Pernikahan dimaksudkan supaya seseorang tidak terjerumus dalam zina. Islam melarang umatnya melepaskan naluri seksual secara bebas tidak terkendali, karena itulah Islam mengharamkan perbuatan zina, segala hal yang mengantarkannya dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya. Pernikahan adalah salah satu perintah agama. Allah berfirman dalam Surat An-Nisa’ Ayat 3:
فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ. . .الاية
Artinya: “Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat….”
Dan firman Allah yang lain pada surat An-nur ayat 23 berikut:
وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَىٰ مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ. . . الاية
Artinya: ”Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.”
Nabi muhammad Saw dalam beberapa riwayat juga memotivasi umatnya untuk menikah dan membina rumah tangga. Nabi bersabda:
تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، فَإِنِّي مُكَاثِرٌ بِكُمُ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Nikahilah wanita yang penyayang dan subur (banyak anaknya), karena aku berbangga dengan banyaknya ummatku nanti dihari kiamat.” (As-Sunan Al-Kubro Lil-Baihaqi)
Dalam riwayat lain beliau juga bersabda:
من احب فطرتي فليستن بسنتي وإنّ من سنتي النكاح
Artinya: “Barang siapa yang suka kepada syari’atku, maka hendaklah mengikuti sunnahku (perjalananku) dan termasuk sunnahku adalah nikah.”
Pernikahan dalam islam hadir sebenarnya sebagai kritik terhadap perkawinan dalam tradisi jahiliyah yang cenderung manipulatif dan eksploitatif. Sebagaimana ditulis Wahbah al-Zuhaili, dulu di masa jahiliyah dikenal tiga model pernikahan yang cenderung merugikan kaum perempuan.
Pertama, nikah al-Rahti, yaitu seorang perempuan digauli oleh beberapa orang laki-laki, setelah hamil dan melahirkan, perempuan tersebut bebas memilih yang mana saja sebagai ayah dari anak itu. Kedua, nikah al-Istibdha’, yaitu pernikahan untuk memperbaiki keturunan, misalnya seorang suami menyuruh istrinya berhubungan badan dengan orang lain yang memiliki kelas sosial yang tinggi dan suami tersebut tidak menggauli istrinya sampai ia melahirkan. Ketiga, nikah al-Syighar, yaitu pernikahan yang diawali kesepakatan antara dua orang ayah atau bapak yang sama-sama memiliki anak perempuan agar anaknya dibarter untuk dijadikan istri masing-masing mereka. Maharnya adalah kemaluan dari anak masing-masing.
Bentuk perkawinan di atas adalah perkawinan yang coba dihancurkan oleh islam. Hal ini karena pernikahan tersebut tidak sesuai dengan tujuan dari perkawinan itu sendiri. Sebagaimana dalam firman Allah surat Ar-rum ayat 31:
وَمِنْ اٰيٰتِهٖٓ اَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِّنْ اَنْفُسِكُمْ اَزْوَاجًا لِّتَسْكُنُوْٓا اِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَّوَدَّةً وَّرَحْمَةً ۗاِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
Artinya: ”Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir.”
Demikian penjelasan mengenai bentuk-bentuk pernikahan di zaman jahiliyah. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
https://alif.id/read/zab/bentuk-bentuk-pernikahan-di-zaman-jahiliyah-b243977p/