Daftar Isi Biografi Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
1.2 Riwayat Keluarga
1.3 Nasab
1.4 Wafat
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
2.1 Guru-guru
3. Penerus Beliau
3.1 Murid-murid Beliau
4. Perjalanan Hidup dan Dakwah
5. Referensi
1. Riwayat Hidup dan Keluarga
1.1 Lahir
Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf adalah putra kedua dari pasangan Habib Abdurrahman bin Ahmad Assegaf (Sayyidil Walid) dan Hj. Barkah binti Ahmad Fusyani. Lahir pada Ahad, 22 April 1945 bertepatan dengan 10 Jumadil Awwal 1364 Hijriah di Bukit Duri, Jakarta.
1.2 Riwayat Keluarga
Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf menikah dengan Syarifah Tuffahah binti Abdullah Al-Haddad, dari pernikahan tersebut beliau dikaruniai tujuh orang anak, yaitu:
- Syarifah Zahro
- Habib Ahmad pimpinan Majlis An-Nurul Kasysyaf
- Habib Muhammad
- Syarifah Zainab
- Habib Alwi
- Syarifah Aisyah
- Habib Toha
1.3 Nasab
Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf masih keturunan dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW. Dengan urutan silsilah sebagai berikut :
- Nabi Muhammad Rasulullah SAW
- Sayyidah Fatimah Az-Zahra Istri Sayyidina Ali bin Abi Thalib
- Al- Imam Husein
- Al-Imam Ali Zainal Abidin
- Al-Imam Muhammad Al-Baqir
- Al-Imam Ja’far Shodiq
- Al-Imam Ali Uraidhy
- Al-Imam Muhammad An-Naqib
- Al-Imam Isa Ar-Rumi
- Al-Imam Ahmad Al-Muhajir
- Sayyid Abdullah atau Ubaidillah
- Sayyid Alwi Alawiyyin
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Alwi
- Sayyid Ali Khala’ Ghasam
- Sayyid Muhammad Shahib Marbad
- Sayyid Ali
- Sayyid Muhammad Al-Fagih Mugaddam
- Sayyid Alwi Al-Ghuyur
- Sayyid Ali Shahibud Dark
- Sayyid Muhammad Mauladdawilah
- Sayyid Abdurrahman As-Segaf
- Sayyid Ali
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Abdurrahman
- Sayyid Umar Ash-Shofi
- Sayyid Thoha
- Sayyid Umar
- Sayyid Thoha
- Sayyid Umar
- Sayyid Muhammad
- Sayyid Assegaf
- Sayyid Umar
- Sayyid Ali
- Sayyid Abdul Qadir
- Sayyid Ahmad
- Sayyid Abdurrahman
- Sayyid Ali
1.4 Wafat
Habib Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf wafat di rumah sakit Purwakarta, Jawa Barat, Jumat tanggal 15 Januari 2021 sore. Jenasah beliau kemudian diberangkatkan ke kediamannya di Tebet, Jakarta Selatan. Jenazah dimakamkan di komplek pemakaman Habib Kuncung, Rawajati, Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu 16 Januari 2021.
2. Sanad Ilmu dan Pendidikan
Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf memulai pendidikannya di bawah bimbingan Sang Ayah, Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf, di Madrasah Tsaqafah Islamiyah, Bukit Duri, kemudian sebagaimana pesan Sang Ayah, Habib Muhammad belajar ke berbagai ulama besar di zamannya.
Pendidikan yang diberikan Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf kepada Sayyid Ali, mengikuti jejak para ulama Salafuna Salihin. Jelas, teliti, dan tegas, karakter pengajarannya. Hal tersebut diiringi dengan kesungguhannya Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf untuk menggapai ilmu-ilmu yang diajarkan oleh ayahandanya. Sehingga potensi mengajarnya mulai terlihat tatkala ayahanda beliau mengalami gangguan pada penglihatan, Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf langsung ditunjuk untuk menggantikan beberapa kali mengajar di Madrasah Tsaqofah Islamiyah (Madrasah milik ayahandanya). Saat itu Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf baru berusia 12 tahun.
