Biogafi KH. Imam Muhadi, Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah Nganjuk

Daftar Isi

1.    Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1  Lahir
1.2  Wafat
1.3  Riwayat Keluarga

2.    Sanad Ilmu dan Pendidikan Beliau
2.1  Mengembara Menuntut Ilmu
2.2  Guru-Guru Beliau
2.3  Mendirikan Pondok Pesantren

3.    Penerus Beliau
3.1  Anak-anak Beliau

4.    Perjalanan Hidup dan Dakwah
4.1  Karier Beliau

5.    Referensi

1.  Riwayat Hidup dan Keluarga 

1.1 Lahir
Syaikh Imam Muhadi merupakan sosok kyai yang kharismatik, beliau lahir di Bagbogo pada hari Sabtu Wage, 12 Februari 1922 M, orang tuanya Bapak Ismain dan ibu Askinah. Beliau merupakan putra kelima dari kesembilan bersaudara.

1.2 Wafat
Beliau wafat pada tanggal 28 Mei 2002 M.

1.3 Riwayat Keluarga
Beliau pada usia 28 tahun, menyempurnakan ibadahnya dengan menjalankan sunnah Rasul yaitu menikah bertepatan pada tahun 1950 M dengan seorang wanita dusun Krempyang yang bernama Siti Masfufah salah satu putri dari pasangan Bapak Munandar dan Ibu Maryam.

2. Sanad Ilmu dan Pendidikan

2.2 Guru-Guru Beliau

  1. KH. Muhammad Ghazali Manan
  2. KH. Romli Tamim
  3. KH. Muslih Abdulrahman

2.3 Mendirikan Pondok Pesantren
Kemudian setelah pernikahan terlaksana beliau menjalani bahtera rumah tangga di kediaman mertuanya di dusun Krempyang. Sedangkan untuk proses mengajar murid-muridnya, beliau lakukan dengan pulang pergi dari Krempyang ke Bagbogo, cara ini beliau jalani selama sekitar 3 tahun, setelah itu mungkin beliau merasa cara itu kurang efesien.

Dan akhirnya beliau memutuskan untuk memboyong anak istrinya untuk tinggal di Bagbogo guna mempermudah dalam proses pengajaran ilmu agama yang telah dirintisnya sejak awal, dengan pengajaran yang terus berkembang dan murid semakin banyak akhirnya rumah beliau menjadi sebuah pondok besar di desa Bagbogo, yang diberi nama Pondok Pesantren Manbaul „Adhim.

3. Penerus Beliau

3.1 Anak Beliau
KH. Ali Barqul Abid

4. Perjalanan Hidup dan Dakwah

Berkembangnya waktu Pondok Pesantren menjadi pusat penyebaran Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah an Nadliyah di Jawa Timur bagian Barat yang melingkupi kabupaten Nganjuk, Madiun, Ponorogo, Magetan, Ngawi, Pacitan, dan Bojonegoro. Banyak santri yang berasal dari luar Nganjuk, bahkan luar pulau seperti Kalimantan dan Sumatera.

Dari santri-santri ini penyebaranTarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah an Nadliyah begitu pesat, alumni pesantren Manbaul Adhim mengembangkan ajaran tarekat ke daerah sekitarnya. Sehingga banyak jamaah yang tidak mondok namun menjadi santri dan tersebar di Jawa Timur bagian barat (barat sungai Brantas).

KeMursyidan Romo Kyai Imam Muhadi dari Kyai Mustain Romli, naik ke Kyai Romli Tamim, naik ke Kyai Kholil Bangkalan, naik ke Kyai Hasballah, naik ke Kyai Kotib Sambas, sampai silsilah Nabi Muhammad SAW.

Karena di tahun politik tahun 80-an, waktu itu pesantren atau kaum Nadliyin condong ke partai Islam sedangkan waktu itu Kyai Mustain Romli masuk Golkar, maka Kyai Mustain Romli memerintahkan Kyai Imam Muhadi mendatangi Kyai Muslih di Mranggen untuk menyambung jalur silsilah.

Silsilah kemursyidan bertambah, Kyai Imam Muhadi naik ke Kyai Ahmad Montohar, naik ke Kyai Muslih Abdulrahman, naik ke Kyai Ibrahim Muslih, naik ke Kyai Abdul Karim Banten, dan bertemu lagi di Kyai Kotib Sambas.

4.1 Karier Beliau

Karier Profesional

  1. Pengasuh pesantren Manbaul „Adhim
  2. Mursyid Tarekat Qadiriyah wa Naqshabandiyah an Nadliyah

5. Referensi

 “Tarekat Qadiriyah wa Naqsabandiyah da pengaruhnya atas pondok pesantren Manbaul ‘Adhim Bagboyo Nganjuk”
   oleh: Muhammad Cholil

https://www.laduni.id/post/read/517821/biogafi-kh-imam-muhadi-mursyid-tarekat-qadiriyah-wa-naqshabandiyah-nganjuk.html