Oleh A. Rusdiana, Guru Besar Manajemen Pendidikan Islam UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Literasi menjadi sarana mahasiswa dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di Perguruan Tinggi, seiring dengan Deklarasi UNESCO bahwa literasi informasi terkait dengan kemampuan untuk mengidentifikasi, menentukan, menemukan, mengevaluasi, menciptakan secara efektif dan terorganisasi, menggunakan dan mengomunikasikan informasi untuk mengatasi berbagai persoalan.
Kemampuan-kemampuan itu perlu dimiliki tiap individu mahasiswa sebagai syarat untuk berpartisipasi dalam masyarakat, menjadi bagian dari hak dasar manusia menyangkut pembelajaran sepanjang hayat.
Literasi kampus adalah kemampuan mengakses, memahami, dan menggunakan sesuatu secara cerdas melalui berbagai aktivitas, antara lain membaca, melihat, menyimak, menulis, dan/atau berbicara. Gerakan literasi kampus merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan masyarakat kampus, akademisi, penerbit, media massa, masyarakat (tokoh masyarakat yang dapat merepresentasikan keteladanan, dunia usaha, dll) (Ma’ruf, 2019).
Adapun tujuan gerakan literasi kampus di antaranya yaitu untuk menumbuhkembangkan budi pekerti peserta didik melalui pembudayaan ekosistem literasi kampus yang diwujudkan dalam Gerakan Literasi Kampus agar mereka menjadi pembelajar sepanjang hayat.
Secara khusus, gerakan literasi kampus bertujuan untuk menumbuhkembangkan budaya literasi di kampus yang dapat meningkatkan kapasitas warga dan lingkungan sekolah agar literat dan menjadikan kampus sebagai taman belajar yang menyenangkan dan ramah, agar masyarakat kampus mampu mengelola pengetahuan.
Menurut Beers, dkk. (2009) dalam bukunya A Principal’s Guide to Literacy Instruction, agar kampus mampu menjadi garis depan dalam pengembangan budaya literasi perlu beberapa strategi untuk menciptakan budaya literasi yang positif di kampus di antaranya: “(1) mengkondisikan lingkungan fisik ramah literasi, (2) mengupayakan lingkungan sosial dan afektif sebagai model komunikasi dan interaksi yang literat dan (3) mengupayakan sekolah sebagai lingkungan akademik yang literat”.
Untuk lebih jelasnya, perhatikan ada beberapa parameter yang dapat digunakan kampus guna membangun budaya literasi kampus yang baik di antaranya:
Pertama: Lingkungan Fisik
Karya Mahasiswa dipajang di sepanjang lingkungan kampus, termasuk koridor dan kantor, karya mahasiswa dirotasi secara berkala untuk memberi kesempatan yang seimbang kepada semua mahasiswa, buku dan materi bacaan lain tersedia di pojok-pojok baca di semua ruang kelas dan yang paling penting adalah Rektor dan Jajarannya bersedia berdialog bersama masyarakat kampus.
Kedua: Lingkungan Sosial dan Afektif
Pimpinan PT (Rektor Universitas & Institut; Ketua Sek Tinggi; Dekan Fakutas dan jajarannya); terlibat aktif dalam pengembangan literasi, terdapat budaya kolaborasi antara Dosen dan mahasiswa dengan mengakui kepakaran masing-masing dan merayakan hari-hari besar dan nasional dengan nuansa literasi, misalnya merayakan Hari Kartini dengan membaca surat-suratnya.
Ketiga: Lingkungan Akademik
Terdapat TLK (Tim Literasi Kampus) yang bertugas melakukan asesmen dan perencanaan. Bila diperlukan, ada pendampingan dari pihak eksternal, harus menyediakan waktu khusus dan cukup banyak untuk pembelajaran dan pembiasaan literasi; membaca dalam hati (sustained silent reading), membacakan buku dengan nyaring (reading aloud), membaca bersama (shared reading), membaca terpandu (guided reading), diskusi buku, bedah buku, presentasi (show–and–tell presentation) dan yang paling penting adalah waktu kegiatan literasi di jaga agar tidak dikorbankan untuk kepentingan lain.
Dengan beberapa strategi diatas, maka gerakan literasi kampus akan berjalan dengan normal dan dapat menciptakan budaya literasi yang positif di kampus.
Di samping itu perlu adanya tahapan-tahapan dalam melaksanakan gerakan literasi kampus.
Yang perlu kita ketahui bersama pelaksanaan gerakan literasi kampus memiliki tiga tahap, yaitu pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran.
Pertama: Pembiasaan
Penumbuhan minat baca melalui kegiatan 15 menit membaca (Permendikbud No. 23 Tahun 2015), dengan tujuan meningkatkan rasa cinta baca di luar jam pelajaran, meningkatkan kemampuan memahami bacaan, meningkatkan rasa percaya diri sebagai pembaca yang baik dan menumbuhkembangkan penggunaan berbagai sumber bacaan.
Kedua: Pengembangan
Sebagai tindak lanjut dari kegiatan di tahap pembiasaan, kegiatan 15 menit membaca di tahap pengembangan diperkuat oleh berbagai kegiatan tindak lanjut yang bertujuan untuk; membangun interaksi antar mahasiswa dan antara mahasiswa dengan dosen tentang buku yang dibaca, mengasah kemampuan mahasiswa untuk berpikir kritis, analitis, kreatif, dan inovatif dan mendorong mahasiswa untuk selalu mencari keterkaitan antara buku yang dibaca dengan diri sendiri dan lingkungan sekitarnya.
Ketiga: Pembelajaran
Meningkatkan kemampuan literasi di semua mata pelajaran: menggunakan buku pengayaan dan strategi membaca di semua mata pelajaran bertujuan agar Mahasiswa mampu mengembangkan kemampuan memahami teks dan mengaitkannya dengan pengalaman pribadi sehingga terbentuk pribadi pembelajar sepanjang hayat, mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan mengelola kemampuan komunikasi secara kreatif (verbal, tulisan, visual, digital) melalui kegiatan menanggapi teks buku bacaan dan buku pelajaran. Walahu A’lam Bishowab