Hausnya akan ilmu menjadi tekad dan semangat Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf untuk belajar kepada para habaib, mualim, dan ulama lainnya. Guru-guru beliau di antaranya, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Sohibul Kwitang), Habib Ali bin Husein Al-Attas (Sohibul Bungur), Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (Singa Podium), Habib Soleh bin Muksin Al-Hamid (Sohibul Tanggul), Habib Abdullah Syami Al-Attas, Habib Muhammad bin Ahmad Al-Haddad (Condet), Prof. Dr. KH Raden Abdullah bin Nuh (Bogor), dan Mualim Ahmad Junaidi (Menteng Atas). Selain itu beliau pernah bermukim selama empat puluh hari di kediaman Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki (Mekkah).
Sekitar tahun 1960-an, Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf muda melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi. Tatkala itu, beilau kuliah di dua perguruan tinggi, yaitu IAIN (Institut Agama Islam Negeri) dan Universitas Ibnu Chaldun Jakarta. Bahkan, suatu ketika beliau mengikuti ujian hadis di IAIN, beliau berani mengkoreksi dan mengkritik soal ujian hadis yang ditulis oleh dosen tersebut di papan tulis. Sehingga beliau dipanggil ke ruangan dosen untuk mendapatkan percepatan kelulusan di Perguruan Tinggi Islam tersebut.
Prestasi akademik dan non akademik Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf berimbang. Beliau pernah menjadi ketua GP Anshor Bukit Duri pada tahun 1965. Hal tersebut disebabkan kecerdasan diplomasi dan mengayomi warga Nahdiyin (Ahlu Sunnah wal Jamaah). Bahkan beberapa kali Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf menyuarakan keadilan bagi warga sipil yang belum mendapatkan haknya serta meminta negara untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Pada Tahun 1972, Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf diminta Habib Muhammad bin Ali Al-Habsyi (putra dari Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi) untuk mengajar sekaligus menjadi kepala sekolah di Madrasah Islamic Center Kwitang. Madrasah tersebut merupakan embrio dari Madrasah Unwanul Falah. Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf meminta beberapa pengajar As-Sagofah untuk mengajar di madrasah tersebut diantaranya Habib Muhammad bin Abdurrahman As-Segaf, Mualim Ro’i, dan KH. Zarkasyi.
Pada tahun 1976, Keilmuan Sayyid Ali muda diakui oleh gurunya Habib Ali bin Husein Al-Attas. Adapun Sohibul Ta’jul Arasy (Julukan Habib Ali bin Husein Al-attas), menjuluki beliau dengan julukan Allamah, orang yang memiliki banyak ilmu. Ilmu-ilmu tersebut antara lain ilmu tafsir al-Quran, hadis, fiqih, dan tasawuf. Saat itu pula beliau mendapatkan ijazah kitab An-Nasoih Ad-diniyah oleh gurunya tersebut. Di sisi lain Sayyid Ali mendapatkan gelar Bahr Al-Fahamah dari Prof. Dr. KH. Raden Abdullah bin Nuh pada tahun 1978.
Kemahiran bahasa Arab Habib Ali bin Abdurahman As-Segaf semakin meningkat. Kondisi tersebut diperoleh karena beliau belajar bahasa Arab Modern dan Kontemporer dengan Habib Muhammad Asad bin Syihab pada tahun 1976. Bahasa Arab modern dan kontemporer yaitu bahasa-bahasa Arab yang hanya bisa ditemukan baik di media elektronik maupun media cetak, seperti televisi, radio, majalah, koran, dan buku kontemporer Arab. Sehingga kecakapan bahasa Arabnya setara dengan akademisi-akademisi Arab. Hal tersebut terlihat dari struktur kalimat dan gaya bahasa Arab yang diucapkan mengikuti aturan tata bahasa Arab meliputi ilmu sintaksis (nahwu), morfologi (sharf), ilmu retorika bahasa Arab (balagah).
Praktik Long Life Education itu sendiri dijalani sampai masa senja beliau. Di tahun 2010-2015, Sayyidul Walid berguru pada ulama Timur Tengah melalui jaringan online Yahoo Messenger dengan Al-Faqih Habib Abdullah bin Soleh Ba’bud (Madinah, Saudi Arabia) dan Dr. Ismail Al-Mishri (Dosen Al-Azhar Cabang Tonto Mesir). Bahkan, Dr. Ismail al-Mishri datang ke Jakarta mengunjungi Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf pada tahun 2016.
