Laduni.ID, Jakarta – Alkisah, Jumat Mahing malam Sabtu Pon tanggal 29 September 1829, pasukan Kanjeng Gusti Pangeran Diponegoro sudah amat terdesak. Secara matematis tidak ada teori peperangan mana pun yang akan mampu mengeluarkannya dari keadaan tersebut.
Sementara itu ribuan pasukan Belanda terdengar riuh ramai bersorak gembira, sudah terbayang dibenak mereka akhir dari perang Diponegoro yang menguras hampir seluruh konsentrasi mereka, baik harta, darah dan nyawa.
Lalu di saat tidak ada pilihan lain selain melawan dan mati atau melawan dan tertangkap, Sang Wali Agung Diponegoro melantunkan bait Shalawat Burdah dengan segala kepasrahan yang total:
وِقَايَةُ اللهِ اغْنَت عَنْ مُضَاعَفَةٍ # مِنَ الدروْعِ وَعَنْ عَالٍ مِنَ الْاطُمِ
“Perlindungan Allah jauh lebih berlimpah, dari sekedar baju besi berlapis dan dari benteng yang kokoh nan tinggi”
Ketika itu, spontan Allah menjawab doa dari Shalawat Burdah yang telah dilantunkan itu. Allah mengutus malaikat menyampaikan kabar yang menenangkan hati Pangeran Diponegoro:
“Tidak usah ragu wahai Kekasih Allah, lompatkan kudamu ke dalam rawa yang membentang di depanmu!”
Sang Wali Agung Pangeran Diponegoro menjawab :
“Sami’naa wa Atho’naa” (patuh dan tunduk atas perintah)
Akhirnya, Pangeran Diponegoro membedal kudanya diikuti oleh pasukannya yang percaya dan taat kepada beliau. Semuanya terjun ke dalam rawa-rawa yang dalamnya tidak terukur. Tapi atas izin Allah, bukannya terperosok ataupun tenggelam, justru kuda yang beliau tunggangi, dan juga kuda pasukannya mampu berlari tegap di atas Rawa Bening. Semuanya berhasil melintasi Rawa Bening hingga Tuntang sejauh sekitar 8 kilometer dengan selamat, sementara tentara Belanda yang mengikuti beliau terperosok tenggelam ke dalam rawa yang cukup dalam.