Laduni.ID, Jakarta – Sedekah diambil dari kata bahasa Arab yaitu “shadaqah”, berasal dari kata sidq (sidiq) yang berarti “kebenaran”. Sedekah bisa dilakukan oleh siapapun termasuk orang yang tak berpunya sekalipun, seperti membantu orang lain, menyingkirkan duri di jalan, berbicara dengan sopan santun dan lain sebagai sebagainya.
Dalam menunaikan sedekah baiknya dilakukan dengan secara sembunyi-sembunyi karena lebih utama. Namun Allah SWT tak pernah melarang hamba-Nya yang bersedekah secara terang-terangan, hal ini dinyatakan Allah dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, di antaranya adalah :
إِنْ تُبْدُوا الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِنْ تُخْفُوْهَا وَتُؤْتُوْهَا الْفُقَرَآءِ فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنْكُمْ مِّنْ سَيِّئَاتِكُمْ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. 2 Al Baqarah 271)
Syaikh Ibnu Katsir menegaskan dalam kitabnya :
فيه دلالة على أن إسرار الصدقة أفضل من إظهارها؛ لأنه أبعد عن الرياء، إلا أن يترتب على الإظهار مصلحة راجحة، من اقتداء الناس به، فيكون أفضل من هذه الحيثية
Di dalam ayat ini terkandung makna yang menunjukkan bahwa menyembunyikan sedekah (melakukan dengan cara sembunyi-sembunyi) lebih utama dari pada menampakkannya, karena hal itu lebih jauh dari riya’ (pamer). Terkecuali jika keadaan menuntut seseorang untuk menampakkan sedekahnya karena ada maslahat yang lebih penting, misalnya agar tindakannya diikuti oleh orang lain, bila dipandang dari sudut ini, cara demikian itu lebih utama. (Kitab Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, Juz I, halaman 701)
اَلَّذِيْنَ يُنْفِقُوْنَ أَمْوَالَهُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُوْنَ
Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Q.S. 2 Al Baqarah 274)
وَالَّذِيْنَ صَبَرُوا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلاَةَ وَأَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلاَنِيَةً وَيَدْرَؤُوْنَ بِالْحَسَنَةِ السَّيِّئَةَ أُولَئِكَ لَهُمْ عُقْبَى الدَّارِ
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridaan Tuhannya, mendirikan shalat, dan menafkahkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka, secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan; orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), (Q.S. 13 Ar Ra’d 22)
Jadi apabila seorang muslim menginginkan agar amal baiknya tersebut diikuti dan dicontoh orang lain, maka ia boleh menampakkan amal tersebut dengan syarat ia sungguh-sungguh menundukkan jiwanya, karena syetan pasti akan berusaha memasukkan riya’ ke dalam hatinya.
Referensi: Kitab Tafsirul Qur’anil ‘Azhim, Juz I, halaman 701
https://www.laduni.id/post/read/80753/bagaimana-hukum-sedekah-yang-ditampakkan.html