Ada kisah yang menarik tatkala Dr. Ismail al-Mishri mengunjungi Sayyidil Walid di Jakarta. “Saat perjalanan Saya (Dr. Ismail al-Mishri) menuju Jakarta saya tidur sejenak dalam pesawat maka aku melihat dalam mimpi As-Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rowi semoga Allah merahmatinya, saat itu beliau sedang menafsirkan untukku sebuah ayat dalam Al-Qur’an dan di sampingnya ada Al-Walid Al-Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf. As-Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rowi merupakan sosok yang masyhur di negara kami.
Kala As-Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rowi sedang menafsirkan sebuah ayat Al-Qur’an, aku (Dr. Ismail al-Mishri) mencium tangannya dan dia bilang “ini adalah salah satu wali dari wali-wali Allah” (sambil menunjuk ke arah walid yang ada di sampingnya) dan kemudian akupun mencium tangannya (yaitu tangan Al-Walid Alhabib Ali bin Abdurrahman As-Segaf). Mimpi ini aku dapati dalam perjalananku menuju Jakarta.
Lalu Al-Walid Al-Habib menunjuk ke As-Syekh Muhammad Mutawalli Asy-Sya’rowi sambil berkata “ini adalah salah satu wali dari wali-wali Allah yang Solihin”. Aku terbangun saat itu dari tidurku dan aku berdzikir “Subhanallah” betapa senangnya diriku.
Sesampainya aku di Jakarta aku ceritakan kepada Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf. Kira-kira setelah 3 hari kedatanganku aku naik ke kamar atas untuk istirahat setelah muroja’ah dengan Al-Walid aku tidur, maka aku kembali bermimpi kembali ke Mesir.
Keilmuan Sayyidil Walid diakui oleh ulama Indonesia dan Timur Tengah, sebab itulah Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta ingin sekali mempersembahkan gelar Doktor Honouris Causa kepadanya di tahun 2016. Akan tetapi beliau menolaknya.
Alm. KH. Syaifuddin Amsir sangat menganggumi Sayyidil Walid. Sehingga beliau menuturkan kepada Habib Ahmad bin Ali As-Segaf (putra dari Sayyidil Walid), “Walidak (ayahmu) itu Allamah, karena beliau mengajar Kitab Fathul Bari Syarah Kitab Sohih Bukhari. Dimana jarang para guru yang mengajarkan kitab tersebut.”
2.1 Guru-guru Beliau
Guru-guru beliau selama hidupnya adalah sebagai berikut:
- Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf (Ayah Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf)
- Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Sohibul Kwitang)
- Habib Ali bin Husein Al-Attas (Sohibul Bungur)
- Habib Salim bin Ahmad bin Jindan (Singa Podium)
- Habib Soleh bin Muksin Al-Hamid (Sohibul Tanggul)
- Habib Abdullah Syami Al-Attas
- Habib Muhammad bin Ahmad Al-Haddad (Condet)
- Prof. Dr. KH Raden Abdullah bin Nuh (Bogor)
- Prof. DR. Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki (Mekkah)
- Habib Asad bin Syahab
- Muallim Ahmad Junaedi Menteng Atas
- Habib Abdullah bin Soleh Ba’bud (Madinah, Saudi Arabia)
- Dr. Ismail Al-Mishri (Dosen Al-Azhar Cabang Tonto Mesir)
3. Penerus Beliau
Dunia pengajaran dan pembelajaran yang dijalani Sayyidil Walid mempunyai daya tarik tersendiri. Hal tersebut disebabkan tehnik pengajaran beliau yang khas yaitu beliau tidak mau berpindah dari satu bab ke bab lain kecuali si murid telah menghafal dan memahami satu bab yang telah diajarkan beliau. Artinya, kesabaran antara guru dan murid diperlukan untuk keberhasilan dalam pembelajaran. Sayyidul Walid pernah berbicara kepada muridnya, “Di zaman sekarang para pengajar agama di sekolah hanya mengejar target kurikulum tanpa memandang sejauh mana murid bisa mengerti dan memahami apa yang mereka pelajari. Sehingga banyak dari mereka sekedar pernah belajar tentang bab itu.”
