduk Nusantara dari awal. Tidak heran, paham-paham ini kemudian dianut mayoritas umat Islam Nusantara sampai sekarang.

Corak paham Asy’ariyah, Syafi’iyah dan tasawuf adalah moderat, toleran dan terbuka. Kemudian menjadi nilai, norma dan budaya nusantara. Dalam hal politik, tercermin dari suasana Nusantara yang damai. Aksi kekerasan yang bermotif politik jarang terjadi.

Memang ada beberapa perang, itu antara kesultanan Islam dengan kerajaan Hindu dan penjajah Eropa. Peperangan sesama muslim sedikit sehingga tidak mempengaruhi wajah Islam damai Nusantara secara keseluruhan.

Siapakah sosok di balik wajah Islam damai Nusantara? Salah satunya adalah Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari peletak dasar-dasar teologi Asy’ariyah. Sejatinya Asy’ariyah adalah Ahlu Sunnah wal Jama’ah karena di internal sunni sebelum lahirnya ajaran Wahabiyah, hanya ada 3 aliran teologi yaitu: Khawarij, Ahlu Sunnah dan Mu’tazilah. Ahlu Sunnah di sini maksudnya Asy’ariyah.

Oleh: Ayik Heriansyah


Editor: Daniel Simatupang

https://www.laduni.id/post/read/72982/asyariyah-di-balik-politik-damai-nusantara-bagian-1.html