Bijak Beragama di Tengah Pandemi: Jangan Pakai Logical Fallacy

ARRAHMAH.CO.ID  – Sejak PPKM diberlakukan di pekan pertama Juli, semua aktivitas warga diperintahkan untuk berhenti atau dihentikan demi men…

ARRAHMAH.CO.ID –Sejak PPKM diberlakukan di pekan pertama
Juli, semua aktivitas warga diperintahkan untuk berhenti atau dihentikan demi mengurangi lonjakan Covid-19. Jika
sebelumnya ada tagar #WFH “work from home”, kini di PPKM ada tagar #PFH ‘pray
from home”. Semua kegiatan ibadah umat beragam di-lockdown. Gereja, Masjid,
Wihara, Pura, Klenteng, dll ditutup.
 

 Namun ada saja pikiran “jahil”
mempermasalahkan penutupan rumah ibadah, terutama Masjid bagi umat muslim yang
hampir 5 waktu, terutama hari Jumat, terbuka buat melakukan sholat berjamaah.

Lantas ada ustadz kondang berinisial
ustadz AS mempermasalahkan: kenapa Masjid ditutup sementara mall, pasar, dan
pusat perbelanjaan dibuka. Dengan logika awam persoalan ini sebenarnya sudah
terjawab:
Sholat berjamaah di masjid terutama Jumat itu hukumnya wajib bagi umat muslim.
Sementara datang ke mall, pasar, atau tempat perbelanjaan lainnya itu tidak
wajib, itu pilihan bagi siapa yang merasa perlu. Jadi Masjid dan Mall serta
sejenisnya tidak bisa dikomparasikan, dua barang ini tidak
Apple to Apple.

Akan tetapi ada saja, orang “cukup
berilmu”, mungkin ia juga ustadz atau kiai kampung tetapi Ilmunya
cukup memadai untuk memberi argumen dan penjelasan persoalan pelik macam ini.

Berikut ini penjelasan si ustadz dan
pandangan fiqihnya.

 

SOAL : “Mengapa masjid ditutup, tapi
Mall, pasar, dll dibiarkan buka?” “Orang dilarang ke masjid, tetapi orang ke
pasar, mall, dll dibiarkan? Tertular penyakit, masjid yang disalahkan?”

JAWAB:

Maaf pak ustad bukan maksudnya
menyalahkan mesjid. Ini alasannya.

Bermula dari hadits Nabi ﷺ :

لا ضرر ولا ضرار

“Tidak
ada kemudharatan bagi diri sendiri dan tidak ada kemudharatan bagi orang lain.”

Maksudnya: Janganlah melakukan suatu
perbuatan yang dapat mendatangkan mudharat bagi diri sendiri dan orang lain.

Dari hadits itu Imam Jalaluddin As
Suyuthi penghafal lebih dari 100 ribu hadits di dalam kitab
Al Asybah Wan Nadzoir membangun kaidah
Ushul Fiqih:

(1) الضرر ﻻ ﻳﺰاﻝ بالضرر

“Kemudharatan tidak dapat dihilangkan
dengan kemudharatan.” Lihat kitab Al
Asybah Wan Nadzoir
. Halaman 86. Juz 1.

Kesimpulannya: Mencegah kemudharatan
akibat COVID-19 tidak dapat menutup pasar dan mall secara total, hanya dibatasi
kegiatannya. Sebab banyak orang yang menggantungkan hidupnya dengan berdagang.
Jika tidak berdagang maka dia tidak makan, yang demikian adalah mudharat.
Sebagaimana dikatakan di dalam kaidah ushul fiqih bahwa
mudharat tidak boleh dicegah dengan mendatangkan kemudharatan yang baru.

Kaidah selanjutnya :

(2) لضرر يدفع بقدر الامكانا

“Kemudharatan dihindari sebisa
mungkin.”

ﻣﻌﻨﻰ اﻟﻘﺎﻋﺪﺓ: (ﺇﻥ اﻟﻀﺮﺭ ﻳﺪﻓﻊ ﺷﺮﻋﺎ،
ﻓﺈﻥ ﺃﻣﻜﻦ ﺩﻓﻌﻪ ﺑﺪﻭﻥ ﺿﺮﺭ ﺃﺻﻼ ﻭﺇﻻ ﻓﻴﺘﻮﺳﻞ ﻟﺪﻓﻌﻪ ﺑﺎﻟﻘﺪﺭ اﻟﻤﻤﻜﻦ) .

Makna qaidah : Kemudharatan harus
dihindari menurut syariat. Jika yang demikian memungkinkan menghindarinya tanpa
mendatangkan mudharat baru sama sekali. Jika tidak mungkin, maka carilah cara
untuk menghindarinya dengan kadar yang memungkinkan. Lihat Kitab
Al Wajiz. Halaman 256. Juz 1. 

Maksudnya: jika memungkinkan bisa
menghindari maka hindarilah. Jika tadi tidak mungkin menutup total pasar atau
mall karena bisa mendatangkan mudharat baru, maka masih memungkinkan
menghindari mudharat dengan melarang orang shalat di mesjid. Karena 
keutaman shalat berjamaah bisa tercapai dengan cara shalat dirumah bersama
isteri atau anak.

Syaikh Nawawi berkata:

ﻭﺗﺤﺼﻞ ﻓﻀﻴﻠﺔ اﻟﺠﻤﺎﻋﺔ ﺑﺼﻼﺓ اﻟﺸﺨﺺ ﻓﻲ
ﺑﻴﺘﻪ ﺑﺰﻭﺟﺘﻪ ﺃﻭ ﻭﻟﺪه

“Tercapai fadhilah berjama’ah dengan
shalatnya seseorang dirumahnya bersama isterinya atau anaknya.” Lihat Kitab Nihayatuz Zain. Hal. 117. Juz 1. 

Lalu bagaimana dengan shalat Jum’at?

Shalat Jum’at masih memungkinkan
ditiadakan. Dan tidak ada dosa. Sekalipun hukumnya wajib. Karena hukum wajib
bisa berubah jadi haram jika ada dugaan akan mendatangkan mudharat. Hal ini Qiyas
kepada puasa bulan Ramadhan yang jelas hukumnya wajib.

Syaikh Nawawi berkata :

ﻭﺇﻥ ﺗﺤﻘﻖ اﻟﻀﺮﺭ اﻟﻤﺬﻛﻮﺭ ﺃﻭ ﻏﻠﺐ ﻋﻠﻰ
ﻇﻨﻪ ﺣﺮﻡ اﻟﺼﻮﻡ ﻭﻭﺟﺐ اﻟﻔﻄﺮ

“Jika jelas ada kemudharatan yang
sudah dituturkan atau ADA DUGAAN bisa mendatangkan mudharat, maka diharamkan
berpuasa dan wajib berbuka.” Kitab Nihayatuz
Zain
. Hal. 189. Juz 1.

Mudah mudahan bermanfaat.

Ust. Abdurrachman Asy Syafi’iy

https://www.arrahmah.co.id/2021/07/bijak-beragama-di-tengah-pandemi-jangan.html