Jasa Sayyidil walid begitu besar dalam memperkenalkan da’i-da’i muda ke ranah publik. Sebab para pendakwah muda yang akan meneruskan para pendahulu mereka dalam menyiarkan agama Islam. Seperti contoh, Habib Hud bin Bagir Al-Attas, sepeninggal ayahandanya (Habib Bagir Al-Attas), beliau diajak berdakwah Sayyidil Walid sekaligus diperkenalkan ke murid-murid Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir As-Segaf. Habib Ahmad Fahmi bin Abubakar Al-Aydrus dikenal oleh masyarakat luas juga melalui wasilah Sayyidil Walid. Bahkan Habib Fahmi sempat menginap di rumah Sayyidil Walid untuk bertabaruk, mengambil berkah dan sanad darinya
Da’i lain yang diperkenalkan Sayyidil Walid ke masyarakat yaitu Habib Umar bin Ahmad al-Hamid. Bahkan Sayyidil Walid pernah memberikan kepercayaan kepadanya (Habib Umar) untuk menggantikannya mengajar di beberapa majelis taklim yang beliau (Sayyidil Walid) bina. Selain itu, Dr. Ahmad bin Abdullah Al-Kaff juga merintis jalan dakwahnya dengan ikut kepada Sayyidil Walid.
Majlis Ta’lim Al-Afaf sendiri memiliki banyak jadwal pengajian, mulai dari pengajian awam, pengajian khusus, dan pengajian para ulama besar Jakarta. Mulai dari kitab kecil seperti At-Tahdzib Dalil Matan Taqrib sampai kitab besar sekelas kitab Ithaf Sadatil Muttaqin syarah Ihya Ulumuddin Imam Al-Ghazali. Murid yang rutin mengaji pun sudah banyak yang menjadi dai dan ulama.
2.1 Murid-murid Beliau
- Habib Muhammad Taufiq Shihab
- Habib Muhammad bin Husein
- Habib Ismail bin Abdul Qadir Al-Haddad
- Habib Hud bin Bagir Al-Attas
- Habib Ahmad Fahmi bin Abubakar Al-Aydrus
- Habib Umar bin Ahmad Al-Hamid
- Dr. Ahmad bin Abdullah Al-Kaff
- Habib Ali Zainal Abidin Al-Attas
- KH. Salim Naih
- KH. Fakhrurozi Ishaq
- KH. Ahmad Syafii Mustawa
- KH. Zaini Sholihin
4 Perjalanan Hidup dan Dakwah
Sedari kecil Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf telah diperkenalkan oleh ayahnya kepada ulama-ulama solih. Pada tahun 1950-an, beliau dibawa oleh ayahandanya ke Majelis Kwitang dengan menggunakan sepeda ontel. Beliau dipakaikan oleh ayahandanya pakaian yang rapi. Baju koko putih, jas, dan dilengkapi dengan kopiah putih. Saat Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf dan ayahnya sampai di Kwitang, ayahnya memintanya untuk cium tangan Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Kala itu beliau disuruh cium bolak balik tangan sang Habib oleh Ayahnya. Kemudian Habib Ali mendoakannya dengan doa yang panjang. Sohibul Kwitang itu berkata pada sang Ayah, “Ya Abdurrahman, walad engkau sama namanya dengan saya, semoga apa yang Allah berikan pada saya, sama juga Allah berikan kepadanya. ” Sejak itulah ayahnya memberikan tarbiyah kepada Sayyid Ali dengan tarbiyah nabawiyah, pendidikan yang telah Nabi Muhammad ajarkan kepada sahabat-sahabatnya.
Habib Ali adalah tokoh ulama kharismatik yang disegani di Jakarta, kiprah beliau melanjutkan perjuangan dakwah ayah beliau sang Sayyidil Walid sebagai ulama sentral yang menjadi rujukan para ulama dan habaib, majelisnya di Yayasan Al-Afaf di Bukit Duri, Jakarta menjadi pusat ilmu yang selalu di datangi oleh ulama besar dari berbagai penjuru dunia.
Habib Ali bin Sayyidil Walid Al Habib Abdurrahman bin Ahmad bin Abdul Qadir bin Ali bin Umar bin Segaf As-Segaf adalah pribadi yang hangat, ramah, dan mudah akrab dengan siapapun. Ayah beliau adalah tokoh yang menyandang nama besar sebagai paku bumi, tokoh dakwah yang disegani dan pecinta ilmu yaitu, Sayyidil Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf.
