Laduni.ID, Jakarta – Selasa, (31/7/2021) kemarin belasan tuna netra di Surabaya berhasil melakukan khataman Al-Quran braile dengan bimbingan Kawan Netra, sebuah unit kegiatan di bawah naungan Yayasan Urunan Kebaikan.
Dilansir dari Mata Hati, Gusti Mohammad Hamdan Firmanta, ST., M.Sn, penanggung jawab Kawan Netra mengungkapkan bahwa program tersebut berasal dari teman-teman tunanetra sendiri. Kawan Netra hanya bertugas sebagai pendamping dari kegiatan teman-teman tuna netra, sehingga program yang ada sesuai dengan harapan dari teman-teman tuna netra.
Gusti menjelaskan bahwa khataman dan doa bersam tersebut seharusnya dilaksanakan pada ahir tahun 2020. Meskipun begitu, dengan tetap berjalannya program tersebut diharapkan mampu menginspirasi masyarakat khususnya disabilitas untuk tetap berkegiatan walau dengan keterbatasan yang ada.
Khataman Al-Quran braile ini dilakukan sedemikian rupa, menggunkana konsep yang nyaman untuk teman-teman tuna netra. Metode yang dilakukan oleh Kawan Netra untuk membimbing teman-teman tuna netra adalah dengan 15 juz dibaca tuna netra, 15 juz sisanya dibaca Kawan Netra. Satu meja berisi juz ganjil dan genap (meja 1 berisi juz 1 dan 2, meja 2 berisi juz 3 dan 4, dst). Tugas relawan mendampingi para tuna netra untuk keperluannya seperti ambil wudhu, ke kamar mandi, serta menyiapkan sandal mereka.
“Kami sangat bersyukur khataman Al Qur’an ini disebabkan banyak dukungan dari penyandang disabilitas dari daerah lain yang datang memberikan support kepada peserta khataman, bahkan salah satunya dari ustadz Marzuki Imron ‘Naruto’ yang juga hadir sebagai pemberi tausyiyah dalam doa bersama,” kata Gusti kepada Mata Hati, Sabtu (31/7/2021).
Perlu diketahui, Yayasan Urunan Kebaikan juga memiliki program kerja untuk memberantas buta huruf hijaiyah bagi tuna netra dengan mendampingi mereka mengaji Al-Quran braile. Ini sejalan dengan program teman-teman tuna netra yang berharap bisa membaca Al-Quran briale dengan lancar.
Data Kawan Netra menyebutkan bahwa, hamper 90 persen tuna netra di Indonesia tidak bisa membaca Al-Quran braile. Salah satu penyebabnya adalah karena sebagian besar dari mereka tidak buta sejak lahir, sehingga mereka belum sempat mengenyam pendidikan di sekolah luar biasa (SLB). Akibatnya mereka tidak membaca huruf braile bahkan Al-Qran braile.
Menariknya yang menjadi santri dalam program tersebut memiliki usia yang berbeda, paling muda berusia taman kanak-kanak (5-6 tahun) hingga paling tua berusia 60 tahun. Sebagian dari mereka telah hafidz beberapa juz, mereka hanya mendengarkan lalu dihafal, sehingga mereka belum bisa membaca Al-Quran braile.
Editor: Daniel Simatupang
https://www.laduni.id/post/read/72780/belasan-tuna-netra-surabaya-khataman-al-quran-braile.html