Direktur Amnesty International dan aktivis Usman Hamid menilai, isu kepemimpinan perempuan dalam politik Islam belakangan menurun. Bahkan, kata dia, jika ditinjau dalam aspek sejarah dan teologis, justru ada kecenderungan lebih sempit.
Hal itu diutarakan Usman Hamid dalam diskusi buku Fikih Kepemimpinan Politik Perempuan: Sejarah, Hukum, dan Tantangan Masa Depan Partisipasi Politik Perempuan (RK, 2024). Menurut Usman, buku tersebut berhasil menyajikan tinjauan historis dan teologis atas peran dan kepemimpinan perempuan di dalam politik.
Tak hanya itu, lanjut Board dari RumahKitaBersama (RumahKitaB) itu, buku ini membuka fakta bahwa banyak sekali keterlibatan perempuan dalam politik dan ranah publik.
“Bahkan, saya sampai berpikir jangan-jangan kondisi hari ini lebih mundur dibandingkan dengan masa lalu. Bahkan kalau dilihat dari tinjauan teologisnya, banyaknya dalil-dalil yang menjelaskan kepemimpinan perempuan di dalam kitab suci dalam sejarah Islam,” ungkap Usman Hamid di Outlier Cafe, Ciputat Tangerang Selatan, pada Jumat (25/10/2024).
Dengan menyadari banyaknya dalil-dalil yang menyebutkan peran dan kepemimpinan perempuan, lanjutnya, dalam islam ditegaskan kalau sistem patriarki tidak diajarkan dalam Islam.
“Sebab landasan-landasan historis dan teologis inilah kita jadi tahu bahwa sistem patriarki atau konstruksi struktur kekuasaan yang berpusat pada laki-laki sebenarnya bukan bersumber pertama kali dalam ajaran Islam” tegasnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dzuriyatun Toyibah yang menyebut, angka itu terlalu kecil mengingat struktur kabinet sekarang yang justru lebih gemuk.
Kata Prof Ibah, sapaannya, bahwa keterwakilan perempuan di panggung politik masih jauh dari harapan. Pasalnya, meskipun kuota minimal disediakan 30 persen tetapi belum merambah ke semua lini.
“Tapi faktanya keterwakilan perempuan di berbagai lini tidak lebih dari 15 persen. Ayo pressure publik penting, apalagi ada stigma jika perempuan mash politik itu penerimaan saja,” tandasnya.
Hal senada juga diungkap oleh Erni Agustini selaku Direktur Rumah Kitab menyampaikan dalam konteks perpolitikan di Indonesia diperlukan peran serta yang aktif oleh banyak pihak termasuk perempuan.
Menurutnya, perempuan memiliki peran yang setara dengan laki-laki, apalagi dalam Islam juga didorong seperti itu, tapi kini justru menurun.
“Perempuan memiliki banyak peran dan potensi yang tidak kalah dengan laki-laki. Baik itu ia terlibat di berbagai aspek di politik, kemampuannya membentuk narasi sosial untuk perubahan maupun menciptakan ruang kesetaraan dan keadilan,” ungkap Erni.
Erni melihat, pemerintahan hari ini sudah memberikan ruang yang cukup luas untuk keterlibatan perempuan dalam ranah kepemimpinan politik perempuan. Ini tentu, lanjutnya, suatu kabar yang baik. Ia berharap perempuan bisa memberi peran yang lebih bermakna.
“Kita berharap partisipasi perempuan ini bukan sekadar jumlah, tapi partisipasi yang bermakna sehingga perempuan di sini mampu untuk mendorong perubahan baik itu dari sistem, kebijakan yang berpihak kepada perempuan, kelompok marjinal dan juga disabilitas,” imbuhnya.
Adapun acara ini digelar oleh kerjasama RumahKitaB dengan Islami.co.
Savic Ali, Founder Islami.co mengaku turut senang hati atas terlaksananya kegiatan diskusi buku Outlier Cafe tersebut.
Menurutnya, Outlier Cafe ini bukan saja tempat nongkrong melainkan juga ruang-ruang diskusi dan berkumpul bagi penggiat-penggiat studi keIslaman.
“Harapannya memang bisa membentuk komunitas epistemik, dan bisa menjadi tempat berkumpul untuk teman-teman yang meminati studi Islam dan mendiskusikan berbagai hal yang dianggap relevan dengan perkembangan umat Islam Indonesia,” tutupnya