Sebelum Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf tinggal di Bukit Duri dan mendirikan Majlis Ta’lim Al-Afaf, beliau sebenarnya tinggal di Menteng Atas dan mendirikan Madrasah As-Saqafah di sana untuk jenjang TK dan SD. Namun, kemudian Sayyidil Walid memberikan isyarat agar Habib Ali pindah rumah ke Bukit Duri, dan mendirikan Majelis Ta’lim di sana, di sana nanti akan dikunjungi oleh ulama-ulama besar dari berbagai penjuru dunia.
Nama Majleis Ta’lim Al-Afaf kemudian beliau dapatkan dari pemberian gurunya, yaitu Prof. Dr. KH Raden Abdullah bin Nuh (Bogor). Benarlah apa yang diisyaratkan oleh Sayyidil Walid, seiring berjalannya waktu, sudah banyak ulama besar dari berbagai penjuru dunia yang singgah di Majelis Ta’lim Al-Afaf.
Sayyidil Walid membina dan membimbing lebih dari dua puluh Majelis Taklim di JABODETABEK. Majelis utamanya yaitu di rumahnya sendiri yaitu Al-Afaf, Tebet Utara. Majelis tersebut telah berdiri kurang lebih dua puluh tujuh tahun lamanya. Majelis tersebut setiap sabtu dimulai setelah shalat Ashar berjamaah yang diimami oleh Sayyidil Walid sendiri. Kemudian membaca wirdhu latif sebagai zikir sore yang disusun oleh Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad. Lalu beliau membaca dan menerangkan kitab-kitab kuning yang berkenaan dengan tauhid, fiqih, dan tasawuf.
Di samping itu, tokoh Betawi yang disegani semua kalangan tersebut juga membuka majelis khusus para Ustad di kediamannya pada hari Rabu pagi. Dua kitab yang diajarkannya yaitu Ithafussadah Al-Muttaqien syarah Ihya Ulumuddin dan Fathul Bari syarah Sohih Bukhari. Karena prinsip beliau, seorang guru bukan hanya mengajar saja akan tetapi harus tetap belajar. Prinsipnya tersebut bersesuaian dengan Long Life Education, pendidikan sepanjang hidup.
Panutan Betawi tersebut juga membuka Majelis Nahwu dan Shorof setiap Senin dan Jumat selepas shalat Maghrib di rumahnya. Beliau mendatangkan pengajar Timur Tengah, diantaranya Syekh Busyiri Abdul Mu’thi (Mesir), Syekh Mahdi Al-Misri (Mesir), dan Syekh Muhammad Al-Busyiri Al-Yamani (Yaman) untuk mengajarkan dasar-dasar bahasa Arab tersebut kepada remaja-remaja, pemuda-pemuda, hingga orang tua. Akan tetapi pada tahun 2010 akhir, beliau sendiri yang memutuskan untuk mengajarnya di majelis tersebut. Beliau sempat menuturkan bahwa Bahasa Arab merupakan modal yang harus dimiliki seorang yang ingin menjadi da’i dan guru agama.
Berdakwah dari satu wilayah ke wilayah lainnya merupakan jalan yang juga ditempuh Sayyidil Walid sebagai tongkat estafet dari dakwah para salafuna salihin. Dakwahnya yang lembut dan santun.
Perjalanan dakwahnya diiringi sikap jabar khatir. Apa itu jabar khatir? Sikap dimana mau menyenangkan dan menggembirakan orang lain. Sehingga, di mana tempat yang mengundang beliau pasti ia datangi tanpa memilah dan memilih antara si kaya dan si miskin. Apalagi jika muridnya yang mengundang maka beliau mendahulukan dari undangan-undangan lainnya. Oleh karena itu beliau juga dijuluki Da’i Ilawlah, karena mengajak ke jalan Allah dengan cara-cara Nabi Muhammad.
Kisah dakwah Sayyidil Walid menjadi inspirasi bagi da’i-da’i muda. Pasalnya, beliau lakukan tanpa keluh kesah dan tanpa pamrih. Mulai dari berjalan kaki dari Menteng ke tempat berdakwahnya, naik motor vespa, hingga masuk ke pelosok-pelosok daerah-daerah seperti Banten dan sekitarnya. Pernah pula beliau berkata kepada salah seorang muridnya, “Dulu walidi (Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf) dalam berdakwah tidak pernah melontarkan kata kamu kepada jamaah yang hadir. Kemudian kenapa dakwah walidi mudah diterima oleh masyarakat pada umumnya? Karena apa yang walidi katakan sudah lebih dahulu beliau kerjakan.”
