Laduni.ID, Jakarta – Sebagian orang ada yang berkata; “Saya ingin pergi ke hutan, menyepi, berteman dengan hewan dan tumbuhan biar terbebas dari masalah hidup.” “Ingin rasanya mati saja, biar bebas dari masalah.”
Ilustrasi di atas setidaknya menggambarkan ada pemahaman orang yang terpaksa meyakini bahwa dengan pergi jauh, maka masalah akan selesai, atau masalah bisa diselesaikan dengan kematian. Apakah benar demikian?
Sering kali kita mendengar atau bahkan kita sendiri pernah mengeluhkan tentang berbagai bentuk persoalan hidup, seperti banyaknya hutang yang harus dibayar, berbagai tagihan, tunggakan uang sekolah anak, anak sakit, dan sebagainya. Bahkan tidak jarang ada yang kemudian menyerah dan memilih untuk mengakhiri hidupnya. Lalu timbullah satu pertanyaan lagi; “Apakah kita bisa menghindari sebuah masalah?”. Sebagian orang memilih untuk pergi jauh dari sumber masalahnya, entah menyepi ke gunung, ke tengah hutan atau pergi ke desa demi menghindari masalah, hingga bunuh diri yang dianggapnya akan menyelesaikan masalah. Na’udzu billah min dzalik.
Pada hakikatnya, manusia tidak akan bisa menghindari sebuah masalah. Masalah itu tercipta bersamaan dengan lahirnya seorang manusia, hingga masuk liang lahat kelak. Betapa tidak, seorang bayi yang baru lahir saja sudah memiliki masalah. Dia tidak bisa merawat dirinya sendiri, tidak bisa makan dan minum sendiri, tidak bisa mandi sendiri, tidak bisa berpakaian sendiri. Ketika bayi ini belajar tengkurap, kembali dirinya mengalami masalah. Dia tidak bisa tengkurap dan kemudian membalikkan kembali badannya tanpa bantuan orang lain. Jika sudah tiba saatnya belajar berdiri, bayi ini kembali menjumpai masalah.
Dia tidak bisa berdiri tegak sendiri tanpa berpegangan, kemudian harus belajar berjalan selangkah jatuh, selangkah jatuh, hingga akhirnya bisa berjalan dan berlari. Seiring perkembangannya, kemudian anak ini akan masuk sekolah. Katakanlah masuk di TK. Di tempat barunya si anak pun akan menjumpai masalah. Dia harus belajar beradaptasi dengan anak-anak baru, dengan guru yang baru dikenalnya dan dengan lingkungan barunya. Anak kita akan menghadapi masalah belajar membaca, menulis, mengenal angka dan sebagainya. Semakin besar seorang anak, akan semakin kompleks juga permasalahannya. Seorang remaja tentunya memiliki masalah yang jauh lebih luas dibandingkan pada masa sebelumnya. Selain masalah adaptasi di sekolah, remaja juga berpotensi memiliki masalah dengan lawan jenis.
Munculnya rasa cinta yang pertama membuat remaja membuka kesempatan untuk mempunyai masalah baru. Pun demikian ketika muncul masalah dalam pergaulannya, dan sebagainya. Ketika beranjak semakin besar, masuk ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, mereka akan terus bertemu dengan masalah. Hingga kelak seseorang menikah. Permasalahannya akan jauh lebih besar. Permasalahan dengan pasangan, dengan mertua, kemudian masalah baru ketika seorang istri hamil dan lalu melahirkan.
Suami istri ini kemudian memiliki masalah dalam hal pengasuhan anak. Apalagi jika kemudian anak dalam keluarga tersebut bertambah, masalah pun bertambah. Sampai saatnya nanti seseorang menjadi lansia. Masalah akan terus ada. Bahkan hingga seseorang meninggal dan masuk ke alam barzakh. Apakah masalah akan selesai? Ternyata tidak. Kita harus berhadapan dengan Malaikat Munkar dan Nakir kelak. Hingga seterusnya sampai di Hari Perhitungan kelak.
Sampai di sini jelas, bahwa sejatinya kita tidak bisa lepas dari masalah. Kita tidak bisa menghindari sebuah masalah. Oleh karena itu, apa yang harus kita lakukan? Satu kunci ketika kita menghadapi masalah adalah bukan melarikan diri, tidak menghindar, dan tidak menyingkir, tapi kita harus “berdamai” dengan masalah.
Pemahaman yang jernih terhadap eksistensi suatu masalah akan membuat kita bisa dengan tepat menyikapinya. Sebuah masalah bukan untuk dihindari, bukan pula untuk diingkari. Suatu masalah haruslah dihadapi dengan penuh kesadaran.
Lihatlah pelangi yang begitu indah di angkasa. Pelangi akan muncul setelah ada hujan yang terkena sinar matahari. Air hujan adalah ibarat suatu masalah. Matahari, ibarat optimisme, keyakinan, harapan dan kesabaran. Suatu masalah yang dihadapi dengan penuh optimis, penuh yakin, penuh harap dan penuh rasa sabar, maka akan menghasilkan penyelesaian yang indah laksana pelangi. Bukankah di setiap kesulitan (masalah) selalu ada kemudahan (penyelesaian)? Bukankah masalah itu diciptakan bersama jalan keluarnya? Bukankah bahwa tiap masalah yang menimpa kita, kadarnya sesuai dengan kemampuan kita?
Allah SWT berfirman:
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۙ اِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
“Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.” (QS. Asy-Syarh: 5-6)
Satu hal yang perlu diingat dan disadari adalah, semakin besar optimisme kita, semakin besar keyakinan, harapan dan kesabaran kita, maka akan semakin besar pula godaan yang mencoba membuat kita pesimis, tidak yakin, putus asa dan tidak sabar. Dan di situlah justru pertarungan sebenarnya tiap kali menghadapi masalah. Tetapi dari situ juga kita akan menemukan bahwa alternatif yang paling baik adalah berdamai dengan masalah. Jadikan masalah itu sebagai batu pijakan agar kita terus bertumbuh menjadi pribadi-pribadi tangguh dan bisa berfungsi sepenuhnya. Dan yakinlah selalu bahwa Allah SWT senantiasa membersamai orang-orang yang sabar. []
Catatan: Tulisan ini telah terbit pada tanggal 08 April 2021. Tim Redaksi mengunggah ulang dengan melakukan penyuntingan dan penyelarasan bahasa.
___________
Penulis: Dr. Muhammad Fakhrurrozi
Editor: Hakim
https://www.laduni.id/post/read/71477/berdamai-dengan-masalah.html