Dakwah Habib Ali bin Abdurrahman As-Segaf dijalani lintas status dan kalangan. Kata-kata yang beliau gunakan dalam berdakwah tidak lepas dari apa-apa yang diperlukan audiens yang hadir. Isi dakwahnya yang disampaikan sarat akan ilmu dan mengena di hati. Tapi tak jarang juga penyampaiannya dibumbui oleh guyonan. Sampai-sampai ada preman yang insyaf karena ceramahnya.
Maulid Nabi, salah satu syiar dakwah yang sangat penting di mata Sayyidil Walid. Sebab acara tersebut mengekspresikan kegembiraan dan kebahagiaan dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW. Sayyidil Walid menyelenggarakan acara maulid pertama kali di Jalan Surabaya, Menteng pada tahun 1975. Kala itu Maulid diselenggarakan hari Ahad minggu terakhir pada pukul 11 siang. Hal tersebut disebabkan menghormati Majelis Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi Kwitang. Sehingga para jamaah yang hadir kebanyakan setelah mengikuti pengajian di Majelis Kwitang.
Namun, pada tahun 1993, Sayyidil Walid melaksanakan acara Maulid Nabi Muhammad SAW di Tebet Utara. Saat itu acara diselenggarakan pada hari Jumat minggu keempat pada waktu Subuh. Acara itu bertepatan dengan peresmian rumah baru dan majelis taklimnya. Perayaan hari lahir Rasul yang Sayyidil Walid selenggarakan itu sarat makna. Sebab Sayidil Walid mengadakannya tetap menjaga hubungan baik dengan Majelis Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Majelis Kwitang mengadakan acara Maulid Nabi pada Kamis petang pada Minggu terakhir sedangkan Sayyidil Walid rutin mengadakan acara tersebut pada Jumat Subuh di minggu terakhir pula pada bulan Rabi’ul Awal.
Presiden Subuh, julukan lain dari Habib Ali. Sebab ia pencetus dan pelopor dari gerakan shalat subuh berjamaah di Jakarta. Sebagaimana Rasul bersabda, “Barangsiapa yang shalat subuh secara berjamaah maka seolah-olah ia shalat semalam suntuk”. Rasul juga bersabda, “Seorang muslim yang shalat subuh berjamaah di masjid, setelah itu ia berzikir kepada Allah sampai datang waktu israq, maka sesungguhnya ia mendapatkan pahala haji dan umroh yang sempurna.”
Gerakan Shalat Subuh Berjamaah pertama kali diresmikan Habib Ali dan BJ. Habibie pada tahun 1998 di Masjid Istiqlal, Jakarta. Pada masa itu merupakan masa transisi pemerintahan BJ. Habibie di Indonesia. Kala itu shalat subuh berjamaah diikuti oleh Presiden BJ Habibie, para pejabat lainnya serta berbagai elemen masyarakat. Selepas acara tersebut, masing-masing kecamatan di DKI Jakarta membentuk koordinator sholat subuh gabungan.
Perlu di ketahui pula, rutinitas tahunan Habib Ali yaitu mengajak jamaah dan para pecintanya untuk melakukan ziarah qubro ke maqam wali-wali Allah di Jabodetabek. Maqam-maqam tersebut diantaranya Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang), Habib Husein bin Abubakar Al-Aydrus (Luar Batang), Habib Muhammad bin Umar Al-Qudsi, Habib Ali bin Abdurrahman Ba’alawi, Habib Abdurrahman bin Alwi As-Syatiri (Kampung Bandan), Habib Hasan bin Muhammad Al-Haddad (Tanjung Priok), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas, Habib Alwi bin Muhammad bin Thohir Al-Haddad (Empang Bogor), Sayyidil Walid Habib Abdurrahman bin Ahmad As-Segaf (Lalongok). Beliau melakukan bersama mereka biasanya di bulan Sya’ban. Rutinitas tersebut dilakukan dalam rangka menyambung silaturahmi dengan wali-wali Allah dan bertawasul memohon keselamatan selama menjalani puasa dan ibadah di bulan Ramadhan.
5 Referensi
- Disadur dari buku 27 HABAIB BERPENGARUH DI BETAWI, Jakarta Islamic Centre, Jakarta